Lima Prinsip Untuk
Meraih Kemenangan
Yaitu : Pertama ; Sesungguhnya kemenangan itu hanya di Tangan
Alloh saja. Kedua ; Sesungguhnya Alloh menjanjikan kemanangan kepada
hamba-hambaNya yang beriman terhadap
musuh-musuh mereka di dunia. Yang ketiga ; Sesungguhnya janji ini
diberikan kepada mereka yang sempurna imannya, dan setiap orang mendapatkan
bagian dari janji ini s
Sesuai dengan kadar imannya masing-masing. Yang keempat ; Sesungguhnya tidak
terrealisasinya janji ini menunjukkan tidak terpenuhinya syarat keimanan (untuk
meraih kemenangan-pent.). Dan yang kelima adalah ; Jika janji ini tidak
terealisasi maka seseorang tidak akan berhak mendapatkannya kecuali jika dia
menyempurnakan syarat-syarat untuk mendapatkan janji ini. Penjabaran dari
prinsip-prinsip ini adalah sebagai berikut :
Yang pertama : Sesungguhnya kemenangan itu hanya di Tangan Alloh saja, hal berdasarkan firman Alloh :
وَمَا النَّصْرُ إِلاَّ
مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imron:126 dan Surat Al-Anfal: 10)
Dalam
ayat ini terdapat aqwaa asaaliibi an-hashri (uslub pembatasan yang
paling kuat) yaitu an-nafyu (kalimat negatif / peniadaan) yaitu(ما) yang
diikuti setelahnya dengan pengecualian yaitu (إلا) . Pemahaman semacam ini juga dapat
disimpulkan dari firman Alloh:
إِنْ يَنْصُرْكُمْ اللَّهُ
فَلا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ
بَعْدِهِ
Jika Allah menolong kamu, maka tak ada
orang yang dapat mengalahkan kamu; dan jika Allah membiarkan kamu (tidak
memberi pertolongan), maka siapakah yang dapat menolong kamu (selain) dari
Allah sesudah itu . (QS. Ali Imron:160)
Ketika
pemahaman semacam ini hilang dari benak para sahabat rodliyallohu ‘anhum
pada waktu perang Hunain, dan mereka
merasa bangga dengan jumlah mereka yang banyak, maka mereka ditimpa kekalahan
sehingga mereka memahami kembali bahwasanya
jumlah dan sarana itu tidak bermanfaat sama sekali kecuali atas izin Alloh.
Alloh berfirman:
لَقَدْ نَصَرَكُمْ اللَّهُ
فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ
فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمْ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ
ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ ثُمَّ أَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ
وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ
كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai
orang-orang mu'minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah)
peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya
jumlahmu,maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun,
dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dan
bercerai-berai. Kemudian Allah memberi ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada
oang-orang yang beriman, dan Allah telah menurunkan bala tentara yang kamu
tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir,
dan demikian pembalasas kepada orang-orang yang kafir. (QS. At-TAubah: 25-26)
Maka Alloh
mengingatkan mereka bahwasanya kemenangan mereka pada banyak medan perang itu bukanlah karena jumlah mereka yang
banyak yang mereka banggakan, dan bahwasanya ketika mereka berbangga dan
mengandalkan jumlah yang banyak, jumlah itu tidak bermanfaat bagi mereka dan
merekapun ditimpa kekalahan. Kemudian Alloh memenangkan mereka setelah mereka
mengalami kekalahan karena Alloh hendak menjelaskan kepada mereka bahwa
kemenangan itu dari sisi Alloh bukan karena jumlah yang banyak yang tidak ada
manfaatnya. Maka dengan kekalahan itu Alloh dapat mengembalikan mereka kepada
pemahaman yang hilang dari sebagian orang ketika itu. Yaitu pemahaman
وَمَا النَّصْرُ إِلاَّ
مِنْ عِنْدِ اللَّهِ
Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah.
Prinsip
yang kedua: Sesungguhnya Alloh
menjanjikan kemenangan kepada hamba-hambaNya yang beriman terhadap musuh-musuh
mereka di dunia. Sebuah janji yang
benar yang tidak ada keraguan padanya, dan ini merupakan sunnah qodariyah yang
tidak akan luput.
Alloh berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ
قَبْلِكَ رُسُلًا إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَاءُوهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَانتَقَمْنَا
مِنْ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan sesungguhnya kami
telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang
kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami
melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa.Dan kami selalu
berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30: 47)
Dan Alloh
berfirman:
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ
مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ
نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ
الْمُرْسَلِينَ
Dan sesungguhnya telah didustakan (pula)
rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan
penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami
terhadap mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat
(janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita
rasul-rasul itu. (QS. Al-An’am: 34)
لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ
اللَّه
Tak ada seorangpun yang dapat
merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah
Maksudnya
adalah kalimat-kalimat qodariyah Nya yang pasti terjadi dengan firman
Alloh:
كُنْ فيكون
“Jadilah, maka
jadilah ia.”
Dan di
antara kalimat-kalimat qodariyah ini adalah janji Alloh untuk menolong
orang-orang beriman:
حَتَّى
أَتَاهُمْ نَصْرُنَا
Sampai datang
pertolongan kami kepada mereka.
