Yang
Sering Kita Dapati
Di
Dalam Shalat Berjama'ah
Di dalam shalat berjama’ah, kita sering
menjumpai berbagai pemandangan dan perilaku yang beraneka ragam. Di antaranya, ada yang terkesan
mengganggu dan kurang membuat enak di antara para jama’ah. Tulisan di bawah
merupakan kumpulan dari berbagai hal yang sering dijumpai di dalam shalat
berjama’ah. Disusun berdasarkan pengalaman yang dialami sendiri oleh penulis
dan dari hasil tanya jawab dengan beberapa orang jama’ah.
Di
antara yang pokok dan perlu untuk diketengahkan adalah sebagai berikut:
1.
Ada sebagian orang yang
berdiri di dalam shaf secara tidak tegak lurus, meliuk-liuk ke kanan dan ke
kiri (gontai), kadang kaki kanan maju dan kadang kaki kiri layaknya orang yang
tidak kuat berdiri. Jika ia orang yang sudah tua mungkin bisa dimaklumi, akan
tetapi jika yang melakukan hal itu seorang yang masih gagah dan kedua kakinya
pun kokoh, maka hal itu tidak sepantasnya. Biasanya orang yang demikian karena
merasa malas dan berat dalam menunaikan shalat.
2.
Ada di antara sebagian
orang yang ketika shalat dimulai, langsung menerobos ke shaf awal atau mencari
tempat tepat di belakang imam. Padahal shaf depan telah penuh dan ia datang
belakangan sehingga menjadi saling berhimpitan dan membuat orang lain
terganggu. Jika ia memang menginginkan shaf depan atau di belakang imam, maka
seharusnya ia datang lebih awal.
3.
Dan sebaliknya ada juga
sebagian orang yang datang ke masjid lebih awal, namun ia tidak segera
menempati shaf depan tetapi malah mengam-bil tempat di bagian tengah atau
belakang, ia biarkan shaf depan atau posisi belakang imam diambil orang lain,
padahal ia merupakan tempat yang utama. Ini adalah kerugian, karena telah
membiarkan sesuatu yang berharga lewat begitu saja tanpa mengambilnya serta
menghalangi dirinya dari memperoleh kebaikan.
4.
Sebagian orang juga ada
yang berlebih-lebihan di dalam merapatkan shaf, yakni terus mendorongkan
kakinya dengan kuat, padahal antara dia dan sebelahnya sudah saling merapat-kan
kaki. Sehingga menjadikan orang yang berada di sebelahnya terganggu, tidak
tenang dan tidak khusyu’ di dalam shalatnya. Sebaliknya, ada orang yang
meremehkan masalah ini, sehingga membiarkan antara dia dengan orang di
sebelahnya ada celah untuk syetan.
5.
Ada sebagian juga yang
bersema-ngat dalam menerapkan sunnah di dalam shalat, namun terkadang dengan
cara terlarang yaitu mengganggu sesama muslim. Dan sudah maklum, bahwa menjauhi
sesuatu yang terlarang lebih didahulukan daripada menjalankan yang mustahab
(sunnah). Sebagai contoh adalah seseorang yang merenggangkan kedua tangannya
ketika sujud, sehingga sikunya mendorong bagian dada orang yang di sampingnya,
atau duduk tawaruk (tahiyat akhir) dalam shaf yang sempit dan membiarkan
badannya mendorong kepada orang yang di sebelahnya sehingga mengganggunya.
6.
Ada juga di antara mereka
yang tatkala berdiri dalam shalat dan bersedekap, sikunya di dada orang lain
yang ada di sampingnya, apalagi dalam kondisi shaf yang rapat, tempat yang
sempit dan berdesakan. Seharusnya ia bersikap lemah-lembut terhadap sesama
muslim, sebisa mungkin merubah posisi dengan menyelaraskan kedua tangan yang
bersedekap terhadap orang yang berada di sampingnya.
7.
Ada pula di antara jama’ah
yang ketika mendapati imam sedang sujud atau duduk, ia tidak segera mengikuti
apa yang sedang dilakukan imam tersebut. Akan tetapi, ia menunggu hingga imam
berdiri untuk raka’at selanjutnya. Kesalahan ini sering sekali terjadi, padahal
yang benar adalah hendaknya ia bersegera mengi-kuti imam masuk ke dalam jama’ah
shalat, tanpa memandang apa yang sedang dilakukan imam. Mengenai hal ini, Nabi
Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda,
“Apabila kalian mendatangi shalat
sedangkan kami sedang sujud, maka ikutlah sujud, dan janganlah kalian
memperhitungkannya dengan sesuatu.”
