Tunjukkan kami
Jalan Yang Lurus
Oleh: Dr. Amir Faishol Fath
Tunjukkan kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugrahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat". (Al Fatihah:6-7)
Ayat di atas yang selalu kita
baca dalam salat adalah bagian dari surat
Al-Fatihah. Dalam sehari minimal kita membacanya lima kali setiap permulaan rakaat sembahyang
yang kita tegakkan. Didalamnya terkandung permohonan agar ditunjukkan jalan
yang lurus. " Ihdinash shiraathal mustaqiim" demikian teks aslinya,
suatu istilah yang selalu berulang dengan versi yang berbeda di berbagai tempat
dalam Al-Qur'an. Dalam Al-Baqarah:142 Allah berfirman: "Katakan:
Timur dan Barat kepunyaan Allah, Dia beri petunjuk kepada siapa yang
dikehendakinya ke jalan yang lurus". Istilah yang sama juga
disebutkan dalam Azzukhruf:64, Al Mulk:22 dan lain sebagainya. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa bila suatu hal diulang
berkali-kali dalam Al-Qur'an itu menunjukkan penting dan agungnya hal tersebut.
Sudah barang tentu bahwa merambah jalan lurus adalah merupakan dambaan setiap
insan. Hanya saja masih banyak dari manusia yang belum mengetahui atau
pura-pura tidak tahu apa maksud dari jalan lurus ini?
Secara sederhana –seperti yang
diungkap Imam Tabari- jalan lurus adalah jalan yang jelas dan tidak
berliku-liku. Jalan yang segera menghantarkan ke tempat tujuan. Surat
Al-Fatihah sendiri menjawab: Jalan lurus yang dimaksud adalah: jalan
orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, itulah orang-orang yang bahagia,
bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula orang-orang yang sesat.
Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam mengartikan orang yang dimurkai adalah
kaum Yahudi, dan orang yang sesat adalah kaum Nasrani. (lihat, Ibn Katsir,
Tafsirul Qur'anil azhiim, jild,I, hal5-54, Riyadh , 1998). Ibn Abi Hatim, seperti dinukil
Ibn Katsir menyebutkan hasil penelitiannya yang mendalam bahwa tidak ada
satupun ulama yang mengingkari penafsiran ini.
Dan ini benar, sebab setiap kali
para Nabi datang kepada mereka (baca:Yahudi) menunjukkan jalan yang lurus,
mereka menolaknya. Mereka memilih jalan yang mereka sukai. Yang diharamkan
mereka halalkan dan yang dihalalkan mereka tinggalkan. Tidak hanya itu, para
nabi yang berusaha menunjukkan jalan lurus itu, malah mereka bunuh. Perhatikan surat Al-baqarah:61
berkisah begaimana kebejatan akhlak kaum Yahudi itu: "…Hal itu (terjadi)
karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh nabi-nabi tanpa
kebenaran, yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan adalah mereka melampauwi
batas". Adapun kesesatan kaum Nasrani adalah karena ajaran agama Kristen
yang ada sekarang –sebagaimana diakui sejarawan Barat sendiri- bukan agama yang
asli, melainkan banyak di dalamnya karangan Jhon Paul. Sementara Jhon Paul
sendiri adalah orang Yahudi.
Dari sini nampak mengapa
Rasulullah mengartikan adh-daalliin dengan orang Nasrani. Karena mereka secara
fakta sejarah disesatkan oleh seorang Yahudi bernama Jhon Paul. (lihat
misalnya: Hyam Maccoby, The Mythmaker Paul and Invention of Christianity,Gorge
Weiden feld and Nicalson Limited London, 1986)
Jelasnya, baik yang dimurkai
Allah maupun orang yang sesat mereka dalam kategori Al-Qur'an –sebagimana
ditegaskan surat
Al-Fatihah- tidak berada dalam jalan yang lurus.
Dalam suarat Ali Imran:51,
dijelaskan bahwa jalan lurus adalah menyembah Allah, artinya jika menyembah
selain Allah maka ia berada pada jalan yang sesat. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu maka sembahlah
Dia, inilah jalan yang lurus". Ditegaskan lagi dalam surat yang sama:101: "Dan barang siapa yang berpegang teguh dengan (agama)
Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus".
Dalam surat
Maryam:36, hakikat yang sama ditegaskan lagi: "
Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia oleh kamu
sekalian, ini adalah jalan yang lurus".
Mengapa Surat Al-Baqarah
langsung dimulai dengan ungkapan "dhalikal kutaabu laa raiba fiihi"
(itulah kitan yang tiada keraguan di dalamny). Di sini seakan terkandung sebuah
jawaban: yaitu ketika seorang hamba mohon "ihdinashshiraathal mustaqiim"
(yaa Allah tunjukilah kami jalan yang lurus), Allah langsung mejawabnya : "dhalikal kutaabu laa raiba fiihi". Dengan
pemahaman ini jalan lurus itu Al-Qur'an. Di dalamnya terdapat seluruh petunjuk
kebenaran yang tidak akan pernah menyesatkan. Kebenaran yang menghantarkan
pengikutnya menuju tujuan kebahagaiaan di dunia dan akhirat. Dalam surat AnNur:46 Allah
berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat(Al-Qur'an) yang
menjelaskan (halal dan haram). Dan Allah memimpin siapa yang dikehendakiNya
kepada jalan yang lurus". Di sini nampak dengan jelas bahwa jalan lurus itu Al-Qur'an. Siapa
yang mengiktui Al-Qur'an maka ia berada pada jalan yang lurus dan siapa yang
mengingkarinya atau mengingkari sebagian isinya maka ia tersesat. Sudah barang
tentu bahwa dinatara ajaran Al-Qur'an mengikuti sunnah Raslullah. Dengan
demikian pengertian jalan lurus di sini bukan semata mengikuti Al-Qur'an dengan
meninggalkan As-Sunnnah seperti yang dilakukan "qur'aniyyuun".
Melainkan keduanya: Al-Qur'an dan As Sunnah harus sama-sama ditegakkan.
0 comments:
Post a Comment