Dan
janji kemenangan ini adalah di dunia bukan hanya pada hari qiyamat, sebagaimana
disebutkan pada ayat-ayat terdahulu. Dan berdasarkan firman Alloh:
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا
وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأَشْهَادُ
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami
dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya
saksi-saksi (hari kiamat), (QS. 40:51)
Dan berdasarkan
firman Alloh:
فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ
آَمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
Maka Kami berikan kekuatan kepada
orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi
orang-orang yang menang. (QS. Ash-Shoff:14)
Dan konsekuansi
dari janji qodariy untuk meraih kemenangan ini adalah berupa kokohnya
kedudukan di muka bumi --- kokohnya kedudukan ini adalah kekuasaan --- hal ini
berdasarkan firman Alloh:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ
آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الأَرْضِ
كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang
yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia
sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. (QS. An-Nur:55)
Dan berdasarkan
firman Alloh:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا
لِرُسُلِهِمْ لَنُخْرِجَنَّكُمْ مِنْ أَرْضِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا
فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ لَنُهْلِكَنَّ الظَّالِمِينَ وَلَنُسْكِنَنَّكُمْ
الأَرْضَ مِنْ بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ
Orang-orang kafir berkata kepada
rasul-rasul mereka:"Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri
kami atau kamu kembali kepada agama kami".Maka Rabb mereka mewahyukan
kepada mereka:"Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zhalim itu,
dan Kami pasti akan menempatkan kamu dinegeri-negeri itu sesudah mereka.Yang
demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap)
kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku". (QS. Ibrohim: 13-14)
Ayat ini
dan ayat dalam surat
An-Nur sebelumnya merupakan nash tentang sunnatul istikhlaf al-qodariyah (hukum yang berlaku
tentang kekuasaan-pent.), dan yang menjelaskan syarat-syarat agar
berhak atas janji itu adalah:
الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
Orang-orang
yang beriman di antara kalian dan beramal sholih.
Dan:
ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ
مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ
Yang demikian itu
(adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang
takut kepada ancaman-Ku
Sedangkan firman Alloh dalam surat An-Nur yang
berbunyi:
كَمَا اسْتَخْلَفَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
Sebagaimana kamijadikan berkuasa orang-orang sebelum
mereka.
Merupakan penguat
dan penjelas tentang sunnah qodariyah
yang tidak akan pernah meleset ini. Artinya sebagaimana sunnah
qodariyah ini berlaku pada orang-orang sebelum kalian, sunnah qodariyah
tersebut akan berlaku pula atas kalian jika terpenuhi syarat-syaratnya.
Yang ketiga ; Sesungguhnya janji ini diberikan
kepada orang yang sempurna imannya, berdasarkan firman Alloh :
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا
نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan kami selalu
berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30:47)
Dan
seorang hamba mendapatkan bagian dari kemenangan itu sesuai dengan kadar
imannya. Semakin bertambah iman seseorang semakin banyak ia mendapatkan bagian
dari kemenangan yang merupakan al-wa’du al-qodariy ini, dan apabila
imannya berkurang akan berkurang pula kemenangan yang ia dapatkan.
Prinsip
ini berdasarkan kaidah yang menyatakan bahwa iman itu berbilang, dan bahwa iman
itu bertambah dan berkurang. Dan ini merupakan aqidah ahlus sunnah wal jama’ah,
berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
الإيمان
بضع وستون أو بضع وسبعون شعبة، فأعلاها شهادة أن لا إله إلا الله، وأدناها إماطة
الأذى عن الطريق
Iman itu
ada 60 lebih beberapa atau 70 lebih beberapa cabang. Yang paling tinggi adalah
syahadat laa ilaaha illallooh, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan
gangguan dari jalan. (Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Huroiroh)
Dan Rosululloh
shollalloohu ‘alaihi wasallam bersabda:
بَيْنَا أنا نائم رأيت الناسَ يُعْرَضون
عَلَيَّ وعليهم قُمُصٌ، منها ما يبلغ الثُّدِيَّ، ومنها ما دون ذلك. وعُرِضَ
عَلَيَّ عمر بن الخطاب وعليه قميص يَجُرُّه، قالوا فما أَوَّلت ذلك يا رسول الله؟
قال: الدينَ
“Ketika
saya tidur saya melihat manusia dinampakkan kepadaku sedangkan mereka mengenakan pakaian. Di antara mereka ada yang
mengenakan pakaian sampai dada dan ada yang lebih rendah lagi. Dan Umar Ibnul
Khothob dinampakkan kepadaku dengan mengenakan pakaian yang menutupi tubuhnya.”
Para sahabat bertanya: “Engkau takwilkan apa
hal itu wahai Rosululloh?” Beliau menjawab: “Dien.” (Hadits ini diriwayatkan
oleh Al-Bukhori dari Abu Sa’iid).
Al-Bukhori
mengatakan pada awal Kitabul Iman dalam kitab Shohihnya: “Iman itu mencakup
perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.” Dan Ibnu Hajar berkata: “Dan
begitulah yang dinukil oleh Abu Al-Qosim Al-Lalika’iy dalam kitab As-Sunnah
dari Asy-Syafi’iy, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rohawaih, Abu ‘Ubaid dan
imam-imam yang lainnya. Dan diriwayatkan dengan sanad yang shohih bahwasanya
Al-Bukhori berkata: ‘Saya telah bertemu dengan lebih dari seribu ulama’ dari
berbagai daerah dan tidak saya dapati satu orangpun yang menyelisihi pendapat bahwa iman itu mencakup perkataan
dan perbuatan, bertambah dan berkurang.’ “ (Fat-hul Bariy I/47)
Saya katakan:
Apabila bertambah iman seorang hamba maka akan bertambah kemenangan yang ia
dapatkan dari al-wa’du al-qodary, dan begitu sebaliknya. Dalam kaitannya
dengan jihad kami katakan bahwa kemenangan itu tergantung dengan dua syarat: Syarat umum dan
syarat khusus.
Adapun syarat umum
adalah; I’dad imaniy yaitu dengan cara terus
menambah cabang iman baik berupa amalan hati maupun amalah dzohir, baik secara
ilmiyah maupun amaliyah supaya ia menjadi orang yang layak untuk mendapatkan
janji yang tersebut dalam firman Alloh:
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا
نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan kami berkewajiban
menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30:47)
Sedangkan syarat khususnya adalah I’dad maddiy
dengan cara mengumpulkan senjata, mengobarkan semangat kaum muslimin untuk
berperang dan berinfaq, dan juga mencakup semua bentuk tadrib askari (latihan militer). Alloh
berfirman:
وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ
كَفَرُوا سَبَقُوا إِنَّهُمْ لا يُعْجِزُونَ وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ
مِنْ قُوَّةٍ
Dan janganlah orang-orang yang kafir itu
mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya
mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. (QS.
