Ads

Untuk kelancaran Blog ini sempatkan untuk klik Iklan. Powered by Blogger.

(Cerita) Mencari Arti Kehidupan Dalam Sebuah Ujian

Oleh: Amriadi Al Masjidiy*
Jakarta, 21 Februari 2016 10:00
Tebar Suara | Tanggal 21 Februari merupakan tanggal central M mendirikan Media Online. Dia menjadi Pimpinan umum media tersebut dengan menjabat semua lapisannya. Aneh dari kesendirian itu, bisa mendapatkan 5 Citizen yang membantunya dalam peliputan berita.

Inilah hal yang luar biasa, tentunya tidak bisa semua orang mampu melakukannya. Penghasilan media online saya sendiri sudah tau bagaimana, kalau tidak ada iklan dari google adsense tentu tidak ada penghasilan yang memadai. Apalagi kalau tidak ada iklan sama sekali.

Saya mencoba kerja sama dengan sebuah iklan bernuansa Islam yaitu Halal.ad namun penghasilannya tidak cukup untuk membeli koata internet. Bagaimana dengan M yang tidak ada iklan di medianya sama sekali. Darimana dia berpenghasilan.

Usut punya usut, ternyata M hanya mengandalkan penghasilannya 200 ribu perminggu dari panahan. Saya juga sadar untuk menjalani pemberitaan yang benar itu memang sulit, terkadang sama-sama media Islam sendiri saling bentrok hanya karena beda paham.

M menjelaskan pada saya arti dari media, media itu saluran informasi yang tidak akan ada kebenarannya. Semua memiliki kepentingan masing-masing. Media jaman dulu ada benarnya dalam berita kecelakaan, namun media sekarang kecelakaan pun dapat direkayasa. Ada benarnya ketika berita olahraga, namun sekarang berita olahraga juga tidak dapat lagi diperaya.

Maka media yang jujur sangat dibutuhkan di jaman sekarang, tetapi itu hanya ada pada media kecil dan tentunya mereka itu tidak luput dari kesusahan terlebih dahulu.

Saat itu saya juga sadar M sangat kurus sekarang, dan saya dapat merasakan kalau M tidak bisa makan sehari tiga kali. Setelah saya memceritakan apa yang saya alami di saat mendirikan media yang hampir setiap hari tidak bisa makan. Akhirnya M juga menceritakan hal yang sama seperti yang saya alami dan bahkan sangat parah lagi.

Dia hanya makan gorengan yang dibuat sendiri dari campuran tepung, bowang bombai dan kangkung yang dia tanam dihalaman tempat tinggalnya. Itulah makan sehari-harinya. Saya sangat kasian padanya dan saya juga berniat untuk membesarkan medianya, namun dia menolak hal itu.

Karena saya juga memiliki media, rupanya perjuangan untuk menceritakan kebenaran itu sangat pahit rasanya dibandingkan kebohongan. Maka pantas saja netizen sekarang bisa menjadi berita. Karena warga mulai paham media massa.

Namun atas nama netizen media juga telah merampas hak suara warga dan mengarahkan pada kepentingan politik dan pemilik modal. Tentunya hal yang sensitif yang membuat media mempublikasikan apa yang dia tulis oleh para netizen.

Saya meminta kepada M untuk terus bersabar dan memohon kesediannya untuk menulis disini dengan tidak membongkar indetitasnya. Karena saya tau akan ada seribu inspirasi dan senyuman disana.

Setelah bercerita panjang lebar, saya menyerahkan sebuah buku inspirasi. Saat itu dia berkata ini buku yang bagus. ‘Bandung dulu baru Jakarta, senyum dulu baru dibaca”. Sambil tertawa saya kembali menanyakan perihal skripsinya sudah sampai mana.

Sambil tersenyum M berkata “Suatu penelitian harus dikerjakan secara mendalam dan bernilai keilmiahannya.” Oleh sebab itu dia mau menliti sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat bukan pada issue.

Saya secepatnya nanti ke Kampus untuk menyelesaikan skripsi agar kita tidak dikeluarkan.

M! Apa kamu tidak sayang pada dirimu? Bagaimana mungkin aku tidak menghargai pemberian yang sempurna ini, tegas M kepada saya.

Saya tau M tidak akan habis mau bercerita kepada saya atas segala kehidupannya, walau kami teman dekat yang sudah lama bersatu.

M sosok yang keras kepala yang telah banyak mengajarkan saya arti kesabaran dan kebenaran untuk tetap berada pada idealisme sendiri. Dia berani tidak makan demi sebuah prinsip. Berani bertindak walau tidak di gaji.

Saat itu M bekerja sebagai team club panahan di Kota Bekasi, awalnya gajinya lancar. Namun beberapa bulan ini dia tidak menerima gajinya, padahal dia dengan susah payah memperbaiki bantalan panahan, mengantarkanya kemana yang suruh oleh atasannya. Sampai suatu ketika dia pernah mengalami sakit leher akibat beratnya barang yang dibawa dan menderita tidak bisa makan selama dua hari.

Namun sampai sekarang gajinya belum diterima dan tidak ada informasi apakah dia akan menerima atau tidak. Sekarang dia tidak punya apa-apa kecuali menahan lapar setiap harinya. Saya sangat kasian dan turut perhatian selaku teman dekatnya. Tapi apa boleh buat kami sama dalam keadaan yang sama.

Dari itu saya mengerti arti kehidupan yang sesungguhnya. Hal inilah yang membuat kami tidak bisa mengerjakan skripsi dan banyak tunggakan di kampus.

