PERANG HUNAIN
Oleh
Masyhudie Abdullah Al-Kendalie
Sebab-Sebab Terjadinya
Hal ini disebabkan oleh beberapa kabilah
yang mepunyai nyali yang kuat, yaitu Hawazin dan Tsaqif serta yang berhimpun
bersama mereka Yaitu Nasr, Jusyam, Saad bin Bakr dan beberapa orang dari Bani
Hilal yang berasal dari Qais dan Ailan. Mereka masih merasa layak dihormati dan
tidak sudi tunduk pada Islam, dan semua berhimpun dibawah Malik bin Auf
An-Nasry.
Hal itu dilaksanakan dengan
memberangkatkan pasukan sambil membawa seluruh harta benda, wanita dan
anak-anak mereka dan bermarkas di Authas dan bermarkas disana. Yaitu suatu
lembah di Hawazin dekat Hunain, dan Hunain adalah suatu lembah yang berdekatan dengan Dzul Majaz 10 mil
lebih dari Makkah lewat Arafah.
Malik bin Aus sebagai komando tertinggi
mengambil inisiatif membawa anak dan para wanita ikut serta dalam peperangan
dengan maksud melibatkan mereka dalam peperangan.
Ketika salah satu dari pasukan yang buta
dan tua yang bernama Duraid bin Ash-Shimah, orang yang mempunyai banyak
pengalaman dalam peperangan, sangat pemberani, ketika mendengar suara ringkikan
onta dan tangisan anak-anak dan mengetahui bahwa malik bin auf mengiring
bersama pasukannya. Dia berkata, " Wahai Malik, tidak selayaknya engkau
membawa penduduk Hawazin ini ketengah pasukan. Bawalah mereka ketempat
tinggalnya yang aman dan berlindung. Setelah itu hadapilah orang-orang muslim
dengan inti pasukan ini. Jika engkau menang, maka apa yang ada dibelakangmu
tetap aman, jika kalah kamu masih bisa menolong keluarga dan harta bendamu.
"
Tetapi Malik bin Auf menolak sarannya
karena menurut dia, Duraid sudah tua renta dan pikirannya sudah tumpul. Dan ia
tidak mau nama Duraid disebut-sebut lagi apalagi pendapatnya.
Akhirnya Duraid hanya bisa berkata,"
Ini suatu hari yang tak pernah kusaksikan dan aku tidak pernah diuji seperti
ini. "
Malik bin
Auf mengirim beberapa mata-mata ke kaum muslimin tapi mereka menjadi
bercerai berai. Ketika ditanyakan sebabnya mereka menjawab," kami
berpapasan dengan sekumpulan laki-laki yang berpakaian putih menunggang kuda
yang gagah. Demi Allah, lebih baik kami menarik diri dari pada kami mendapat
musibah." ( sekumpulan laki-laki berpakaian putih itu adalah para Malaikat
)[1].Ibnu
Ishaq berkata, " Riwayat yang sanadnya sampai pada Abdullah bin Abbas,
beliau berkata, 'Tanda Malaikat pada Perang Badar adalah laki-laki yang
berpakaian putih dan pada Perang Hunain berpakaian merah'".[2]
Sementara saat yang sama Rosulullah juga mengutus Abu Hadrad Al-Aslamy untuk
memata-matai keberangkatan musuh dan memerintahkan agar menyusup
ketengah-tengah mereka. Maka berhasil dalam tugas tersebut dan melaporkanya
pada Rosulullah.[3]
Maka ketika Abu Hadrat mengabarkan tentang
hasil dari memata-matai tersebut Umar ibn Hatab berkata , "Ibnu abi Hadrat
telah berdusta. ". Lalu dia berkata, " Kalau kamu mendustaiku, maka
barang kali kamu telah mendustai kebenaran wahai Umar! Karena kamu telah
mendustakan orang yang lebih baik dari padaku. " Umar berkata, "Wahai
Rasulullah!tidakkah kau mendengar apa yang diaktakan oleh Ibnu abi Sadad."