Al-Anfal:59-60)
Dalam ayat ini Alloh menjelaskan bahwa Dia
itu mencakupi (kekuasaannya-pent.) orang-orang kafir dan berkuasa atas mereka. Mereka tidak dapat lolos dariNya.
Namun demikian Alloh memerintahkan kita --- meskipun ia Maha kuasa ----- agar
melaksanakan i’dadul quwwah dalam berbagai bentuknya dan agar kita bersungguh-sungguh
dengan mengerahkan segala kemampuan dalam melaksanakan i’dad ini yang merupakan
syarat untuk mendapatkan janji ilahiy untuk memenangkan orang-orang
beriman. Karena dunia ini merupakan tempat ujian dan karena segala urusan di
dunia ini berjalan sesuai dengan hukum sebab-musabbab.
Alloh menguji orang beriman dengan orang kafir untuk membuktikan kejujuran
imannya, apakah dia akan memerangi orang kafir tersebut dan mengadakan
persiapan untuk memeranginya sesuai dengan perintah Alloh atau tidak? Dan Alloh
menguji orang kafir dengan orang beriman, apakah dia akan menyambut dakwah
untuk beriman atau dia menolak sehingga memeranginya? Tentang ujian kedua belah
fihak ini Alloh berfirman:
ذَلِكَ وَلَوْ يَشَاءُ
اللَّهُ لَانتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِنْ لِيَبْلُوَ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍ
Demikianlah, apabila Allah menghendaki
niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian
kamu dengan sebagian yang lain. (QS. Muhammad: 4)
Dan di antara
cakupan i’dad maddiy adalah menyatukan barisan kaum muslimin untuk
menghadapi musuh mereka. Alloh berfirman:
وَلا تَنَازَعُوا
فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا
Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. (QS.
Al-Anfal:46)
Alloh dalam ayat
ini menjadikan pertikaian antara kaum muslimin itu merupakan penyebab
kegagalan, bahkan merupakan penyebab kegagalan yang paling besar. Hal itu
dinyatakan Alloh melalui nash Al-Qur’an,
sebagaimana Alloh menjadikan kemenangan itu sebagai buah dari sikap kaum
muslimin yang saling memberikan wala’nya antara satu dengan yang lainnya dalam
firmanNya:
وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمْ الْغَالِبُونَ
Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya
dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut
(agama) Allah itulah yang pasti menang. (QS. Al-Maidah:56)
Dan tidak diragukan
lagibahwa I’dad maddiy itu merupakan cabang iman karena ia merupakan
salah satu bentuk sambutan terhadap perintah Alloh dalam ayat;
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا
اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ
Dan persiapkanlah
untuk menghadapi mereka dengan segala kekuatan semampu kalian.
Namun
permasalahan ini akan kami bahas secara tersendiri karena pentingnya masalah
ini. Dengan demikian hubungan i’dad maddiy dengan i’dad imaniy adalah
hubungan permasalahan khusus dengan permasalahan umum.
Prinsip yang keempat ; Sesungguhnya tidak terrealisasinya janji qodariy
yang berupa pertolongan Alloh untuk orang-orang yang beriman ini menunjukkan
tidak terpenuhinya syarat syarat-syaratnya. Yaitu karena hamba tersebut kurang maksimal dalam melaksanakan dua bentuk
i’dad tersebut yaitu i’dad imaniy dan i’dad maddiy atau salah
satu di antara keduanya.
Dan tidak terrealisasinya janji ini artinya adalah orang-orang kafir menang
atas kaum muslimin, dan negaranya dikuasai oleh orang-orang kafir. Semua ini
disebabkan oleh lemahnya iman dan disebabkan maksiyat serta dosa. Alloh
berfirman :
وَمَا أَصَابَكَ مِنْ
سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah
dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu
sendiri. (QS. An-Nisa’:79)
Dan Alloh
berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ
مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka
adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian
besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. Asy-Syuro: 30)
Dan Alloh
berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ
لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا
بِأَنفُسِهِمْ
Yang demikian (siksaan) itu adalah karena
sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, pada diri mereka sendiri, (QS. Al-Anfal:
53)
Ibnu Katsir
berkata: “Alloh memberitahukan tentang sempunanya keadilanNya dalam hukumnya
dengan (menjelaskan) bahwa Ia tidak akan merubah sebuah nikmat yang Ia
anugrahkan kepada seseorang kecuali jika dia melakukan dosa.” Dan Alloh
berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لا يَظْلِمُ
النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim
kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zhalim
kepada diri mereka sendiri. (QS. Yunus: 44)
Sunnah qodariyah ini
tidak pilih kasih kepada seorangpun, meskipun terhadap orang yang paling baik sekalipun. Di antara contohnya
adalah kekalahan, luka-luka dan pembunuhan yang menimpa para sahabat ketika
perang Uhud yang diakibatkan oleh maksiat sebagian dari
mereka terhadap perintah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. Dari peristiwa ini
dapat dipahami bahwa kemaksiyatan yang dilakukan oleh sebagian orang dalam
sebuah amal jama’iy akan membahayakan semua anggota. Alloh berfirman tetang apa
yang menimpa para sahabat pada perang Uhud;
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ
مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ
عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ
Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah
(pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat
kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar) kamu berkata:"Dari mana
datangnya (kekalahan) ini" Katakanlah:"Itu dari (kesalahan) dirimu
sendiri". (QS. Ali Imron:165)
(Lihat
tafsir Adlwaa’ul Bayan karangan Asy-Syinqiithiy III/152-156)
Maka
sesungguhnya berkuasanya musuh terhadap kaum muslimin itu merupakan ‘uqubah
qodariyah (hukuman secara taqdir) terhadap kaum muslimin lantaran
kemaksiyatan yang mereka lakukan. Ini
kaitannya dengan musuh yang berasal dari daerah setempat, dan begitu pula
kaitannya dengan musuh yang asing, sebagaimana firman Alloh:
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ
الرَّحْمَانِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran
(Rabb) Yang Maha Pemurah (al-Qur'an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan)
maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (QS.