Kami hanya mahasiswa dari gunung yang tidak ada peninggalan harta dari orang tua. Merantau untuk mencari jati diri, memadu nasip demi sebuah kehidupan lebih baik nantinya.

Mungkin saja kami lebih baik dari orang-orang yang tinggal dibawah jembatan dan penggusuran. Tapi kami sebagai kaum marginal memiliki hak untuk tetap hidup disini dan berhak bersuara yang sama seperti warga lainnya.

“Ketika masyarakat yang baik tidak lagi peduli pada kebaikan, saat itulah kriminalitas berkembang”

Terima kasih telah membaca cerita kami, semoga anda yang dibawah untuk tidak putus asa dalam menjalani kehidupan ini. Saya telah mengalami dan melihat langsung banyak hal penderitaan masyarakat akan kekerasan, keadilan dan kesejahteraan serta hak asasi manusia.

 Mungkin kami kaum yang lagi diuji untuk menaati perintah illahi. Karena kehidupan sesungguhnya ada pada surga nanti. Salam hangat, salam sejati. Semoga ketemu lagi pada cerita lain nanti. (tebarsuara.com)

*)tulisan inidiambil dari Amriadi.tk

Sifat Jahiliyah


Sifat Jahiliyah

Masa jahiliyah seperti yang pernah terjadi di jazirah Arab belasan abad yang silam memang telah berlalu, namun demikian pada dasarnya pemikiran akan selalu ada dan setiap kaum itu ada pewarisnya. Maka meskipun Abu Jahal dan Abu Lahab serta antek-anteknya telah tiada, akan tetapi tidak menutup kemungkinan gaya dan karakter mereka masih melekat pada sebagian ummat yang hidup di masa ini.

Syaikh Muhammad at-Tamimi, seorang imam dakwah tauhid di masanya, telah menyebutkan lebih dari seratus karakteristik jahiliyah yang kita semua diperintahkan untuk menyelisihinya. Karena keterbatasn tempat maka dalam kesempatan ini hanya kami sebutkan sebagiannya saja. Di antara yang terpenting untuk diketahui adalah sebagai berikut:

1.Syirik Dalam Beribadah
Orang-orang jahiliyah melakukan syirik atau penyekutuan di dalam beribadah dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala. Di samping memohon kepada Allah subhanahu wata’ala mereka juga memohon kepada orang orang shaleh yang telah mati, mereka meminta syafaatnya di sisi Allah dengan persangkaan bahwa Allah dan orang-orang shalih tersebut menyintai hal itu. Allah subhanahu wata’ala telah berfirman, artinya, “Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa'atan, dan mereka berkata, "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". (QS.Yunus:18).
Di dalam ayat lain disebutkan, artinya, “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (QS.az-Zumar:3)
Kemusyrikan semacam ini merupakan masalah paling besar yang diingkari oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau mengajarkan keikhlasan (pemurnian/tauhid) dalam beribadah hanya kepada Allah subhanahu wata’ala semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahukan bahwa agama yang beliau bawa adalah agama seluruh rasul, dan Allah subhanahu wata’ala tidak akan menerima kecuali orang yang ikhlas. Juga menjelaskan bahwa siapa saja yang melakukan kesyirikan dengan dasar istihsan (menganggap baik) maka Allah subhanahu wata’ala mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka.
Masalah inilah yang menjadi garis pemisah antara seorang muslim dengan seorang kafir, dan dengan sebab itulah terjadi perseteruan antara tauhid dengan syirik. Dan untuk inilah (memerangi kesyirikan) Allah subhanahu wata’ala mensyari'atkan jihad, sebagaimana difirmankan, artinya, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (QS. al-Anfal:39)
2.Bercerai Berai Dalam Agama
Di antara sifat jahiliyah adalah bercerai berai (tafarruq) dalam agama, sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wata’ala, artinya, “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. 30:31-32)
Demikian pula dalam urusan dunia, mereka juga berpecah belah, dan masing-masing memandang diri mereka yang paling benar. Maka datanglah Islam menyeru untuk bersatu dalam agama, sebagaimana difirmankan oleh Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu, “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS. Asy-Syura:13)
Kita dilarang untuk meniru-niru mereka dan dilarang berpecah belah. Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS.Ali Imran:105)
Dalam ayat sebelumnya disebutkan, artinya,
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS. Ali Imran:103)
3.Tidak Menaati Ulil Amri
Menurut mereka, menyelisihi ulul amri (pemegang urusan ummat, red) dan tidak menaati mereka merupakan keutamaan dan kemuliaan. Sedangkan mendengarkan dan taat kepada waliyul amri adalah kerendahan dan kehinaan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mendengarkan dan taat kepada ulul amri,bersabar atas kezhaliman penguasa dan memberikan nasehat kepada mereka. Beliau sangat menekankan itu, menjelaskannya serta mengulang-ulanginya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya, "Sesungguhnya Allah ridha pada kalian dalam tiga hal; "Jika kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun; Jika kalian berpegang teguh dengan tali Allah dan tidak berpecah belah; dan jika kalian saling memberi nasehat kepada orang yang diserahi oleh Allah untuk memegang urusan kalian." (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Berbagai problem yang dihadapi manusia baik dalam masalah agama ataupun keduniaan tidak lain disebabkan karena adanya masalah dalam tiga hal ini, atau salah satu dari ketiganya.