Maka rasulullah bersabda, "Kamu dulu dalam keadaan tersesat wahai Umar,
lalu Allah memberi petunjuk padamu !"[4]
Rosulullah berangkat tanggal 6 Syawal 8 H,
hari ke-19 sejak beliau memasuki Makkah, bersama 10.000 pasukan Fathu Makkah
dan 2.000 pasukan yang baru saja masuk islam. Beliau meminjam 100 baju besi dan
perlengkapannya dari Shafwan bin Umayyah (waktu itu masih dala keadaan
musyrik).[5]
Rasul berkata, "wahai Abu Umayyah! Pinjamilah kami senjata kamu untuk
menyerang musuh kami besok. " Jawab dia, "Apakah akan dikembalikan
Wahai Muhammad?" Jawab, " Tentu, itu adalah pinjaman yang akan kami
kembalikan. " Lalu dia menyerahkannya.[6] Pada petang harinya ketika ada pasukan kuda yang
muncul dan berkata, " Aku baru saja
mengamati bukit ini dan itu, dan aku melihat Hawazin yang sedang
berangkat dengan membawa ternak dan domba milik mereka. "
Nabi tersenyum dan berkata: " Insya Allah, besok itu semua akan
menjadi ghonimah bagi kaum muslimin."
Sedangkan penjaga pada malam itu adalah
Anas bin Abi Marstad Al-Ghunawi.
1.
Dalam perjalanan menuju ke
Hunain kaum muslimin melihat sebuah pohon yang besar berwarna hijau segar,
dinamakan Anwath. Maka Rosululloh H berkata:
"' Allahu Akbar'. Demi yang jiwaku ada ditanganNya, kalian mengatakan
seperti yang dikatakan kaum Musa: " Jadikanlah bagi kami sesembahan
seperti sesembahan mereka", maka Musa menjawab: " Sesungguhnya kalian
adalah orang-orang yang tidak mengetahui". Itu adalah tabi'at orang-orang
sebelum kalian. Kalian benar-benar akan akan meniru jalan orang-orang sebelum
kalian. "
Karena meliahat jumlah prajurit, sebagian
diantara meraka ada yang berkata: "Kali ini kita tidak akan mungkin bisa
untuk dikalahkan."[7]
Jalannya Peperangan
Setelah mengetahui keberangkatan
Rosululloh , Malik bin auf segera menempatkan pasukannya dilembah Hunain dan
menyebar mereka diseluruh lorong persembunyian lembah tersebut guna melancarkan
serangan mendadak dan serempak kepada Rosululloh dan para Sahabatnya. Setelah
kaum Muslimin sampai dilembah Hunain. Lalu menuruni lembah tersebut dipagi
hari, ketika itu, hari masih gelap. Tetapi mereka dikejutkan oleh serangan
mendadak pasukan musyrikin yang keluar menyongsong dari berbagai lorong dan
tempat-tempat persembunyian lainnya, sehingga kuda-kuda mereka (kaum Muslimin)
berlarian dan menjadi kocar-kacir, mundur tunggang langgang.[8]
Karena begitu hebatnya serangan musuh,
sehingga digambarkan oleh Abu Sofyan yang pada waktu itu beliau baru masuk
islam dengan berkata: "Kekalahan mereka tidak berujung hingga sampai ke
laut (merah). "[9]
Pada perang tersebut Syaibah bin Usman bin
Abi Talhah yaitu dari Bani Abu Dzar bertekat akan membunuh Rasulullah. Karena
bapak tewad dalam perang Uhud. Maka ketika sudah mengelilingi Rasul dia tidak
mampu sampai hatinya putus asa hatinya, dan dia mengetahui bahwa dia akan
dihalangi.[10]
Rosululloh Saw berbelok kearah kanan
sambil berseru: "Kemarilah wahai semua orang. Aku Adalah Rosul Allah. Aku
adalah Muhammad bin Abdulloh. " Namun mereka tidak peduli, yang ada
dibenak mereka hanyalah keinginan untuk lari menyelamatkan diri. Sehingga hanya
tersisa beberapa gelintir sahabat saja yang ada disamping beliau."