Az-Zukhruf: 36)
Maka seorang hamba itu dengan kemaksiyatan yang ia
lakukan ia telah membuka peluang kepada syetan yang mengakibatkan dia kalah
dalam menghadapi musuhnya dari kalangan manusia, sebagaimana firman Alloh:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَلَّوْا
مِنْكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا اسْتَزَلَّهُمْ الشَّيْطَانُ
بِبَعْضِ مَا كَسَبُوا
Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di
antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan
oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa
lampau). (QS. Ali Imron:155)
Dengan kata lain
dapat kita katakan bahwa sesungguhnya penyebab kekalahan kaum muslimin itu
adalah penyebab intern (yang berasal dari diri mereka sendiri). Hal ini
dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Tsauban
rodliyallohu ‘anhu; Sesungguhnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ
فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا
مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الأَحْمَرَ وَالأَبْيَضَ
وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي لأُمَّتِي أَنْ لا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ
لا يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ
بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً
فَإِنَّهُ لا يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لا أُهْلِكَهُمْ
بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى
أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ
بِأَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ
بَعْضًا
“Sesungguhnya Alloh menciutkan bumi untukku
sehingga aku dapat melihat dari belahan timur sampai barat, dan sesungguhnya
kekuasaan umatku akan meliputi semua yang diciutkan kepadaku. Dan aku diberi
dua harta pusaka, merah dan putih. Dan aku memohon kepada Robbku agar umatku
tidak dimusnahkan dengan lanrtaran paceklik yang menyeluruh dan agar mereka
tidak dikuasai oleh musuh dari golongan selain mereka sehingga mereka menjarah
wilayah mereka. Dan sesungguhnya Robbku mengatakan kepadaku; Wahai Muhammad
Sesungguhnya Aku telah menetapkan suatu ketetapan yang tidak bisa ditolak, dan
Aku telah berikan kepada umatmu yaitu Aku tidak akan memusnahkan mereka dengan
lantaran paceklik yang meluas dan Aku tidak akan menguasakan musuh yang berasal
dari luar golongan mereka terhadap mereka yang akan menjarah wilayah mereka
meskipun semua bangsa dari berbagai penjuru dunia berkumpul mengeroyok mereka,
sampai ummatmu sebagiannya menghancurkan dan menawan sebagian yang lainnya.”
Hadits ini
menerangkan bahwa musuh yang kafir (dari luar golongan mereka) tidak akan dapat
menguasai kaum muslimin kecuali jika
mereka telah melakukan kerusakan sampai pada batas-batas tertentu. Hadits ini
merupakan nash yang nyata yang menunjukkan bahwa
sebenarnya sebab kekalahan kaum muslimin itu adalah intern (sebab yang berasal
dari diri mereka sendiri).
Dari sini dapat
kita fahami kesalahan orang yang mengatakan bahwa kekalahan dan kelemahan kaum
muslimin itu disebabkan oleh makar dan
konspirasi orang-orang kafir. Sebagaimana pendapat beberapa penulis yang
menggambarkan kehebatan orang-orang Yahudi dan konspirasi syetan mereka dan
menganggap semua kerusakan itu terpulang kepada mereka. Padahal sebenarnya
hakekat yang harus difahami setiap muslim adalah sesungguhnya segala musibah
yang menimpa kaum muslimin itu yang paling bertanggung jawab adalah kaum
muslimin itu sendiri, berdasarkan firman Alloh:
وَمَا أَصَابَكَ مِنْ
سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah
dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu
sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah
Allah menjadi saksi. (QS. An-Nisa’: 79)
Dan karena Alloh
telah memberitakan kepada kita sesungguhnya makar orang-orang kafir itu lemah
di hadapah orang-orang yang beriman yang sempurna imannya, Alloh berfirman:
لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلَّا
أَذًى وَإِنْ يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمْ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لا يُنْصَرُونَ
Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat
mudharat kepada kamu, selain dari adzaa (gangguan-gangguan celaan) saja, dan
jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke
belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan. (QS. Ali
Imron:111)
Yang
dimaksud dengan adzaa (gangguan) adalah bahaya yang ringan. Hal ini
dijelaskan dengan dikecualikannya dari bahaya secara umum. Kemudian kemenangan
akhir itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa, dan Alloh berfirman:
فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ
الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
Sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan
itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (QS. An-Nisa’:76)
Ayat ini merupakan
nash yang menetapkan atas lemahnya konspirasi dan kekuasaan mereka. Dan Alloh
berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ
مَوْلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لا مَوْلَى لَهُمْ
Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah
adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang
kafir itu tiada mempunyai pelindung" (QS. Muhammad: 11)
Dengan demikian
maka kekalahan kaum muslimin itu pada awalnya berasal dari diri mereka sendiri
sebelum berasal dari musuh mereka. Dan kaum muslimin dengan kemaksiatan mereka
telah membukakan peluang kepada musuh mereka untuk
berkuasa. Prinsip yang keempat ini hendaknya dijadikan tolok ukur untuk
introspeksi oleh setiap individu, dan perkumpulan Islam. Dan hendaknya mereka
mengembalikan semua permasalahan mereka atas dasar bahwa segala apa yang
menimpa mereka itu merupakan akibat dari dosa mereka. Introspeksi ini wajib
dilakukan berdasarkan firman Alloh:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي
الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ
الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. 30:41)
Dan juga
berdasarkan firman Alloh:
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ
الْعَذَابِ الأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada
mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di
akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. As-Sajdah:
21)
Perhatikanlah
perkataan para pengikut Nabi terdahulu, agar engkau memahami bahwa prinsip ini
merupakan ketetapan pada seluruh syari’at,
karena mereka ketika terkena musibah di jalan Alloh mereka memahami bahwa musibah
itu akibat dosa-dosa mereka. Maka bereka bersegera untuk istighfar dan taubah.