4.Membangun Agama di Atas Taqlid
Bahwa agama orang jahiliyah sebagian besarnya dibangun di atas landasan taqlid (ikut-ikutan), dan ini merupakan kaidah terbesar seluruh orang kafir baik yang dulu maupun di masa kini, sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguh nya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguh nya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". (QS.az-Zukhruf:23)
Dalam ayat lainnya disebutkan, artinya, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab, "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakan nya".Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?” (QS. 31:21)
Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang dengan menyerukan firman Allah subhanahu wata’ala, artinya, “Katakanlah, "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu.” (QS.Saba':46)
Juga firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain Nya.
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya).” (QS. Al-A'raf:3)

5. Bangga dengan Banyaknya Pengikut
Di antara prinsip yang dipegang olah kaum jahiliyah adalah merasa bangga dan terlena dengan banyaknya jumlah mereka, dan mereka menjadikanya sebagai hujjah atas kebenaran sesuatu. Dan sebaliknya mereka berhujjah bahwa yang batil adalah segala sesuatu yang asing bagi mereka dan sedikit pengikutnya.

6. Mengukur Kebatilan dengan Orang Lemah

Orang jahiliyah menganggap bahwa segala sesuatu yang pengikut nya orang-orang lemah adalah kebatilan. Mereka mengatakan sebagaimana di dalam firman Allah subhanahu wata’ala, artinya,
“Mereka berkata, "Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?"
Mereka juga menggunakan qiyas yang keliru dan mengukur kebatilan dengan kecerdasan, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, "Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya, "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja ." (QS.Hud:27)
Sumber: “Masailul Jahiliyyah Allati Khalafa fiha Rasulullah Ahlal Jahiliyyah” Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. (KM)


Mengejar Sorga Sejak di Dunia

Mengejar Sorga Sejak di Dunia

Oleh: Zainal Arifin


Sebagian orang mengukur kebahagiaannya dengan sukses di dunia semata, sementara akhiratnya terbelengkalai. Ada juga yang mengukur kebahagiaan dengan amal-amal akhirat saja, sedang kehidupan duniawinya tercerai berai. Keduanya tidak sehat.

Yang bagus adalah bila kita bisa menjadikan sukses di dunia sebagai bagian dari sukses di akhirat. Bahkan itulah sebenamya pola yang di inginkan oleh Islam.

Bagaimana caranya? Caranya dengan menjadikan semua aktifitas duniawi kita memiliki nilai-nilai kesuksesan di akhirat. Banyak pekerjaan dan prestasi yang sepertinya duniawi an-sich, tetapi bila dijalankan dengan baik dan benar mulai dari niatnya hingga tata caranya- akan menjadi prestasi sekaligus tabungan amal di akhirat. Dengan teori seperti itu, sebenamya kebutuhan kita kepada prestasi-prestasi duniawi sangat besar, dalam rangka menambah tabungan untuk akhirat tersebut. Sebab, bila kita hanya ingin memperbanyak amal kebaikan dari jalur ibadah formal, akan banyak keterbatasan yang kita hadapi. Berapa banyakkah kita mampu berpuasa sunnah? Berapa ratus raka'atkah kita mampu sholat sunnah? Bukan berarti memperbanyak ibadah formal tidak kita kejar. Tetapi yang kita lakukan adalah menambahkah kepada amal ibadah formal tersebut amal duniawi yang bemilai amal akhirat. Ibarat pepatah, sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Dengan demikian, bila amal ibadah formal kita sedikit, akan menjadi banyak dengan prestasi duniawi itu. Dan, bila amal ibadah formal kita sudah banyak, akan semakin banyak dengan tambahan amal dan prestasi duniawi tersebut. Maka, alangkah benar definisi ibadah yang dinyatakan oleh imam Ibnu Taimiyah, "lalah apa yang diridhai Allah, dari perbuatan lahir dan batin. "

Berikut ini adalah beberapa contoh prestasi dan amal duniawi yang bisa menjadi bagian dari prestasi akhirat:

1. Mencari mata pencarian
Bagi sebagian orang yang mencari mala pencarian dan penghidupan (Ma'isyah) mungkin semata-mata hanya pekerjaan duniawi. Artinya, itu hanya soal mencari makan dan minum. Atau mencari sesuap dua suap nasi, selembar dua lembar liang, untuk dirinya, maupun keluarganya.

Kita tidak boleh membatasi status pencarian penghidupan itu sebagai karya duniawi an-sich. Tetapi sebaliknya, kita harns menjadikannya sebagai bagian dari tabungan untuk kehidupan akhirat. Dengan teori seperti itu sebenamya kita mendapatkan dua keuntungan sekaligus: sukses di dunia, dan insya Allah SWT sukses pula di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, "Diantara dosa-dosa, ada dosa yang tidak bisa dihapus oleh shalat, tidak pula oleh puasa, tidak pula oleh hajj, tetapi bisa dihapus dengan kelelahan mencari mala pencarian". (HR. Thabrani). Bahkan, nafkah batin yang diberikan kepada istri sekalipun adalah tabungan untuk hari akhirat.

2. Mengalami musibah, seperti sakit dan semisalnya
Musibah yang menimpa kita, seperti sakit, ditinggal mati orang-orang yang kita cintai, dan berbagai masalah hidup yang tidak enak mernpakan peristiwa yang menghiasi kehidupan dunia kita. Sebagian orang secara sempit menganggapnya sebatas kejadian-kejadian alamo

Tetapi kita harus menjadikan semua itu tabungan untuk kehidupan akhirat kelak. Dengan cara menyabarkan diri, memohon balasan dari Allah SWT serta menyimpannya sebagai tabungan (ihtisab) di sisi-Nya. Pada saat yang sama kita berobat bila kita sakit, mencari jalan keluar bila ada kesulitan, serta berikhtiar menyelesaikan segala masalah dan musibah yang terjadi. Rasulullah SA W bersabda, "Tidaklah kesulitan dan sakit menimpa seorang muslim, tidak juga kegalauan, kesedihan, duka dan behan, hingga duri yang mengenai kakinya, kecuali menjadi penebus sebagian dari kesalahan-kesalahannya". (HR. Bukhori dan Muslim, dari Abu Said dan Abu Hurairah).