Pada saat itulah keberanian Rosululloh
tampak, yang tiada tandingannya. Beliau memacu bighol'nya kearah musuh
sambil berkata: "Akulah sang Nabi, ini bukanlah dusta. Akulah keturunan
Abdul Mutholib."
Abu Syofyan segera memegang tali kekang bighol
beliau dan Al Abbas memegang pelananya supaya tidak lari. Lalu beliau turun
dari bigholnya kemudian berdo'a, " Ya Allah turunkanlah
pertolonganMu."[11]
Diantara nama-nama sahabat yang tetap
disisi Rasul waktu itu adalah : Abu
bakar, Umar, Ali bin Abi Talib, Abbas bin Abdul Mutallib, Abu Sofyan dan
anaknya, Al-Fadlu ibn Abbasm, Rabiah bin Harist, Usamah bin Zaid, dan Aiman bin
Ubaid yang waktu itu terbunuh.[12]
Kekacauan Yang Menimpa Pasukan Muslim
Rosululloh lalu menyuruh pamannya, Al
Abbas yang bersuara lantang agar memanggil pasukan Muslimin yang kocar kacir.
Abbas ra berkata: "Maka akupun berteriak sekeras mungkin, 'Wahai
orang-orang yang berikrar dibawah pohon), dimanakah kalian?' Demi Allah,
setelah mendengar teriakanku, mereka berdatangan bagaikan perasaan induk
terhadap anaknya. Dari segenap penjuru terdengar sahutan: "Labaik,
labaik!" .Setiap orang memutar kuda atau ontanya, dan bergerak menghampiri
kami sambil menyiapkan kudanya masing-masing. Kini terkumpul beberapa ratus
orang dan tanpa membuang-buang waktu lagi mereka terjun kekancah peperangan.
Lalu aku berkata kepada golongan Anshor, 'Wahai saudara-saudara Anshor!' Juga
kupanggil pasukan Bani Harist bin Khozroj. Mereka semua datang
berbondong-bondong sebagaimana sebelumnya mereka melarikan diri."
Rosululloh melihat perang makin mengganas,
lalu bersabda: "Sekarang baru perang yang sesungguhnya." Beliau
mengambil segenggam pasir (tanah), lalu menebarkannya kearah musuh seraya berkata:
"Binasalah wajah-wajah buruk itu."
Keadaan Pasukan Musuh
Hanya dalam waktu singkat musuh mengalami
kekalahan yang tak terbayangkan. Dari kabilah Tsaqif tewas lebih dari 70 orang.
Lalu kaum Muslimin mendapatkan ghonimah harta, ternak maupun persenjataan
mereka. Inilah janji yang telah Allah abadikan dalam Al Qur'an.[13]
Begitu terkalahkan dimedan pertempuran,
prajurit musuh yang tersisa sebagian lari ke Autas, Nabi Saw mengirim pasukan
dibawah komando Abu Amir Al As'ari. Pasukan berhasil menyusul mereka namun
tidak ada perlawanan yang kuat. Tapi dalam misi ini Abu Amir syahid Insya
Allah. Musuh yang lari ke Nakhlah dipimpin oleh Duraid bin Shimmah. Kelompok
ini juga dikejar oleh pasukan Muslimin dan Duraid ditewaskan oleh Robi'ah bin
Rofi'. Adapun jumlah yang terbesar adalah yang lari ke Thoif .[14]
Pembagian Ghonimah
Dari hasil perang ini diperoleh 3.000
tawanan, 24.000 ekor onta, 46.000 domba, serta 4.000 Kg perak. Nabi Saw
memerintahkan untuk mengumpulkan semuanya di Ji'ronah, dijaga oleh Mas'ud bin Amru
Al Ghifari dan tak akan dibagikan sebelum selesai penyerbuan ke Thoif.