Alloh berfirman:
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ
قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ وَمَا
كَانَ قَوْلَهُمْ إِلاَّ أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا
فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Dan berapa banyak nabi yang berperang
bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka
tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan
tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang
yang sabar. Tidak ada do'a mereka selain ucapan:"Ya Rabb kami, ampunilah
dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-berlebihan dalam urusan
kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang
kafir". (QS. Ali Imron: 146-147)
Dan itulah yang
dilakukan oleh ash-haabul jannah (para pemilik kebun yang dihancurkan kebun
mereka). Ketika kebun mereka hancur mereka mengerti bahwa hal itu akibat dari
dosa-dosa mereka, maka mereka bertaubat. Alloh berfirman:
قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ
أَقُلْ لَكُمْ لَوْلا تُسَبِّحُونَ قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا
ظَالِمِينَ فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلَاوَمُونَ قَالُوا
يَاوَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا
مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ
Berkatalah seorang yang paling baik
pikirannya di antara mereka:"Bukankah aku telah mengatakan kepadamu,
hendaklah kamu bertasbih (kepada Rabbmu)" Mereka mengucapkan:"Maha
Suci Rabb kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zhalim". Lalu
sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. Mereka
berkata:"Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang
yang melampui batas". Mudah-mudahan Rabb kita memberi ganti kepada kita
dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan
ampunan dari Rabb kita. (QS. Al-Qolam: 28-32)
Dan yang kelima adalah ; Jika janji ini tidak terrealisai maka
seseorang tidak akan berhak mendapatkannya kecuali jika dia merubah keadaannya
untuk menyempurnakan syarat-syarat untuk mendapatkan janji ini. Alloh berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ
مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
(QS. Ar-Ro’du: 11)
Ini merupakan sunnah
qodariyah yang tidak akan pernah berubah. Hal ini menuntut seorang hamba
harus segera memperbaiki dirinya supaya Alloh mengentaskannya dari bencana
kemudian menggantikannya dengan kenikmatan. Apabila dia tetap saja bermaksiyat
kemudian dia berharap bencana itu sirna maka harapannya itu tidak akan pernah
terwujud. Kalau pada prinsip yang keempat diterangkan bahwa penyebab utama
kegagalan kaum muslimin adalah berasal dari dirinya sendiri, maka prinsip yang
kelima ini menjelaskan bahwa untuk merubah kegagalan ini juga harus daimulai
dari dirinya sendiri.
حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا
بِأَنفُسِهِمْ
Sehingga mereka
merubah apa yang ada pada diri mereka.
Ibnul
Qoyyim menjelaskan prinsip ini secara panjang lebar --- meskipun beliau tidak
menyatakan secara tegas --- dalam kitabnya Al-Jawaabu Al-Kafiy Liman Sa’ala ‘An
Ad-Dawaa’ Asy-Syafiy, beliau dalam kitab tersebut menjelaskan dampak yang
ditimbulkan oleh dosa terhadap individu dan bangsa. Dan dalam kitabnya yang berjudul
Ighoysatu Al-Lahfaan Min Mashooyidi Asy-Syaithon beliau meletakkan beberapa
pasal yang bagus. (II/188-208 cet. Darul Kutub Al- ‘Ilmiyah 1407 H.) Pasal-psal
tersebut menerangkan syarat-syarat
terrealisasinya sunnah qodariyah supaya
kaum muslimin mendapatkan kemenangan dan kenapa kemenangan itu tidak didapatkan
dan apa hikmah dibalik itu semua? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga membahas
dalam kitabnya yang berjudul Al-Hasanah Wa As-Sayyi’ah. Di sana beliau menjelaskan permasalahan ini di
sela-sela beliau menafsirkan firman Alloh:
مَا أَصَابَكَ مِنْ
حَسَنَةٍ فَمِنْ اللَّهِ وَمَا
أَصَابَكَ
مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah
dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu
sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah
Allah menjadi saksi. (QS. An-Nisa’: 79)
Dan saya serukan
kepada setiap muslim khususnya para ‘amilin (pejuang) untuk Islam agar
membaca dan merenungkan kitab-kitab tersebut. Karena kitab-kitab tersebut
menjelaskan prinsip-prinsip yang telah saya sebutkan di atas yang mana setiap muslim harus mengetahui dan
mengamalkannya.
Ibnul Qoyyim
mengatakan (Ighotsatu Al-Lahfaan hal. II/193-195): “Sesungguhnya Alloh
subhanahu wa ta’ala menjamin akan menolong dienNya, golonganNya dan para
waliNya hanyalah untuk orang-orang yang melaksanakan dienNya baik secara ilmu
maupun secara amal. Dan Alloh tidak menjamin akan menolong kebatilan meskipun
pelakunya berkeyakinan bahwa dia berhak untuk mendapatkan pertolongan Alloh.
Begitu pula dengan al-‘izzah (kemuliaan) dan al-‘uluw (ketinggian derajat) sesungguhnya keduanya hanya dapat
diraih oleh orang yang beriman sesuai dengan ajaran yang diajarkan para Rosul
yang diutus oleh Alloh dan kitab yang diturunkanNya, yang mencakup ilmu, amal
dan haal (kondisi). Alloh berfirman:
وَأَنْتُمْ الأَعْلَوْنَ
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Padahal kamulah orang-orang yang paling
tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imron: 139)
Maka seorang itu mendapatkan ketinggian
sesuai dengan imannya. Alloh berfirman:
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ
وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
Dan kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi
Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu'min. (QS. Al-Munafiqun: 8)
Maka seorang hamba
itu mendapatkan jatah izzah sesuai dengan kadar iman yang ada padanya.