Walaupun ia tidak mendapatkan raka’at tersebut
(kecuali jika mendapatkan rukuk), namun ia mendapatkan pahala atas apa yang
telah ia kerjakan itu.
8.
Ada pula sebagian jama’ah
yang ketika datang dan mendapati imam sedang rukuk, ia lalu berdehem, pura-pura
batuk, atau berbicara dengan suara agak keras supaya imam mendengar lalu
menunggunya (memanjangkan rukuknya). Hal ini jelas mengganggu orang-orang yang
sedang shalat, dan membuat mereka tidak tenang (gelisah). Yang diperintahkan
syari’at adalah hendaknya ia masuk shaf dalam keadaan tenang dan tidak
terburu-buru, jika mendapatkan rukuk, maka alhamdulillah dan kalau ketinggalan,
maka hendaknya ia menyempurnakan.
9.
Di antara sebagian orang
ada pula yang terburu-buru masuk shaf untuk mengejar rukuk, ia bertakbir dengan
tujuan untuk rukuk, padahal seharusnya takbir itu adalah takbiratul ihram yang
memang hanya dilakukan dalam posisi berdiri. Yang disyariatkan adalah hendaknya
ia bertakbir dua kali, pertama takbiratul ihram dan ini merupakan rukun, sedang
takbir kedua untuk rukuk yang dalam hal ini adalah mustahab (sunnah).
10.
Ada juga orang yang
bertakbir untuk mengejar rukuk, namun imam keburu mengangkat kepala. Maka
berarti ia memulai rukuk ketika imam telah selesai mengerjakannya, dan ia
menganggap, bahwa dirinya telah mendapatkan satu raka’at. Ini merupakan
kesalahan dan ia tidak terhitung mendapatkan satu raka’at, sebab untuk
mendapatkan satu raka’at seseorang harus mengucapkan minimalnya satu bacaan
tasbih (subhana rabbiyal ‘adzim)
secara tuma’ninah bersama rukuknya imam.
11.
Terkadang pula kita
mendapati orang (makmum) yang mengeraskan bacaan shalat dalam shalat sirriyah,
sehingga mengganggu orang yang berada di sebelahnya. Selayaknya dalam shalat
jama’ah, seseorang jangan mengangkat suaranya hingga terdengar orang lain,
cukuplah bacaan itu terde-ngar oleh dirinya sendiri. Termasuk dalam hal ini
adalah seseorang yang membaca al-Fatihah dengan suara agak keras dalam shalat
jahar setelah imam selesai membacanya. Sebaiknya, ia diam untuk mendengarkan
bacaan imam atau membaca Al-Fatihah sekedar yang terdengar oleh dirinya
sendiri. Juga orang yang melafalkan niat dengan suara yang terdengar orang
lain, bahkan hal ini merupakan perkara bid’ah, karena niat itu tempatnya di
hati dan Nabi serta para shahabat tidak pernah melafalkan niat.
12. Sebagian orang ada yang shalat di masjid dengan mengenakan pakaian
kumal seadanya, pakaian kotor atau pakaian tidur. Padahal Allah Subhannahu wa
Ta'ala telah berfirman dalam surat
al-A’raf : 31.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu
yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan
berlebih-lebihan.” (QS. 7:31)
Jika seseorang akan masuk ke rumah
seorang pejabat, atau mau berangkat ke kantor, maka tentu ia akan memilih
pakaian yang bagus bahkan yang paling bagus. Maka ketika akan ke masjid tentu
lebih utama lagi. Sebagian orang memang ada yang bekerja di tempat-tempat yang
meng-haruskan pakaian mereka kotor (seperti bengkel, buruh, tani dan lain-lain,
red), sehingga ketika shalat dengan baju kotor mereka beralasan karena kondisi
pekerjaan yang mengharuskan demikian. Maka penulis menyarankan agar orang
tersebut mengkhususkan satu pakaian yang bersih dan hanya dipakai waktu shalat
saja.
13. Ada pula sebagian orang yang
mendatangi masjid, padahal baru saja makan bawang merah atau bawang putih (dan
yang semisalnya seperti petai, jengkol dan lain-lain, red), sehingga menebarkan
aroma yang tidak sedap. Dalam sebuah hadits, Nabi n telah bersabda,
“Barang siapa yang makan bawang merah atau bawang putih, maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kami.”