Diantara tawanan-tawanan itu ada seorang
wanita bernama As Syaima' binti Al Harist As Sa'diyah, saudara sesusuan
Rosululloh . Dia memperkenalkan dirinya secara samar-samar, tapi Nabi segera
mengenalinya, dan memperlakukannnya dengan hormat. Disuruhnya Syaima' duduk
diatas Jubah yang dihamparkan sendiri oleh beliau, lalu dia dikembalikan kepada
kaumnya.
Kemudian Rosululloh Saw kembali keJi'ronah
guna membagi barang-barang rampasan dan para tawanan yang telah diambil dari
Hawazin datang kepada Nabi Saw meminta agar harta dan para tawanan yang ada
diserahkan kepada mereka. Rosululloh Saw berkata kepada: "Bersamaku orang
yang kalian saksikan. Perkataan yang paling kusukai adalah yang paling jujur,
maka pilihlah salah satu dari dua hal: Harta atau tawanan. Sesungguhnya aku
sengaja menunda pembagian rampasan karena mengharap keislaman kalian. Nabi Saw
telah menunggu mereka selama 10 malam.
Mereka berkata; "Wahai Rosululloh,
engkau telah menyuruh kami memilih antara sanak saudara kami dan harta kami.
Kami lebih menyukai anak saudara kami!" Lalu Rosululloh menemui kaum
muslimin, setelah memanjatkan puji syukur kehadirat Allah, beliau bersabda:
"Amma Ba'du, sesungguhnya saudara-saudara kalian telah datang bertaubat
dan aku berpendapat untuk mengembalikan tawanan kepada mereka, karena itu
barang siapa diantara kalian yang menganggap itu baik, hendaklah berbuat.
Barangsiapa yang hendak mempertahankan haknya atas ghonimah yang telah kami
berikan, bolehlah ia berbuat."
Kemudian para sahabat menganggap pendapat
beliaulah yang paling baik, lalu beliau melanjutkan: "Kami tidak tahu
siapa diantara kalian yang rela (budaknya dikembalikan) dan yang tidak rela,
karenanya pulanglah dulu, sampai pemimpin kalian menyampaikan persoalan kalian
kepada kami." Lalu kaum Muslimin pulang untuk berunding dengan para
pemimpinnya masing-masing. Setelah itu mereka memberitahukan kepada beliau
bahwa hal itu baik dan mengijinkan budaknya dikembalikan.[15]
Akhirnya budak-budak tawanan itu dikembalikan kepada Hawazin.
Rosululloh bertanya kepada utusan-utusan
Hawazin, sebagaimana riwayat ibnu Ishaq tentang apa yang diperbuat oleh Malik
bin Auf? Mereka menjawab: "Dia berada di Thoif bersama Tsaqif. "Nabi
Saw berkata kepada mereka: "Beritahukan kepadanya, jika dia masuk islam,
maka aku akan mengembalikan harta dan keluarganya padanya, bahkan akan aku
tambah dengan pemberian 100 onta. Lalu ia benar masuk Islam dan membuktikan
keislamannya dengan baik.
Salah Paham Kaum Anshar Tentang Pembagian Rosul
Beliau juga memberikan kepada para Muallaf
guna mengikat hati mereka kepada Islam. Namun ada sebagian kaum Anshor yang
merasa keberatan atas tindakan Rosululloh itu dan menggerutu: "Semoga
Allah mengampuni RosulNya, dia memberi orang Quraisy dan membiarkan kita,
padahal pedang-pedang kita masih meneteskan darah mereka."[16]
Setelah mendengar berita tersebut,
Rosululloh kemudian memerintahkan agar orang-orang Anshor dikumpulkan ditempat
khusus yang tidak diketahui kaum yang lain. Setelah mereka berkumpul,
Rosululloh menyampaikan khutbah khususnya:
"Hai kaum Anshor, aku telah mendengar
perkataan kalian! Bukankah ketika aku datang kalian masih dalam keadaan sesat
kemudian Allah memberikan hidayat kepada kalian dengan perantaraan aku ?
Bukankan ketika itu kalian masih saling bermusuhan kemudian Allah mempersatukan
hati kalian dengan perantaraan aku ? Bukankah ketika itu kalian masih hidup
menderita kemudian Allah membuat kalian berkecukupan dengan perantaraan aku
?"