Dan apabila ia tidak mendapatkan jatah al-‘uluw dan al-‘izzah
maka itu disebabkan oleh imannya yang kurang, yang mencakup ilmu dan amal,
lahir dan batin.
Dan
begitu pula pembelaan Alloh terhadap seorang hamba itu diberikan sesuai dengan
imannya. Alloh berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ
عَنْ الَّذِينَ آمَنُوا
Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang
telah beriman. (QS. Al-Hajj: 38)
Apabila pembelaan
itu melemah maka hal itu disebabkan oleh berkurangnya imannya.
Dan begitu pula al-kifayah
(mencukupi kebutuhan) dan al-hasbu (jaminan) yang diberikan Alloh itu
sesuai dengan kadar iman yang ada pada nya. Alloh berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ
حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنْ اتَّبَعَكَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ
Hai Nabi, cukuplah Allah menjadi hasbu
bagimu dan bagi orang-orang mu'min yang mengikutimu. (QS. Al-Anfal: 64)
Yang
dimaksud dengan sebagai hasbu bagimu dan
bagi para pengikutmu adalah sebagai yang mencukupi kebutuhanmu dan mencukupi
kebutuhan mereka. Dengan demikian maka jaminan
yang diberikan Alloh itu sesuai dengan kadar
mereka dalam mengikuti dan mentaati RosulNya, dan apabila imannya berkurang
berkurang pula jaminanNya.
Dan
menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah iman itu bertambah dan berkurang.
Begitu
pula al-walaayah (pertolongan,
perlindungan-pent.) yang diberikan Alloh kepada seorang hamba itu sesuai
dengan keimanan padanya. Alloh berfirman:
وَاللَّهُ
وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
Dan Allah adalah Wali semua orang-orang
yang beriman. (QS. Ali Imron:68)
Dan Alloh
berfirman:
اللَّهُ
وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا
Allah Wali orang-orang yang beriman. (QS.
Al-Baqoroh: 257)
Begitu pula al-ma’iyyah al-khoshoh (kebersamaan
Alloh yang berupa bantuan dan pembelaan-pent.)
hanyalah diberikan kepada orang yang beriman. Sebagaimana firman Alloh:
وَأَنَّ
اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ
Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang beriman. (QS. Al-Anfal: 19)
Apabila iman itu
berkurang dan melemah maka jatah seorang hamba yang berupa al-walaayah
dan al-ma’iyyah al-khoshoh dari
Alloh sesuai dengan kadar iman padanya. Begitu pula an-nashru
(pertolongan) dan at-ta’yiidu (bantuan) yang sempurna itu hanya
diberikan kepada orang yang sempurna imannya. Alloh berfirman:
إِنَّا لَنَنصُرُ رُسُلَنَا
وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأَشْهَادُ
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami
dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya
saksi-saksi (hari kiamat), (QS. 40:51)
Dan Alloh
berfirman:
فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ
آَمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang
yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang
menang. (QS. Ash-Shoff:14)
Maka
barangsiapa yang berkurang imannya, akan berkurang pula jatah dia dari an-nashru
(pertolongan) dan at-ta’yid (bantuan). Oleh karena itu seorang hamba itu
tertimpa musibah pada diri atau hartanya atau berkuasanya musuh atas dirinya
itu disebabkan oleh maksiyat yang dia lakukan, baik berupa meninggalkan
kewajiban atau melakukan perbuatan yang diharamkan. Perbuatan ini adalah
merupakan berkurangnya iman.
Dengan
demikian hilanglah kerancuan yang dikatakan oleh banyak orang tentang firman
Alloh:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ
لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi
jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (QS.
An-Nisa’:141)
Banyak orang yang
mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah Alloh tidak akan membukakan peluang bagi orang kafir untuk mengalahkan kaum
muslimin dari sisi hujjah.
Dan yang
benar adalah; Sebenarnya ayat ini sama dengan ayat-ayat lain yang senada dengan
ayat ini. Bahwa yang ditutup peluangnya itu adalah bagi orang-orang yang
sempurna imannya. Apabila iman itu melemah maka musuh mereka mendapatkan peluang
untuk mengalahkan mereka sesuai dengan kadar berkurangnya iman mereka. Maka
mereka telah membukan jalan untuk musuh-musuh mereka untuk menguasai diri mereka karena mereka meninggalkan ketaatan
kepada Alloh. Maka sebenarnya seorang yang beriman itu adalah mulia, menang,
dibantu, diberi pertolongan, dicukupi kebutuhannya dan dibela di mana saja dia
berada, meskipun orang seluruh dunia berkumpul untuk mencelakakannya, jika ia
melaksanakan iman dengan sebenar-benarnya, dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya
baik yang lahir maupun yang batin. Sesungguhnya Alloh telah berfirman kepada
orang-orang beriman:
وَلا تَهِنُوا وَلَا
تَحْزَنُوا وَأَنْتُمْ الأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling
tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imron:139)
Dan Alloh
berfirman:
فَلا تَهِنُوا وَتَدْعُوا
إِلَى السَّلْمِ وَأَنْتُمْ الأَعْلَوْنَ وَاللَّهُ مَعَكُمْ وَلَنْ يَتِرَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ
Janganlah kamu lemah dan minta damai
padahal kamulah yang di atas dan Allah-(pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali
tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu. (QS. Muhammad: 35)
Maka sesungguhnya
jaminan ini hanyalah diberikan berdasarkan keimanan dan amalan mereka yang mana
keimanan dan amalan mereka itu termasuk tentara Alloh yang karenanya Alloh
menjaga mereka dan amalan itu tidak Alloh tentara-tentara yang berupa iman dan
amal itu tidak Alloh pisahkan dari mereka sehingga Alloh terlantarkan merela sebagaimana
tentara-tentara yang berupa iman dan amal itu Alloh jauhkan dari orang-orang
kafir dan munafik karena memang bukan milik mereka, dan amalan-amalan mereka
tidak sesuai dengan perintahNya.”
