Hakekat Tangan Allah (1/3)
Oleh: Ahmas Faiz Asifudin
Oleh: Ahmas Faiz Asifudin
Seringkali kita kurang dapat memahami informasi
mengenai Allah ketika menemukan ayat-ayat al-Qur'an maupun sunnah Rasulullah.
Hal ini salah satu sebabnya adalah munculnya syubhat (keraguan-raguan) terhadap
kaidah-kaidah yang telah digariskan oleh para
ulama'. Untuk itu, kami mencoba untuk mengikis keragu-raguan ini dalam hal
tangan Allah.
Ahlu bid'ah (Ahlu
Takwil) ingin membantah hakikat tangan Allah dengan melancarkan syubhat
seolah-olah ahlu Sunnah menafsirkan ayat yang satu berdasarkan dhahirnya,
sedangkan ayat yang lain dengan takwil.
Pahadal tidaklah
demikian halnya. Justru syubhat yang dilancarkan itu menunjukkan kejahilan
mereka terhadap nash dan bahasa Arab, serta membongkar kebusukan jiwa mereka.
Syubhat yang
dimaksud adalah ketika ahlu bid'ah (ahlu takwil) mengemukakan sebuah ayat yang
menurut mereka ditakwil seenaknya oleh ahlu Sunnah. Dan kemudian syubhat
tersebut diterangkan dengan jelas oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
hafidzullah.
Ayat yang
dimaksud adalah yang ada sebutan yad / aidi, di antaranya adalah:
Tidakkah mereka memperhatikan bahwa Kami telah
menciptakan untuk mereka binatang ternak, yaitu di antara apa-apa yang Kami
ciptakan sendiri. (Yasin: 71)
Syeikh Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin menerangkan jawabannya yaitu:
Apakah yang
dimaksud dengan dhahir pada ayat di atas sehingga bisa dikatakan bahwa ayat itu
ditakwil maknanya? (oleh ahlu Sunnah -pen.)
Apakah yang
dimaksud dengan dhahirnya ayat tersebut adalah:
1.
Bahwa Allah menciptakan binatang ternak langsung
dengan tangan-Nya sendiri, seperti Dia menciptakan Adam dengan tangan-Nya? Atau
2.
Bahwa
Allah menciptakan binatang ternak seperti halnya makhluk lain, tidak dengan
tangan-Nya. Namun yang kemudian perbuatan itu dinisbatkan kepada tangan;
padahal maksudnya adalah pemilik tangan, dimana hal itu sudah biasa dalam
bahasa Arab yang merupakan bahasa al-Qur'an?
Adapun makna yang pertama, bukanlah merupakan makna
dhahir dari ayat di atas, 1
berdasarkan dua alasan:
1.
Bahwa
makna dhahir seperti itu, pada lafal ayat di atas tidak sesuai dengan tuntutan
bahasa Arab, yang merupakan bahasa al-Qur'an. Perhatikan misalnya, firman
Allah:
Dan apa saja
musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatanmu sendiri. (Asy-Syura:
30)
Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rum: 41)
(Azab) yang
demikain itu, adalah disebabkan perbuatanmu sendiri. (Ali Imran: 182)
Sesungguhnya yang dimaksud dengan (fabimaa
kasabat aydiikum), (bimaa kasabat aydinnaas) dan (bimaa qoddamat
aydiikum) pada ayat-ayat di atas adalah apa yang dilakukan oleh manusia
sendiri, sekalipun tidak dilakukan dengan tangan secara langsung. 2
Tentu
akan lain maknanya jika bahasanya berbunyi:('amilat biyadayya), (yang
artinya -red. vbaitullah) "saya kerjakan itu dengan kedua tanganku"; 3
sebagaimana terdapat dalam firman Allah:
Maka
kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan mereka
sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah." (al-Baqarah: 79)
Maka
bahasa yang demikian ini menunjukkan dilakukannya sesuatu secara langsung
dengan tangan.
2.
Bahwa
seandainya yang dimaksud adalah Allah menciptakan binatang-binatang ternak itu
langsung dengan tangan-Nya, tentu lafal ayatnya akan berbunyi:
Kami
ciptakan untuk mereka binatang-binatang ternak dengan tangan Kami. 4
Selanjutnya misal
dalam firman Allah mengenai Nabi Adam:
Apa yang
menghalangi kamu (wahai Iblis) untuk tidak mau bersujud kepada (Adam) yang
telah aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku. (Shad: 75)
Al-Qur'an
diturunkan untuk membawa penjelasan dan bukan membawa kesesatan, sehingga
memang bahasa al-Qur'an sedemikian jelasnya, sebagaimana Allah berfirman:
Dan Kami turunkan
kepadamu al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu. (An-Nahl:
89)
Dengan demikian,
makna dhahir dari surat Yasin ayat 71, yaitu (kholaqnaa lahum mimmaa 'amilat
aydiinaa an'aamaa) bukanlah bahwa Allah menciptakan binatang ternak untuk
manusia langsung dengan tangan.
Jika makna nomor
1 sebagai makna dhahirnya ayat tidak benar, maka pastilah bahwa yang benar
sebagai makna dhahir dari ayat itu adalah makna yang nomor 2. Yaitu bahwa Allah
menciptakan binatang ternak, seperti halnya menciptakan yang lainnya, tidak
langsung dengan tangan-Nya.
Sedangkan menurut
bahasa Arab, dinisbatkannya perbuatan (mencipta) pada tangan adalah sama
artinya dengan dinisbatkannya perbuatan itu kepada diri pelaku.
Lain halnya jika
sesuatu itu dinisbatkan kepada diri pelaku dan dilengkapi kata bi pada kata yad
(tangan). 5
Perhatikanlah
perbedaan itu dengan teliti, karena memperhatikan perbedaan antara ayatayat
mutasyabihat (yang memiliki keserupaan) termasuk jenis pengetahuan yang amat
baik. Dan dengan cara itulah, akan banyak keraguan dapat dihilangkan.
Jadi makna dhahir
dari surat
Yasin ayat 71 adalah bahwa Allah menciptakan binatang ternak seperti halnya
menciptakan makhlukmakhluk lain, tidak dengan tangan-Nya, sebab lafal ayat
berbunyi:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan ternak untuk
mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami kerjakan sendiri. (Yasin:
71)
Hal itu berbeda
jika ada kata tambahan bi pada kata aidi, misalnya (kholaqnaa
lahum biaydiinaa an'aamaa) yang artinya "Kami ciptakan untuk mereka
binatang ternak dengan tangan Kami". Dengan demikian terbantahlah syubhat
ahlu bid'ah.
Catatan Kaki
yakni Yasin: 71 -red. vbaitullah.
mungkin dengan
mesin, kaki dan sebagainya - pen.
maka tangan di
sini mempunyai pengertian tangan hakiki. Bedakan lafalnya dengan tiga ayat di
atas - pen.
dan bukan
berbunyi (kholaqnaa lahum mimmaa 'amilat aydiinaa an'aamaa). Perhatikanlah
perbedaan bunyi kedua kalimat di atas - pen.
Seperti misal di atas ('amiltuhu
biyadayya) yang artinya Aku lakukan itu dengan kedua tangan-Ku -pen).
0 comments:
Post a Comment