Setiap kali Rosul bertanya, mereka
menjawab: "Benar, Allah dan RosulNya lebih pemurah dan utama."
Rosululloh bertanya: "Hai kaum Anshor, kenapa kalian tidak menjawab."
"Bagimanakah kami harus menjawab ?" sahut mereka.
Nabi Saw melanjutkan: "Demi Allah
jika kalian mau, tentu kalian dapat mengatakan yang sebenarnya."
"Anda datang kepada kami sebagai orang yang didustakan kemudian kami benarkan, Anda datang sebagai orang yang
dihinakan kemudian kami bela. Anda datang sebagai orang yang menderita kemudian kami bela. Anda
datang sebagai orang yang menderita kemudian kami santuni."
Mereka menyahut histeris: "Kemuliaan
itu bagi Allah dan RosulNya!.
Rosululloh Saw meneruskan: "Hai kaum
Anshor, apakah kalian marah karena tidak menerima sejumput sampah keduniaan
yang tidak ada artinya ? Dengan 'sampah' itu aku hendak menjinakkan suatu kaum
yang baru saja masuk islam sedangkan kalian telah lama merasakan Islam. Hai
kaum Anshor, apakah kalian tidak puas melihat orang lain pulang membawa kambing
dan onta, sedangkan kalian pulang dengan Rosul Alloh ? Demi Allah apa yang
kalian bawa pulang itu lebih baik dari pada apa yang mereka bawa. Demi Allah,
yang nyawa Muhammad berada ditanganNya, kalau bukan karena hijroh niscaya aku
menjadi salah seorang dari Anshor. Seandainya orang lain berjalan dilereng
gunung, aku pasti turut berjalan dilereng gunung dan kaum Anshor juga berjalan
dilereng gunung yang lain, aku pasti turut berjalan dilereng gunung yang
ditempuh kaum Anshor. Sesungguhnya kalian akan mengahadapi driskriminasi
sepeninggalku, maka bersabarlah hingga kalian berjumpa denganku di telaga, Ya
Allah limpahkan rohmatMu kepada kaum Anshor, kepada kaum Anshor, kepada cucu
kaum Anshor."
Mendengar ucapan Nabi Saw tersebut, kaum Anshor menangis hingga jenggot
mereka basah dengan air mata. Mereka kemudian menjawab: "Kami rela
mendapatkan Allah dan RosulNya sebagai pembagian dan jatah kami."
FAIDAH-FAIDAH
DAN PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL :
1.
Imam boleh meminjam senjata
dari kaum musyrikin untuk memerangi musuh kaum muslimin dan boleh juga meminta
bantuan personil kepada mereka.
2.
Menetapkan awal yang bijaksana
yaitu dengan memilih pendapat yang benar lagi jelas dari orang yang
berpengalaman harus lebih didahulukan dari pada
keberanian bagaimanapun adanya, sampai kekuatan sekalipun walaupun kekuatan
itu lebih besar.
3.
Tanda-tanda kebenaran nampak,
diantaranya malaikat yang dilihat oleh kaum musyrikin.
4.
Masyru'iyah ( pensyariatan ) memakai mata-mata dalam peperangan untuk mengetahui
kekuatan musuh, dan apa yang mereka jadikan strategi.
5.
Haramnya ujub terhadap diri
sendiri, terhadap amalan dan kekuatan kita, sebab serangan kaum muslimin akan
menjadi lemah, di awal mereka berhadapan dengan musuhnya.
6.
Wajibnya menghindari untuk
meminta berkah secara tidak syar'i, karena itu menghantarkan syirik kepada
Allah.
7.
Menerangkan perbedaan orang
yang 'dalam' imannya dengan yang dangkal imannya.
8.
Disyare'atkan menghormati
saudara sesusuan.
9.
Menerangkan kebagusan pendapat
Duraid bin As-Shomah dan keberaniannya, sedangkan dia dalam keadaan jahiliyah.[17]
10.