Dalam kesempatan lain, Rasulullah SAW juga menegaskan, bahwa Allah SWT dalam hadist Qudsi berfirman, "Tidaklah ada balasan bagi seorang hambaKu bila aku dipanggil orang yang di cintainya dari dunia, lalu ia bersabar dan memohon balasan (kepada-Ku) kecuali baginya adalah surga". (HR. Bukhori dari Abu Hurairah).

3. Menuntut Ilmu Salah satu karya dan prestasi duniawi yang dilakukan banyak orang adalah menuntut ilmu. Dari ilmu itu orang lantas memiliki beragam keahlian, yang dengannya ia menopang tuntutan hidupnya di dunia. Tetapi kita harus menjadikannya sebagai kesuksesan akhirat. Dengan cara bersabar menekuni ilmu yang kita tuntut hingga sampai pada taraf ahli, mengajarkan ilmu tersebut, serta memanfa'atkannya untuk maslahat Islam, kaum muslim in, secara kemanusiaan pada umumnya. Tak berlebihan, bila orang-orang yang berilmu, secara teori lebih bisa takut kepada Allah SWT. Tak berlebihan pula, bila Allah SWT menjanjikan bagi orang-orang yang beriman dan menuntut ilmu derajat yang tinggi.

4. Melakukan pekerjaan 'ringan' dan terkesan 'sepele'. Banyak pekerjaan duniawi yang terkesan kecil dan biasa. Tetapi ia sebenamya bisa menjadi tabungan amal di akhirat. Seperti meminggirkan duri dari jalanan. ltu pekerjaan sepele, tetapi dengan niat menabung amal di sisi Allah SWT, ia akan berubah menjadi amal shalih di sisi Allah SWT. Juga tersenyum kepada sesama saudara muslim, mengucapkan salam, mengasihi binatang. Rasulullah SA W pemah mengisahkan tentang wanita nakal yang di ampuni Allah SWT dan di masukan ke surga, setelah memberi air minum seekor anjing yang nyaris mati kelaparan. Akhimya wanita itu yang mati. Sebaliknya, dalam riwayat lain, dari Ibnu Umar, Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan kisah tentang seorang wan ita yang masuk neraka karena mengerangkeng seekor kucing. Kucing itu tidak ia beri makan hingga mati.

5. Melakukan pekerjaan-pekerjaan yang terkait dengan memakmurkan bumi. Dalam beberapa ayat Allah SWT melarang kita melakukan kerusakan di muka bumi. Sebaliknya, Allah SWT menyuruh kita memakmurkan bumi, memanfa'atkan sebaik mungkin. Bumi dan segala yang ada di atasnya di peruntukkan Allah SWT bagi manusia. "Dialah Allah, yang manjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu". (QS Al-Baqoroh: 29). Dalam ayat lain Allah berfirman, "Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya, dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. " (QS Al-Mulk: 15).

Karenanya, segala profesi dan prestasi yang terkait dengan memakmurkan bumi bisa bemilai tabungan amal shalih di akhirat kelak. Melindungi hutan dari penebangan liar, menjaga kebersihan kali, memaksimalkan kekayaan laut, mengeluarkan tambang di perot bumi, memperjuangkan proyek-proyek penjagaan lingkungan, melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat, juga memberdayakan potensi-potensi alam dengan tekhnologinya, demi maslahat kehidupan umat manusia adalah sedikit contoh dari memakmurkan bumi.

Maka, siapa saja dari kaum muslim in yang menekuni profesi-profesi tersebut harus bangga dan bersyukur, karena mereka punya tempat menabung amal shalih yang besar untuk hari akhir kelak melalui profesi-profesi tersebut. Yang dibutuhkan tinggal bagaimana menjalaninya dengan ikhlas untuk Allah SWT dan dengan tata cara yang halal, serta mendukung profesi tersebut dengan kemampuan dan keahlian yang semestinya.

6. Melakukan pekerjaan yang dampak baiknya dirasakan banyak orang. Tabungan untuk hari akhirat juga bisa kita lakukan pada pekerjaan duniawi yang maslahatnya berpulang kepada orang lain, terutama bila orang itu dalam jumlah besar. Baik karena posisi pekerjaan itu strategis, atau memang secara langsung bersinggungan dan berurusan dengan orang banyak.

Pemahkah kita menyadari betapa berharganya pekerjaan para tukang sampah? Bukankah jerih payah mereka mengangkuti sampah menjadikan ribuan orang merasa nyaman? Demikian juga pekerjaan lain, para dokter yang dengan berani mengunjungi wilayah-wilayah konflik dan perang untuk menyelamatkan ratusan nyawa, mengobati ribuan korban luka-Iuka.

Atau mereka yang berada di tempat strategis yang berkait erat dengan maslahat orang banyak. Seperti pekerjaan anggota dewan yang menggolkan undang-undang tertentu bagi kebaikan umat, misalnya, seorang pemilik perusahaan yang mengkaryakan ribuan orang, begitu seterusnya. Termasuk dalam hal ini adalah mereka yang prestasinya dinikmati masyarakat luas secara terns menerus tanpa putus asa. ltulah yang kita kenaI dengan 'amal jariyah '.

