Rasa Takut Yang Tak Terbina (2/2)
Oleh: Ahmas Faiz Asifuddin
Oleh: Ahmas Faiz Asifuddin
Melanjutkan pembahasan sebelumnya, berikut
akan dijelaskan tafsir berikutnya dari surat
Al-Haaqqah ayat 34 sampai dengan 37 sebagai salah satu dalil pemupuk rasa takut
kita kepada azab Allah. Namun sangat aneh jika banyak manusia merasa takut pada
waktu-waktu tertentu dan pada tempat-tempat tertentu lantaran ada jin
"penunggu". Padahal jin-lah yang takut kepada manusia, benarkah
demikian?
(Firman Allah, -red.vbaitullah):
Dan tidak pula mendorong (orang lain)
untuk memberi makan kepada orang miskin. (al-Haqqah: 34).
Artinya, hatinya tidak memiliki rasa kasih
sayang kepada orang-orang fakir dan miskin, ia tidak mau memberi makan orang
miskin dari hartanya dan tidak mendorong orang lain untuk memberi makan kepada
mereka, sebab hatinya tidak ada unsur keimanan.
Sesungguhnya
kebahagiaan bertumpu pada dua hal:
- Ikhlas
hanya karena Allah dimana pangkal keikhlasan ini adalah iman kepada Allah.
- Berbuat
ihsan (kebaikan) terhadap makhluk Allah dengan segala bentuk perbuatan
ihsan, dimana yang terbesar di antaranya adalah menghilangkan kesulitan
orang-orang yang butuh dengan cara memberi makan kepada mereka dengan
makanan pokok sehari-hari.
Sementara
orang-orang sengsara (yang digambarkan dalam ayat-ayat di atas) itu adalah
orang yang tidak ikhlas dan tidak ihsan. Karena itulah mereka berhak
mendapatkan siksa yang dahsyat itu, 6
(Firman
Allah, -red.vbaitullah):
Maka tiada
seorang temanpun baginya pada hari ini disini, Dan tiada (pula) makanan
sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah, Tidak ada yang memakannya
kecuali orang-orang yang ber,dosa. (al-Haqqah: 35-37).
Artinya: Pada
hari kiamat itu, tidak ada seorang karibpun yang dapat menyelamatkannya dari
adzab Allah. Disini juga tidak ada makanan lain baginya kecuali dari Ghislin.
Imam Qatadah
mengatakan: (makanan dari Ghislin) adalah seburuk-buruk makanan penghuni
neraka.
Syabib bin Bisyr
mengemukakan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas , beliau (Ibnu Abbas) mengatakan: "Ghislin
artinya darah dan air yangmengalir dari daging-daging mereka sendiri".
Sementara Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Ghislin adalah
nanahnya penghuni neraka. 7
Demikianlah, banyak orang yang
tidak takut terhadap ancaman Allah , seperti tertuang dalam ayat di atas.Seakan
mereka merasakan betapa tenteramnya hidup di dunia.
Ironisnya orang itu justeru
takut kepada teror-teror setan. Sesuatu yang sebenarnya hanya halusinasi yang
berkembang karena i'tiqad (keyakinan) yang batil.
Adalah aneh jika orang merasa
amat ketakutan bila pada malam-malam tertentu, dan pada tempat-tempat tertentu,
tidak memberikan sesajian kepada (setan) yang diyakini mem-bau rekso-
malam-malam atau tempat-tempat tertentu itu.
Juga sangat aneh jika orang
ketakutan akan diganggu oleh setan penunggu suatu tempat tertentu jika tidak
meminta izin terlebih dahulu bila hendak lewat.
Atau takut kualat jika keris
pusakanya tidak dimandikan dengan benda-benda tertentu pada saat-saat tertentu.
Tepat benar apa yang difirmankan Allah a tentang mereka:
Dan bahwasannya ada beberapa orang
laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki
diantara jin, maka jin jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (al-Jin:
6).