Dan Ibnul Qoyyim
mengatakan dalam kitabnya yang berjudul Al-Jawaabu Al-Kafiy tentang
hukuman-hukuman qodariyah yang diakibatkan dosa; “Diantara hukumannya
adalah Alloh mencabut dari hati manusia rasa segan kepadanya, ia menjadi remeh
di hadapan mereka dan merekapun meremehkan dia, sebagaimana dia meremehkan
perintah Alloh. Maka kecintaan manusia kepada seseorang itu sesuai dengan
kecintaan orang tersebut kepada Alloh, dan takutnya manusia kepada seorang
hamba itu sesuai dengan takutnya hamba tersebut kepada Alloh, dan manusia itu
mengagungkan seorang hamba itu sesuai dengan pengagungan hamba tersebut
terhadap hurumat (hal-hal yang disucikan-pent.) Alloh. Bagaimana
seseorang mengharapkan untuk tidak dilecehkan kehormatan dirinya sedangkan dia
melecehkan hurumat Alloh? Bagaimana Alloh tidak jadikan manusia
meremehkan dirinya sedangkan dia meremehkan hak Alloh ? bagaimana manusia tidak
meremehkannya sedangkan dia meremehkan kemaksiatan ?”
Alloh telah
mengisyaratkan hal ini dalam kitabNya ketika menyebutkan hukuman dari
dosa-dosa. Dan sesungguhnya Alloh membalikkan dosa-dosa tersebut kepada para
pelakunya. Dan Alloh tutup hati mereka. Maka Alloh mengunci
hati mereka dengan dosa-dosa mereka. dan sesungguhnya Alloh melupakan mereka
sebagaimana mereka melupakan Alloh. Dan Alloh menghinakan mereka sebagaimana
mereka menghinakan dienNya. Dan menterlantarkan mereka sebagaimana mereka
menterlantarkan perintahNya. Oleh karena itu Alloh berfirman dalam ayat yang
menyebutkan bahwa semua makhluq itu bersujud kepadaNya, Alloh berfirman dalam
ayat tersebut:
وَمَنْ يُهِنْ اللَّهُ فَمَا
لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ
Dan barang siapa yang dihinakan Allah maka
tidak seorangpun yang memuliakannya. (QS. Al-Hajj: 18)
Ketika mereka
meremehkan sujud kepada Alloh dan mereka tidak mau melakukannya, Alloh hinakan
mereka, sehingga tidak ada orang yang memuliakannya setelah Alloh
menghinakannya. Dan siapakan yang akan memuliakan orang yang Alloh hinakan?
Atau siapakah yang akan menghinakan orang yang Alloh muliakan?” (hal.80-81)
Dan beliau
mengatakan di tempat yang lain: “Di antara hukuman dosa-dosa adalah; Sesungguhnya
dosa-dosa itu memusnahkan kenikmatan kemudian menggantikannya dengan bencana.
Sehingga tidak ada satu kenikmatan yang hilang dari seorang hamba atau
datangnya bencana padanya kecuali disebabkan dosa yang ia kerjakan. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Ali Bin Abi Tholib: ‘Tidaklah bencana itu turun kecuali
disebabkan oleh dosa dan tidak akan diangkan kecuali dengan taubat.’ Alloh
berfrman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ
مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka
adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian
besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. Asy-Syuro:30)
Dan
Alloh berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ
لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا
بِأَنفُسِهِمْ
Yang demikian (siksaan) itu adalah karena
sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu nikmat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, pada diri mereka sendiri. (QS.
Al-Anfal:53)
Dalam ayat-ayat tersebut
Alloh memberitahukan bahwasanya Alloh tidak merubah kenikmatan yang telah Alloh
berikan kepada seseorang sehingga orang itu sendiri yang merubahnya. Ia merubah
ketaatannya kepada Alloh dengan kemaksiatan, ia merubah dengan kekafiran dan
dia merubah faktor-faktor yang menyebabkan Alloh ridlo dengan dengan
faktor-faktor yang menyebabkan kemurkaanNya. Sebagai balasan yangsesuai dengan
perbuatannya. Dan Robbmu sama sekali tidaklah berbuat dzolim kepada hambanya. Dan apabila dia mengubah kemaksiatannya dengan
ketaatan, Alloh akan merubah hukuman dengan kesejahteraan dan merubah kehinaan
dengan kemuliaan. Alloh berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ
مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ
بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
(QS. Ar-ro’du:11)
(Al-Jawabul Kafi hal. 85-86 Darun Nadwah
Al-Jadidah Thn, 1400 H.)
Saya katakan:
Nukilan-nukilan dari Ibnul Qoyyim ini menjelaskan tentang lima prinsip yang telah saya sebutkan di atas
dengan penjelasan yang gamblang. Dan
setelah menjelaskan lima
prinsip ini kita bertanya; bagaimana posisi kita --- kaum muslimin ---
sekarang?
Jumlah
kita lebih dari satu milyar, sedangkan nageri kaum muslimin merupakan negara
yang kaya dengan kekayaan alam yang terbentang dari timur sampai barat dan
mayoritas berada ditempat-tempat yang strategis di berbagai lintasan laut dan selat. Lalu bagaimana keadaan mereka
yang berjumlah satu milyar itu? Di manakah
pusat wilayah mereka dan apa peran mereka di dunia ini?