Seperti dalam istilah Rasulullah SAW, "Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. " Atau dalam bahasa al-Qur'an, beratnya timbangan amal tentu juga dipengaruhi oleh banyak sedikitnya amal. "Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. " (QS Al-Qori 'ah: 6- 7).

Begitulah, semangat menabung untuk hari akhirat, harus kita cari dari segala kesibukan kita di dunia, tidak saja dengan ibadah formal. Dengan begitu kita bisa sebanyak mungkin menanam kebaikan. Barang siapa menanam kebaikan akan menuai kebahagiaan.

Nilai-nilai luhur itu pula yang di tanamkan Luqman AI-Hakim kepada anaknya tercinta, "Hai anakku sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkan (balasan)nya. " (QS Luqman 16). Semoga Allah SWT masih memberi kita kesempatan, untuk menabung sebanyak mungkin prestasi dan amal kebaikan.



Tunjukkan kami Jalan Yang Lurus


Tunjukkan kami Jalan Yang Lurus

Oleh: Dr. Amir Faishol Fath

Tunjukkan kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugrahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat". (Al Fatihah:6-7)

Ayat di atas yang selalu kita baca dalam salat adalah bagian dari surat Al-Fatihah. Dalam sehari minimal kita membacanya lima kali setiap permulaan rakaat sembahyang yang kita tegakkan. Didalamnya terkandung permohonan agar ditunjukkan jalan yang lurus. " Ihdinash shiraathal mustaqiim" demikian teks aslinya, suatu istilah yang selalu berulang dengan versi yang berbeda di berbagai tempat dalam Al-Qur'an. Dalam Al-Baqarah:142 Allah berfirman: "Katakan: Timur dan Barat kepunyaan Allah, Dia beri petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya ke jalan yang lurus". Istilah yang sama juga disebutkan dalam Azzukhruf:64, Al Mulk:22 dan lain sebagainya. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa bila suatu hal diulang berkali-kali dalam Al-Qur'an itu menunjukkan penting dan agungnya hal tersebut. Sudah barang tentu bahwa merambah jalan lurus adalah merupakan dambaan setiap insan. Hanya saja masih banyak dari manusia yang belum mengetahui atau pura-pura tidak tahu apa maksud dari jalan lurus ini?
Secara sederhana –seperti yang diungkap Imam Tabari- jalan lurus adalah jalan yang jelas dan tidak berliku-liku. Jalan yang segera menghantarkan ke tempat tujuan. Surat Al-Fatihah sendiri menjawab: Jalan lurus yang dimaksud adalah: jalan orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, itulah orang-orang yang bahagia, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula orang-orang yang sesat. Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam mengartikan orang yang dimurkai adalah kaum Yahudi, dan orang yang sesat adalah kaum Nasrani. (lihat, Ibn Katsir, Tafsirul Qur'anil azhiim, jild,I, hal5-54, Riyadh, 1998). Ibn Abi Hatim, seperti dinukil Ibn Katsir menyebutkan hasil penelitiannya yang mendalam bahwa tidak ada satupun ulama yang mengingkari penafsiran ini.

Dan ini benar, sebab setiap kali para Nabi datang kepada mereka (baca:Yahudi) menunjukkan jalan yang lurus, mereka menolaknya. Mereka memilih jalan yang mereka sukai. Yang diharamkan mereka halalkan dan yang dihalalkan mereka tinggalkan. Tidak hanya itu, para nabi yang berusaha menunjukkan jalan lurus itu, malah mereka bunuh. Perhatikan surat Al-baqarah:61 berkisah begaimana kebejatan akhlak kaum Yahudi itu: "…Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh nabi-nabi tanpa kebenaran, yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan adalah mereka melampauwi batas". Adapun kesesatan kaum Nasrani adalah karena ajaran agama Kristen yang ada sekarang –sebagaimana diakui sejarawan Barat sendiri- bukan agama yang asli, melainkan banyak di dalamnya karangan Jhon Paul. Sementara Jhon Paul sendiri adalah orang Yahudi.

Dari sini nampak mengapa Rasulullah mengartikan adh-daalliin dengan orang Nasrani. Karena mereka secara fakta sejarah disesatkan oleh seorang Yahudi bernama Jhon Paul. (lihat misalnya: Hyam Maccoby, The Mythmaker Paul and Invention of Christianity,Gorge Weiden feld and Nicalson Limited London, 1986)

Jelasnya, baik yang dimurkai Allah maupun orang yang sesat mereka dalam kategori Al-Qur'an –sebagimana ditegaskan surat Al-Fatihah- tidak berada dalam jalan yang lurus.

Dalam suarat Ali Imran:51, dijelaskan bahwa jalan lurus adalah menyembah Allah, artinya jika menyembah selain Allah maka ia berada pada jalan yang sesat. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus". Ditegaskan lagi dalam surat yang sama:101: "Dan barang siapa yang berpegang teguh dengan (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus". Dalam surat Maryam:36, hakikat yang sama ditegaskan lagi: " Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian, ini adalah jalan yang lurus".

Dalam surat Al An'am:39, disebutkan bahwa kebalikan dari jalan lurus adalah kesesatan. Artinya siapapun yang tidak mengikuti ajaran Allah ia pasti sesat: "Barangsiapa dikehendaki Allah (menjadi sesat) niscaya akan disesatkan-Nya, dan barangsiapa dikehendaki Allah untuk diberinya petunjuk niscaya Dia akan menjadikannya berada di atas jalan yang lurus". Di surat yang sama:161, ditegaskan bahwa agama Islam yang dibawa Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam adalah agama yang sama dengan agama Nabi Ibrahim, dan inilah jalan yang lurus: "Katakanlah: sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik".

