NASEHAT
UNTUK IKHWAN DAN AKHWAT
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Bagian pertama
dari Tiga Tulisan [1/3]
Sikap terhadap AlQur`an dan
mengenai amar Ma`ruf Nahi Munkar
Inilah nasehatku kepada ikhwan
dan akhwat fillah pada khususnya, dan kepada seluruh manusia pada umumnya.
Inilah nasehatku buat kalian dan juga buat diriku sendiri. Yaitu ; hendaklah
kita senantiasa memperhatikan Al-Qur'an, merenungi makna-maknanya.
mengahafalnya di luar kepala, tamak untuk terus menerus membacanya, sesekali membaca
dengan cara melihat pada mushaf, kali lain membaca dengan hafalan tanpa melihat
mushaf. Manakala pembaca Al-Qur'an tergolong yang sudah hafal maka
ditindaklanjuti dengan merenungi, memikirkan, dan mencari faedah dari apa yang
dibaca. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah :
"Artinya : Ini
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai pikiran". (Shad : 29).
Adapun pelaksanaannya yaitu
dengan pengamalan, pemahaman dan pendalaman. Allah subhanahu wa Ta'ala telah
menurunkan Al-Qur'an untuk diamalkan, dikaji dan didalami. Allah berfirman :
"Artinya : Dan
Al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia
dan bertaqwalah agar kamu diberi rahmat". (Al-An'am :
155).
Al-Qur'an ini diturunkan
untuk diamalkan dan diikuti. Tidak semata-mata hanya untuk dibaca dan dihafal.
Karena menghafal dan membaca itu sekedar perantara saja. Adapun yang
dimaksudkan adalah memahami kitab dan sunnah disertai dengan keimanan kepada
Allah dan Rasul-Nya dan melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan
larangan-larangannya. Hal itu terkumpul dalam perintah Allah Ta'ala di dalam
surat At-Taubah
: 71.
"Artinya :
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan)
yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat
dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah ; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (At-Taubah : 71).
Ayat ini merupakan kumpulan
dari ayat-ayat yang secara menyeluruh menjelaskan sifat-sifat mukmin dan
mukminat dan akhlaknya yang agung serta apa-apa yang diwajibkan atas mereka.
Maka firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong sebagian yang lain". (At-Tubah : 71).
Ayat ini menunjukkan bahwa
sesungguhnya mukminin dan mukminat, mereka itu adalah saling menjadi wali satu
sama lain, mereka saling memberi nasehat dan saling mencintai karena Allah dan
saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran dan saling tolong menolong
dalam kebajikan dan taqwa. Demikian sifat mukminin dan mukminat.
Seorang mukminin menjadi wali
atas saudaranya fillah, yang laki-laki dan perempuan. Seorang mukminat
menjadi wali bagi saudaranya fillah, baik yang laki-laki dan perempuan.
Masing-masing diantara mereka merasa senang terhadap kebaikan (yang diperoleh)
saudaranya. Mereka mendoakan kebaikannya, turut bahagia atas keistiqamahan
saudaranya dan mencegah keburukan yang akan menimpanya, tidak melakukan ghibah
padanya, tidak berbicara yang dapat menjatuhkan kehormatannya, tidak
mengadu domba tidak memberikan persaksian palsu atasnya dan tidak memakinya,
serta tidak memanggilnya dengan panggilan bathil. Demikianlah akhlak mukminin
dan mukminat.
Manakala kau dapatkan dirimu
menyakiti saudaramu fillah baik laki-laki atau perempaun misalkan dengan
mengghibah, mencela, mengadu domba atau mendustainya dan lain
semisalnya, ketahuilah bahwa keimananmu kurang atau engkau adalah orang yang
lemah iman. Seandainya keimananmu itu benar-benar lurus lagi sempurna, niscaya
kamu tidak akan mendhalimi saudaramu atau melakukan ghibah dan adu
domba, atau memanggilnya dengan panggilan-panggilan bathil, atau memberikan
persaksian palsu atau sumpah palsu atau mencacinya dan semisalnya. Maka
keimanan kepada Allah, dan rasul-Nya, taqwa kepada Allah, kebaikan dan hidayah,
kesemuanya itu mencegah seseorang melakukan tindakan yang menyakitkan
saudaranya fillah baik laki-laki atau wanita. Mereka dilarang melakukan ghibah,
cacian, kedustaan, memanggil dengan sebutan yang bathil, mempersaksikan
dengan kedustaan dan berbagi macam tindak kezhaliman. Keimanan seseorang yang
benar, merintangi dan menghalangi untuk berbuat berbagi tindakan yang
menyakitkan saudaranya.
Allah berfirman :
"Artinya :
..... mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar,....." (At-Taubah : 71).