Berkenaan dengan ayat itu Ibnu
Katsir bahkan membawakan riwayat Ibnu Abi Hatim, berasal dari Ikrimah yang
mengatakan:
Adalah jin (sebenarnya) takut kepada
manusia sebagaimana manusia takut kepada jin atau lebih takut lagi.
Ketika manusia melewati suatu lembah, para
jin melarikan diri, tetapi ketika pemimpin rombongan manusia ini berkata,
"Kami minta perlindungan kepada penggede penghuni lembah ini", maka
jin-jin itu berkata: "Kita lihat, manusia ini takut kepada kita seperti
halnya kita takut kepada mereka."
Akhirnya jin jin itu mendekat kepada
manusia dan menimpakan penyakit bingung dan gila.
(Fazaaduuhum rahaqaa)
artinya menambah bagi mereka
dosa.
Menurut Abu al-Aliyah, ar-Rabi' dan Zaid
bin Aslam; (rahaqaa) artinya: (jin jin tersebut menambah bagi mereka)
rasa takut.
Al-Aufi membawakan riwayat dari
Ibnu Abbas: artinya (jin-jin itu) menambah dosa bagi mereka. Qatadah juga
menyatakan demikian. 8
Padahal itu hanya takut terhadap
bayang-bayang yang tidak benar. Hal tentu amat memprihatinkan karena rasa takut
yang demikian justru termasuk rasa takut yang bersifat rahasia (khauf sirr)
atau khauf (rasa takut) yang berbentuk peribadatan, yang bila seseorang
terkena raga takut ini berarti ia telah terjerumus dalam syirik akbar 9
Apa yang dikemukakan di atas
hanya sebagian kecil dari kenyataan yang ada. Nampaknya orang harus dibebaskan
dari belenggu-belenggu syirik atau takut seperti di atas. Harus ada upaya
pembinaan rasa takut, agar takut yang dimiliki seseorang tidak menyimpang; dan
akhirnya hanya takut kepada Allah dan ancaman-ancaman neraka-Nya yang dahsyat.
Jika orang sudah memiliki rasa
takut yang benar kepada Allah, niscaya ia akan menjadi orang bertakwa kepada
Allah. Sudah barang tentu, dengan takut yang diimbangi mahabbah
(kecintaan) yang benar dan raja' (pengharapan) yang benar kepada Allah;
sesuai dengan petunjuk dan pemahaman salafus shalih. Bukan rasa takut membabi
buta seperti takutnya orang-orang Khawarij.
Takut kepada Allah itu sendiri
merupakan ibadah yang luhur dan merupakan barometer keimanan. Allah berfirman:
Karena itu janganlah kdrnu takut kepada
mereka, tetapi takatlah kepada-Ku; jika kamu benar-benar orang yang beriman. (Ali-Imran:
175) 10
Demikianlah seharusnya umat
Islam kembali mengarahkan rasa takutnya hanya kepada Allah dan kepada adzab-Nya
yang pedih; srta menanggalkan rasa takut kepada hal-hal yang diluar nalar.
Misalnya takut kepada
ramalan-ramalan buruk seorang dukun; takut menyelisihi hari-hari yang dianggap
keramat berdasarkan perhitungan Kejawen (neptu dan lain-lain); takut kena kutuk
kuburan-kuburan orang yang dianggap wall dan takut jika tidak memberi sajen
(sesaji) di tempat tertentu dan waktu tertentu.
Wallahu
al-Masta'an
Catatan
Kaki
Taisir al-Karim ar-Rahman juz II.
Tafsir Ibnu Katsir secara ringkas IV/536.
Lihat Tafsir Ibnu Katsir IV/551-552.
Lihat Syarh Tsalatsah al-Ushul; Syeikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin tentang khauf; macam kedua dan ketiga, halaman
57; Penerbit Dar Ats-Tsuraya cet III 1417 H/1997 M.
Perhatikan Syarh Tsalatsah al-Ushul
Syeikh al-Utsaimin hal 56 - 57.
0 comments:
Post a Comment