Para ulama yang mendalami ilmu munasabat (keterkaitan antar ayat dan antar surat-surat Al-Qur'an) banyak yang menafsirkan makna sirathal mustaqim dengan Al-Qur'an. Perhatikan – kata mereka – hubungan antara Al-Fatihal dan Albaqarah?

Mengapa Surat Al-Baqarah langsung dimulai dengan ungkapan "dhalikal kutaabu laa raiba fiihi" (itulah kitan yang tiada keraguan di dalamny). Di sini seakan terkandung sebuah jawaban: yaitu ketika seorang hamba mohon "ihdinashshiraathal mustaqiim" (yaa Allah tunjukilah kami jalan yang lurus), Allah langsung mejawabnya : "dhalikal kutaabu laa raiba fiihi". Dengan pemahaman ini jalan lurus itu Al-Qur'an. Di dalamnya terdapat seluruh petunjuk kebenaran yang tidak akan pernah menyesatkan. Kebenaran yang menghantarkan pengikutnya menuju tujuan kebahagaiaan di dunia dan akhirat. Dalam surat AnNur:46 Allah berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat(Al-Qur'an) yang menjelaskan (halal dan haram). Dan Allah memimpin siapa yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus". Di sini nampak dengan jelas bahwa jalan lurus itu Al-Qur'an. Siapa yang mengiktui Al-Qur'an maka ia berada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengingkarinya atau mengingkari sebagian isinya maka ia tersesat. Sudah barang tentu bahwa dinatara ajaran Al-Qur'an mengikuti sunnah Raslullah. Dengan demikian pengertian jalan lurus di sini bukan semata mengikuti Al-Qur'an dengan meninggalkan As-Sunnnah seperti yang dilakukan "qur'aniyyuun". Melainkan keduanya: Al-Qur'an dan As Sunnah harus sama-sama ditegakkan.

Kematian Itu Pasti


Kematian Itu Pasti

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Allah SWT telah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 78 yang artinya, "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." Dalam surat yang lain, Allah berfirman yang artinya, "Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." Rasulullah saw. juga bersabda yang artinya, "Barang siapa yang suka berjumpa dengan Allah, Allah pun suka untuk berjumpa dengannya. Barang siapa yang benci berjumpa Allah, Allah pun benci untuk berjumpa dengannya."

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Hani, seorang budak milik Utsman bin Affan, bercerita, "Bila Utsman bin Affan r.a. berhenti di sebuah kuburan, ia menangis tersedu hingga air matanya membasahi jenggotnya. Seseorang lalu bertanya kepadanya, "Wahai Utsman, mengapa bila engkau mengingat surga dan neraka, engkau tidak menangis. Sementara bila engkau mengingat kubur engkau pun menangis?" Utsman menjawab, "Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, "Kubur adalah awal tempat tinggal dari tempat tinggal akhirat. Bila seseorang berhasil (menghadapinya), apa yang setelah itu akan lebih mudah. Namun, bila ia tidak berhasil (menghadapinya), apa yang setelah itu akan lebih sulit." Lalu Utsman berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Saya belum pernah melihat sebuah pemandangan pun, kecuali kuburan itu lebih mengerikan darinya."

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Iman kepada hari akhir adalah bagian dari rukun iman yang enam. Sayangnya, sebagian kaum muslimin pura-pura tidak mengerti atau meremehkannya. Mereka melarikan diri dari hakikat gamblang yang mengatakan, "Siapa pun yang memiliki permulaan, pasti akan berakhir." Orang yang pura-pura tidak mengerti atau meremehkan hari akhir senantiasa menginginkan untuk tenggelam dalam kenikmatan dunia yang fana. Mereka ingin hidup sebagaimana binatang ternak hidup, bahkan mereka lebih sesat dari para binatang itu. Apakah mereka belum mendengar sabda Rasulullah saw. yang artinya,
"Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan, yaitu kematian."

Hari akhir, bila dikaitkan dengan manusia, bermula ketika roh berpisah dengan jasad atau disebut juga dengan kematian. Kematian ini berawal ketika dua malaikat maut datang kepada seseorang. Bila ia muslim yang saleh, malaikat maut akan memujinya dan berkata, "Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan." Namun, bila ia bukan orang saleh, kedua malaikat itu akan berkata, "Semoga Allah tidak membalasmu dengan kebaikan."

Seorang mukmin yang jujur dan benar tidak akan cemas dengan kematian. Namun, ia senang untuk berjumpa dengan Allah. Ia akan menyiapkan dirinya untuk menghadapi ujian dan pertanyaan dalam kubur, hari kiamat dan hari perhitungan.
Wahai hamba Allah, manakala kematian itu datang kepadamu, engkau sebaiknya dalam kondisi husnudzhan (berprasangka baik) kepada Allah. Hendaknya lisanmu terus-menerus mengucapkan dua kalimat syahadat hingga roh itu diserahkan dan bersifat tenang untuk menghadapi kematian. Karena, merasa senang berjumpa Allah merupakan tanda-tanda keramahan Allah kepadamu. Ini berdasarkan kepada sabda Rasulullah saw. yang artinya, "Jangalah salah seorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah."
Sementara, orang yang menolak fikrah kematian atau takut dengan kematian, maka ia---kita berlindung kepada Allah dari-Nya--berputus asa dari rahmat Allah, seperti pencuri dan perusak, bagaimanakah azab mereka di kubur dan hari akhir kelak? Maka, jadilah engkau wahai kaum muslimin, mempersiapakan diri untuk berjumpa dengan Allah dan itu bisa ditempuh dengan istikamah dan menyampaikan yang hak kepada pemiliknya.