Keadilan dalam pembagian
biasanya diihat dari segi jumlah harta dan materi. Maka dari itu Rosululloh
menunda pembagian harta ghonimah, karena banyak hikmah yang terkandung di
dalamnya.
11.
Menganggap Rosululloh tidak
adil adalah merupakan dosa besar, bahkan bisa sampai kekufuran.
12.
Kecintaan Allah dan Rosul-Nya
adalah ni'mat yang lebih besar, dari pada hanya sekedar mendapat harta yang
melimpah, dan itulah keuntungan yang hakiki.
13.
Bolehnya berintrupsi kepada
seorang komandan jika pendapatnya tidak masuk akal. Sebagaimana Sa'ad bin
Ubadah menegur Rosululloh setelah mendapati bahwa mereka tidak mendapat bagian
harta rampasan dan sikap mereka adalah mempersoalkan dan menanyakan alasannya,
dan menuduh seperti Dzul Khuwaisiroh yang dengan perbuatannya itu Umar ingin
membunuhnya karena menuduh Rosululloh tidak adil.[18]
14.
Dakwah pada obyek dakwah darus
tetap berlangsung dan tidak mengenal istirahat, apalagi disertai kemampuan yang
memadai.
15.
Pemimpin yang baik pasti punya
prediksi terhadap kemungkiana terburuk yang akan menimpa bawahannya dana
sekaligus dia punya antisipasi yang jitu untuk mengatasinya.
16.
Persatuan yang mutlaq bagi
pasukan walaupun jumlahnya banyak karena tanpanya maka akan mudah dikalahkan
oleh musuh.
17.
Musuh harus dikejar walaupun
rampasan sudah berada ditangan agar mereka tidak akan kembali mengadakan serangan
dan betul-betul dalam keadaan kalah.
18.
Tujuan perang dalam islam
adalah bukan mencari harta rampasan.
19.
Orang yang baru masuk islam dan
masih lemah imannya perlu diberi cara khusus dan hal yang masih menjadi
kesenangan mereka agar mereka hatinya betul-betul luluh.
20.
Pembagian harta yang dialkukan
rosul adalah cara paling baik jika ditiru oleh para dai islam karena rasul
betul-betul tahu keadaan para pengikutnya.
21.
Kesenangan dunia dimata rasul
adalah sangat remeh dan paham itu beliau ajarkan dan diterapkan langsung pada
sahabatnya.
22.
Imbalan dari suatu usaha tidah
harus berupa harta walaupun melimpah.
23.
Rasulullah menangguhkan
pembagian harta rampasan karena tahu dan prediksi yang jitu akan kemungkinan
hal yang terjadi pasca perang.
24.
Rasul dalam setiap tindakannya pasti
punya alasan dan maksud yang kadang beliau ungkapkan secara langsung atau
secara menyusul kemudian melihat reaksi dari pangikutnya.
25.
Rasul memberi kesempatan pada
musuh jika masih mau tunduk dan masuk islam kan diterima tanpa ada perbedaan dan walau mereka
dalam keadaaan yang sudah kalah.
REFERENSI :
1.
Syaikh Munir Muhammad Ghadban,
Manhaj Haroki dalam Sairoh Nabawi, edisi terjemah, cet II, Th 1996, Pustaka
Mantiq, Solo.
2.
Dr. Muh. Said Romadhon Al
Buthi, Siroh Nabawiyah, edisi terjemah, cet ke I, Th 1999 M, Robbani Press, Jakarta .
3.
Sofiyur Rohman Al
Mubaarokafuri, Rohiqul Makhtum, edisi terjemah, cet X, Th 2001, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
4.
Abu Bakar Al Jazairi, Hadzal
Habib Muhammadur Rosululloh ya Muhib, cet tanpa tahun, Maktabah At-Tauqifiyah, Khairo.
5.
Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam,
Cet Tanpa Tahun, Muassasah Ulumul Quran, Beirut .
[15]
HR. Bukhori, Thobroni,
Baihaqi, daan Ibnu Sayyidin Nas meriwayatkan dari jalan Ibnu Ishaq dengan
tambahan.
0 comments:
Post a Comment