Inilah kewajiban yang besar
yang didalamnya ada kebaikan bagi umat, kemenangan bagi agama dan terhindarnya
sebab-sebab kebinasaan, kemaksiatan dan kejahatan.
Sudah selayaknya bagi mukminin
dan mukminat untuk amar ma'ruf nahi mungkar. Seorang mukmin tidak akan berdiam
diri melihat kemungkaran yang terjadi pada saudaranya, pastilah ia berusaha
untuk mencegahnya. Apabila melihat pada diri saudara, bibi atau saudari
perempuan yang lain melakukan kemaksiatan pastilah mereka akan mencegahnya.
Apabila melihat pada diri saudaranya fillah meremehkan kewajiban
pastikah akan mengingkarinya dan memerintahkannya kepada kebaikan. Itu semua
dilakukan dengan bijak dan cara yang baik. Seorang mukmin apabila melihat
saudaranya bermalas-malas dalam menunaikan shalat, melakukan ghibah, adu
domba, minum khamr, merokok, mabuk-mabukan, durhaka kepada orang tua,
memutuskan tali persaudaraan, pastilah ia akan mengingkarinya dengan ucapan
yang baik dan cara yang tepat, ia tidak menuduhnya dengan sebutan yang dibenci
atau dengan cara yang kasar. Allah telah memberikan penjelasan bahwa hal
tersebut adalah dilarang.
Demikian pula jika ia melihat
kemungkaran pada diri saudara perempuannya fillah, ia harus
mengingkarinya. Seperti tatkala dia tidak patuh kepada orang tuanya, berlaku
buruk pada suaminya, meremehkan pendidikan anak-anaknya atau meremehkan
shalatnya, maka seorang mukmin harus mengingkarinya, baik (ia itu) suaminya,
ayahnya, saudaranya, kemenakannya atau bahkan tidak ada hubungan kekerabatan
dengannya. Sebaliknya jika seorang mukminah melihat pada diri suaminya sikap
meremehkan (kewajiban), ia pun harus melarangnya. Seperti, jika ia melihat
suaminya minum khamr, merokok,meremehkan shalat atau suaminya shalat fardhu di
rumah (tidak di masjid), maka ia harus mengingkarinya dengan cara yang baik dan
ucapan yang baik pula. Seperti dengan mengatakan (kepada suaminya),
"Wahai Hamba Allah, bertaqwalah kepada Allah ! Sesungguhnya perbuatan itu
tidak boleh kamu lakukan. Peliharalah shalat jama'ah. Tinggalkanlah apa yang
telah diharamkan Allah kepadamu dari minuman yang memabukkan, merokok, mencukur
jenggot, memanjangkan kumis atau isbal".
Kemungkaran-kemungkaran ini
wajib diingkari oleh setiap orang beriman. Maka hal ini wajib atas suami dan
istri, saudara, kerabat, tetangga, teman duduk dan yang lain untuk menegakkan
kewajiban ini. Sebagaimana firman Allah :
"Artinya :
.... mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar
....". (At-Taubah : 71).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda :
"Artinya :
Sesungguhnya, apabila manusia telah melihat kemungkaran, lalu ia tidak mau
merubahnya, dikhawatirkan Allah akan meratakan adzab-Nya".
"Artinya :
Barangsiapa di antara kamu sekalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia
merubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak
mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman".
Perintah ini berlaku umum
untuk seluruh bentuk kemungkaran, baik yang terjadi di jalan-jalan, di rumah,
di masjid, di kapal terbang, di kereta api, di mobil atau di tempat mana saja.
Perintah amar ma'ruf nahi mungkar itu berlaku secara umum baik kepada laki-laki
atau perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan harus berbicara tentang amar ma'ruf
dan nahi mungkar. Karena amar ma'ruf nahi mungkar membawa kebaikan dan
keselamatan untuk semua pihak. Tak seorangpun boleh berdiam diri dari amar
ma'ruf nahi mungkar semata-mata karena takut kepada setiap muslim atau takut
kepada suami, saudara laki-laki atau fulan dan fulan. Setiap muslim harus tetap
beramar ma'ruf nahi mungkar dengan cara yang baik dan ucapan yang mengena,
tidak dengan cara yang kasar dan keras. Disamping juga memperhatikan waktu yang
tepat. Ada kalanya, seseorang tidak bisa menerima pengarahan pada waktu
tertentu, tetapi ia bisa menerima pengarahan pada waktu yang lain, bahkan
dengan lapang dada.
Disalin dari buku Akhlaqul
Mukminin wal Mukminat, dengan edisi Indonesia Akhlak Salaf, Mukminin &
Mukminat, oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, hal 35-42, terbitan Pustaka
At-Tibyan, penerjemah Ihsan
0 comments:
Post a Comment