Wahai kaum muslimin, wahai saudaraku seiman di mana saja berada, pada saat ini banyak isu yang beredar yang mengatakan bahwa hari kiamat akan terjadi pada tahun 2000 sekian. Dasar mereka adalah bahwa hari kiamat terikat dengan kehancuran Masjidil Aqsa yang diberkahi dan pembangunan Haikal di atas keruntuhannya. Kemunculan Isa Al-Masih telah dekat waktunya sebagaimana yang mereka khayalkan. Demikianlah perkataan gereja-gereja Barat yang berbau Yahudi di Amerika. Perkataan ini tidak ada dasarnya sama sekali. Karena, sesungguhnya turunnya Isa Al-Masih dari langit digolongkan sebagai tanda-tanda kiamat besar. Dan, tidak didapatkan dalil apa pun yang menunjukkan atas dekatnya tanda-tanda hari kiamat yang besar. Sementara, tanda kiamat kecil sebagian besar telah terlihat dan itu ada di tengah masyarakat kita, seperti menyebarnya riba, memutus hubungan rahim (kekeluargaan), durhaka terhadap orang tua, dan sebagainya. Akan tetapi, penampakan tanda-tanda kiamat kecil ini tidak bisa diartikan secara darurat bahwa hari kiamat telah dekat. Karena, kapan hari kiamat itu akan datang hanya Allah sematalah yang mengetahuinya.

Maasyiral muslimin, daripada kita menghabiskan waktu untuk memikirkan sesuatu yang merupakan ilmu Allah, lebih baik kita berpikir bagaimana menjumpai Allah? dan bagaimana mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian? Di atas din apa kita akan mati?

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Kematian adalah sunah Allah terhadap para makhluk-Nya. Kematian adalah gelas yang setiap orang pasti meminumnya. Maka, janganlah kalian lalai dari kematian, itu adalah sesuatu yang pasti terjadi pada semua makhluk Allah, termasuk para nabi dan rasul sampai nabi Muhammad sekalipun.

Abdullah bin Mas'ud menuturkan, "Kami berkumpul di kediaman umul mukminin Aisyah.
Rasulullah saw. kemudian melihat kami , maka meneteslah kedua air matanya. Lalu beliau memberitahukan kematiannya kepada kami, beliau berkata, "Selamat datang, semoga Allah memanjangkan umur kalian dalam kedamaian, semoga Allah menjaga kalian, melindungi kalian, mengumpulkan kalian, memberikan kemenangan kepada kalian, meridai kalian, saya menasihati kalian dengan takwa kepada Allah dan Allah menasihati kalian dan saya meninggalkannya atas kalian," saya berkata, "Ya Rasulullah kapankah ajal engkau? beliau bersabda, "Telah dekat ajal, dan tempat kembali kepada Allah, kepada sidratul muntaha, jannatul ma'wa dan firdaus a'la."

Dan, manakala ajal itu telah dekat, datanglah Jibril a.s. dan berkata, "Wahai Ahmad, ini adalah malaikat maut meminta izin kepadamu, ia belum pernah meminta izin kepada manusia pun sebelum kamu dan tidak akan meminta izin kepada seorang pun setelahmu." Ia berkata, "Ijinkanlah ia." Maka masuklah malaikat maut dan berhenti di hadapan nabi lalu berkata, "Sesungguhnya Allah mengutusku kepadamu, dan memerintahkan kepadaku untuk menaatimu. Bila engkau menyuruhku untuk mencabut nyawamu, niscaya aku akan mencabutnya, dan bila engkau menyuruhku untuk meninggalkannya saya akan meninggalkannya." Maka berkatalah Rasululah, "Dan engkau akan melakukannya wahai malaikat maut?" Malaikat maut berkata, "Begitulah saya diperintahkan untuk menaatimu." Jibril berkata, "Ya Ahmad, sesungguhnya Allah rindu kepadamu." Rasulullah berkata, "Lanjutkan apa yang telah diperintahkan wahai malaikat maut." Berkatalah jibril, "Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepadamu wahai Rasulullah, ini adalah akhir tempat tinggalku di muka bumi. Sesungguhnya itulah kepentinganku di dunia."

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Sadarkan dan bangunkanlah hati kalian, agar kalian tidak terjerumus ke dalam kemungkaran dan kehancuran. Apakah orang yang beriman dengan azab kubur, akan berani kepada Allah dan mencela din-Nya. Apakah orang yang beriman dengan pertemuan kepada Allah akan melakukan zina, bermuamalah dengan riba, dan memakan harta anak yatim secara zalim? Sesungguhnya kematian wahai maasyiral muslimin rahimakumullah sesuatu yang pasti. Pertemuan dengan Allah adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi. Dalam sebauah hadis Rasulullah saw. bersabda, "Tidak masuk neraka siapa yang menangis karena takut kepada Allah sehingga air susu itu kembali lagi ke kantong kelenjar susu." Wallahu a'lam.


Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

La Tahzan (Don't be Sad)


La Tahzan (Don't be Sad)

Judul di atas tertempel di meja kerja seorang teman. Wajahnya cerah menyimpan genangan air keikhlasan. Tatapan matanya berbinar seakan
tak ada rasa letih menghadapi gelombang kehidupan. Senyuman menghiasi dan membuktikan dia adalah orang yang menyenangkan.