“Barang siapa yang makan bawang merah atau bawang putih, maka janganlah sekali-kali mendekati masjid kami.”
Sama halnya dengan orang yang
menghisap rokok yang juga menebarkan bau tidak sedap sebagaimana bawang dan
yang semisalnya. Para ulama sepakat bahwa
rokok itu merusak dan berbahaya, serta menghisapnya adalah haram pada setiap
waktu, bukan ketika mau shalat saja.
14. Ada pula di antara sebagian
jama’ah yang tidak perhatian terhadap lurusnya shaf dalam shalat. Maka kita
melihat di antara mereka ada yang agak lebih maju atau lebih mundur di dalam
shaf, dan tidak lurus dengan para jama’ah yang lain, padahal masjid-masjid
sekarang pada umumnya telah membuat garis shaf atau tanda-tanda lain. Nabi
Shallallaahu alaihi wa Salam telah memperingatkan hal itu dengan sabdanya,
“Janganlah kalian berbeda (berselisih) di dalam shaf, sebab
hati kalian akan menjadi berselisih juga.”
Seharusnya setiap makmum berusaha
meluruskan diri dengan melihat kanan kirinya, kemudian merapatkan pundak dan
telapak kaki antara satu dengan yang lain.
KLASIFIKASI ORANG DI DALAM MELAKSANAKAN SHALAT
1.
Orang yang selalu Menjaga Shalat-nya.
Yaitu
dengan menunaikannya secara baik dan benar serta berjama’ah di masjid. Ia
segera memenuhi panggilan shalat ketika mendengar adzan, selalu berusaha berada
di shaf terdepan di belakang imam. Di sela-sela menunggu imam, ia gunakan waktu
untuk berdzikir, membaca Al-Qur’an hingga didirikan shalat. Orang yang
melakukan ini akan mendapatkan pahala yang besar dan terbebas dari dua hal,
yaitu dari api neraka dan dari nifaq, sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat
Imam at-Tirmidzi dari Anasz.
2.
Orang yang Melakukan
Shalat dengan Berjama’ah namun Sering atau selalu Terlambat.
Ia selalu ketinggalan takbiratul ihram, satu atau dua raka’at dan bahkan sering datang pada waktu tahiyat akhir. Bagi para salaf ketinggalan takbiratul ihram bukanlah masalah kecil, sehingga mereka sangat perhatian agar tidak ketinggalan di dalamnya.
Ia selalu ketinggalan takbiratul ihram, satu atau dua raka’at dan bahkan sering datang pada waktu tahiyat akhir. Bagi para salaf ketinggalan takbiratul ihram bukanlah masalah kecil, sehingga mereka sangat perhatian agar tidak ketinggalan di dalamnya.
3.
Orang Melakukan Shalat Secara Berjama’ah karena
Takut Orang Tua.
Mereka melakukan shalat dengan
berjama’ah karena mencari ridha orang tuanya, sehingga tatkala orang tuanya
tidak ada di rumah atau sedang bepergian, maka ia tidak lagi mau berjama’ah,
lebih-lebih dalam shalat Shubuh.
4.
Orang yang Tidak Pernah Shalat Berjama’ah di Masjid.
Ia
mendatangi masjid hanya sekali dua kali saja atau ketika Hari Jum’at saja,
mereka berdalil dengan pendapat sebagian orang yang mengatakan, bahwa shalat
berjama’ah itu bukan sesuatu yang wajib. Padahal Nabi Shallallaahu alaihi wa
Salam tidak memberikan rukhshah
kepada seorang yang buta untuk shalat di rumah, maka selayaknya seorang muslim
mendahulukan ucapan Nabinya.
5.
Orang Melakukan Shalat Secara Asal-asalan.
Yaitu tidak menyempurnakan rukuk,
sujud serta rukun-rukun dan kewajiban yang lain. Dalam shalatnya ia tidak
mengingat Allah kecuali sedikit sekali, bahkan mungkin hanya sekedar
ikut-ikutan shalat dan gerak saja.
6.
Orang yang Melakukan Shalat sesuai Syarat dan
Rukunnya, namun Ia Tidak Menghayati dan Mengerti.
Ia
melakukan shalat dengan raga-nya secara baik, akan tetapi pikirannya mengembara
dalam urusan dunia, hatinya pun tidak tertuju pada apa yang sedang ia kerjakan
saat itu.
Sumber, “Ashnafunnas Fish Shalah” Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnid.
0 comments:
Post a Comment