Dan
bagaimana sebuah bangsa yang tidak lebih dari dua juta dapat berkuasa. Ia
menebar kehinaan, kemurkaan dan laknat dalam hitungan yang besar, yaitu bangsa
Yahudi. Bagaimana bangsa ini bisa menguasai seratus juta muslim Arab? Bagaimana
bangsa itu bisa mewujudkan sebuah negara di jantung negeri kaum muslimin ---
saya tidak katakan negeri Islam --- yang sebelumnya mereka tidak mempunyai satu negripun?
Padahal kita
membaca dalam kitabulloh:
فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ
الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
Maka perangilah
wali-wali syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.
(QS. An-Nisa’:76)
Dan kita membaca:
لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلاَّ
أَذًى وَإِنْ يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمْ الأَدْبَارَ ثُمَّ لا يُنْصَرُونَ
Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat
mudharat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika
mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke
belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan. (QS. Ali Imron:
111)
Dan kita membaca:
وَلَوْ
قَاتَلَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوَلَّوْا الأَدْبَارَ
Dan sekiranya orang-orang kafir itu
memerangi kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah).
(QS. Al-Fath: 22)
Dan kita melihat
kenyataan yang kita hadapi bertentangan dengan hal itu. Orang-orang kafir yang
asli maupun para penguasa murtad menimpakan siksaan kepada kaum muslimin.
Mereka membunuh kaum laki-laki, menggiring mereka ke dalam sel penjara dan menyiksa mereka. Mereka menawan
kaum muslimat dan memperkosa mereka di dalam penjara-penjara thoghut. Ditambah
lagi dengan penjarahan dan pengubahan dien, menyebarkan fitnah dan kekejian
untuk mencetak generasi yang tidak mempunyai hubungan dengan diennya.
Dan kita melihat
media masa dan kegiatan ilmiyah yang Islami dan luas tidak memberikan dampak
sedikitpun pada kondisi kaum muslimin. Inilah yang menyebabkan hilangnya berkah
ilmu. (Lihat Al-Jawab Al-Kafiy, hal. 60 dan 96). Karena ilmu dan media massa ini tidak digunakan
untuk mencari keridloan Alloh. Mereka menggunakannya untuk mendapatkan
kepemipinan atau harta atau pekerjaan atau untuk memperkuat kebatilan penguasa
dan memperkokoh pasak-pasak orang-orang kafir yang membuat kedzoliman di dalam
negeri, lalu mereka menyebar kerusakan padanya. Kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal sholih dari kalangan ulama’. Dan mereka ini jumlahnya
sedikit. Lihatlah pada hari ini betapa banyak buku-buku dan kaset-kaset tape
dan vidio, koran dan majalah ilmiyah
yang diterbitkan dan diberikan secara benar atau secara batil. Banyak diadakan
muktamar Islam, perlombaan-perlombaan, universitas-universitas, pondok-pondok
pesantren radio dan buletin. Sangat banyak dan bermacam-macam yang belum pernah
terjadi sebelumnya. Lalu apa yang
dihasilkan dari semua ini ?
Saya di sini tidak mau memaparkan kondisi kaum
muslimin, karena bahasan masalah ini ada buku-buku khusus yang membahasnya
(sebagi contoh adalah kitab Haadliru Al-‘Alami Al-Islami, karangan Ustadz Jamil
Al-Mishriy), namun yang saya harapkan di sini adalah hendaknya setiap muslim
memahami lima prinsip tersebut kaitannya dengan kondisi kita sekarang.
Maka tidak
tercapainya kemenangan dan kemuliaan oleh kaum muslimin ini artinya adalah
sangat kurangnya iman mereka yang berupa ilmu dan amal. Alloh berfirman:
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا
نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan kami berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30:47)
Manakah
janji itu ? apakah kita mendapatkannya ? dan siapakah yang disebutkan dalam
firman Alloh:
وَلا تَهِنُوا وَلا
تَحْزَنُوا وَأَنْتُمْ الأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling
tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imron: 139)
Inilah prinsip yang ke tiga.
Dan semua
bencana, perpecahan dan kehinaan yang terjadi pada diri kita ini adalah akibat
dari dosa-dosa kita, berdasarkan
firman Alloh:
وَمَا
أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
Dan apa saja musibah yang menimpa
kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah
memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).
(QS. Syuro: 30)
Dan berdasarkan firman Alloh:
وَمَا أَصَابَكَ مِنْ
سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka
dari (kesalahan) dirimu sendiri. (QS. An-Nisa’: 79)
Dan di antara maksiat tersebut adalah qu’uud ‘anil jihaad (meninggalkan jihad). Lebih buruk lagi adalah orang yang
menjadikan dalil-dalil syar’i tersebut sebagai alasan untuk membenarkan sikap
mereka yang meninggalkan jihad. Dan ini adalah prinsip yang keempat.
Kegagalan kita dalam mendapatkan
pertolongan dari Alloh ini serta bencana yang menimpa kita saat ini tidak akan
hilang dari kita kecuali jika kita mau merubah diri kita sesuai dengan apa yang
dicintai dan diridloi Robb kita, berdasarkan firman Alloh:
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ
مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
(QS. Ar-Ro’du: 11)
Dan ini adalah prinsip yang kelima.
Dari pembahasan di atas dapat kita katakan
bahwasanya gerakan-gerakan Islam pada hari ini --- khususnya yang berjuang
untuk mengembalikan daulah Islam --- belum memenuhi syarat-syarat untuk meraih
kemenangan dan kekuasaan, dengan keragaman dan perbedaan yang sangat
berfariatif dalam masalah ini. Ada
yang telah memenuhi banyak syarat ada yang sedikit dan ada yang belum memenuhi
sama sekali. Alloh berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لا يَظْلِمُ
النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim
kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zhalim
kepada diri mereka sendiri. (QS. Yunus: 44)
0 comments:
Post a Comment