Aku terheran-heran, hadirku ke dia karena kabar ujian hidup yang besar. Istrinya stroke, sebelah badannya lumpuh, anak pertamanya lahir cacat dengan kaki mengecil sebelah dan jalannya harus ditopang kruk. Tiga anaknya yang lain terserang hepatitis sehingga pertumbuhannya terhambat dan bayinya yang masih merah harus menjalani
terapi biru (penyinaran fototerapi dengan lampu biru) karena terindikasi adanya penumpukan bilirubin (bayi kuning).

Namun semua tak membuat dia sedih,''Kenapa kamu tidak sedikitpun nampak sedih, padahal ujian berat sedang menimpa ?'' tanyaku. Dengan  tersenyum dia menjawab,''Saya manusia biasa tak luput dari rasa sedih, tapi kesedihan bukan penyelesai masalah, maka aku tulis 'La
Tahzan' dan tambahan Don't be Sad dari istriku agar aku tidak larut dengan kesedihan dalam menghadapi ujian''.

Kejadian diatas mengingatkan saya pada sebuah kitab yang dikarang oleh Dr. Aidh Al-Qarni yang berjudul La Tahzan yang tarjimnya diterbitkan oleh Qisthi press. Pada kitab tersebut diurai berbagai ujian yang menimpa manusia dan diberikan solusi agar tidak bersedih menghadapi semua ujian tersebut. Pada salah satu bahasannya memberikan resep agar tidak bersedih yaitu :
1) Percaya sepenuhnya kepada Allah.
2) Kesadaran bahwa semua yang telah Allah takdirkan akan terjadi.
3) Sabar adalah senjata paling ampuh yang dipergunakan oleh orang yang mendapat ujian. 4)Jika tidak sabar lalu apa yang bisa dilakukan. Dan tidak akan terbantu hanya dengan perasaan resah.
5) Mungkin saja akan berada dalam kondisi yang lebih jelek daripada kondisi saat ini.
6) Dari waktu ke waktu jalan keluar akan selalu
terbuka.

Memang dengan menerapkan resep diatas secara ruhiyah akan ter lapangkan diri ini dari heterogenitas problem kehidupan. Meletakkan setiap permasalahan pada porsi jiwa yang benar adalah obat mujarab untuk membuang rasa sedih gundah gulana. Pelajaran agar perilaku hidup yang gampang larut dalam duka terkikis habis oleh sifat sabar dan selalu memandang hari 'tomorrow will be better'. La Tahzan, sabar
dan optimisme bahwa setiap problem pasti ada jalan keluarnya, setiap penyakit ada obatnya.

Selanjutnya marilah kita renungkan kiat-kiat bahagia yang disarikan oleh seorang Doktor hadits yang hafizh ini :
Sadarilah bahwa jika Anda hidup hanya dalam batasan hari ini saja, maka akan terpecahlah pikiran Anda, akan kacau semua urusan, dan akan semakin menggunung kesedihan dan kegundahan diri Anda. Inilah makna sabda Rasulullah SAW ''Jika pagi tiba, janganlah menunggu sore, dan
jika sore tiba, janganlah menunggu hingga waktu pagi''. Lupakan masa lalu dan semua yang pernah terjadi, karena perhatian yang terpaku pada yang telah lewat dan selesai merupakan kebodohan dan kegilaan.

Jangan menyibukkan diri dengan masa depan, sebab ia masih berada di alam ghaib. Jangan mudah tergoncang oleh kritikan. Jadilah orang yang teguh pendirian, dan sadarilah bahwa kritikan itu akan mengangkat harga diri Anda setara dengan kritikan tersebut. Beriman kepada
Allah, dan beramal shaleh adalah kehidupan yang baik dan bahagia.
Barangsiapa menginginkan ketenangan, keteduhan, dan kesenangan maka dia harus berdzikir kepada Allah. Persiapkan diri Anda untuk menerima kemungkinan terburuk. Berfikirlah tentang nikmat, lalu bersyukurlah.
Anda dengan semua yang ada pada diri Anda sudah lebih banyak daripada yang dimiliki orang lain. Dari waktu ke waktu selalu ada jalan keluar. Dengan musibah hati akan tergerak untuk berdo'a. Musibah itu akan menajamkan nurani dan menguatkan hati. Sesungguhnya setelah
kesulitan itu akan ada kemudahan. Jangan pernah hancur hanya karena perkara-perkara yang sepele. Jangan marah, jangan marah, jangan marah !!. (dan langit ter dapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu)(QS Adz-Dzariyat:22). Kebanyakan
yang anda takutkan tidak pernah terjadi. Pada orang-orang yang ditimpa musibah itu ada suri tauladan. Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan memberikan cobaan atas mereka.

Anda harus melakukan perbuatan yang baik dan membuahkan dan tinggalkan kekosongan. Tinggalkan semua kasak-kusuk, dan jangan percaya kepada kabar burung. Kedengkian dan keinginan Anda yang kuat untuk membalas dendam itu hanya akan membahayakan Anda sendiri, lebih besar daripada bahaya yang menimpa pihak lawan. Semua musibah yang menimpa diri Anda adalah penghapus dosa-dosa.

Hidup memang tidak untuk larut dalam kesedihan yang berkepanjangan.

Hidup juga bukan media untuk memuja-muja kegembiran, semua telah diatur berdasarkan regulasi langit yang menjadi hak absolute dari Sang Pencipta. Sebagai mahluk, manusia dibekali dengan apa yang disebut rasa, ada rasa sedih, ada rasa gembira, ada rasa takut, ada rasa gembira, dan berbagai rasa lainnya. Kini yang dituntut adalah bagaimana mampu memanage rasa itu untuk stabil berada dalam ketentuan
Tuhan.
Maka sungguh berartinya tulisan 'La Tahzan (Don't be Sad) itu.