Rasa
Takut Yang Tak Terbina (1/2)
Oleh: Ahmas Faiz Asifuddin
Oleh: Ahmas Faiz Asifuddin
Sebagian
terbesar umat manusia khususnya umat Islam rasanya sudah kehilangan rasa takut
kepada Allah, kepada ancaman-ancaman-Nya yang dahsyat bagi orang-orang yang
maksiat, kepada kmungkinan-kemungkinan bahwa dirinya terjerembab dalam siksa
kubur dan siksa akhirat, masuk dalam kobaran api neraka tanpa ada peluang
sedikitpun untuk selamat. Berikut bahasan singkatnya.
Bahasa
"TAKUT KEPADA ALLAH" yang sering didengar atau bahkan sering meluncur
dari lidahnya, seakan menjadi bahasa biasa yang datar tanpa makna. Takut kepada
Allah tidak lagi menjadi rasa, tetapi hanya sekedar menjadi bahasa.
Mestinya
rasa takut berkecamuk dalam diri seseorang ketika mendengar ayat-ayat atau
hadisthadist tentang siksa neraka dengan berbagai jenisnya yang mengerikan.
Ya,
mengapa orang tidak takut mendengar firman Allah semisal dibawah ini? :
Adapun orang
yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata:
"Wahai
alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak
mengetahui apa hisab (perhitungan amal) terhadap diriku.
Duhai seandainya
kematian itu adalah kematian total (tak usah hidup kembali). Hartaku juga
sekali-kali tak memberi manfaat kepadaku. Kekuasaanku pun telah lenyap dari
padaku."
(Pada
saat itulah Allah berfirman):
Peganglah dia,
lalu belenggulah tangannya ke lehernya, kemudian gelandanglah ia kedalam api
neraka (Jahim) yang menyala-nyala. Kemudian masukkanlah kedalam rantai yang
panjangnya tujuh puluh hasta.
Sesungguhnya dia
dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga tidak mendorong
(orang lain) untuk memberi makan orang miskin, maka tiada seorang temanpun
baginya pada hari ini disini.
Dan tiada (pula)
makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang
memakannya kecuali orang-orang yang berdosa. (al-Haqqah: 25-37)
Al-Hafidz
Ibnu Katsir 1 menerangkan bahwa ayat-ayat
tersebut menggambarkan keadaan orang-orang yang sengsara (kelak di Akhirat
-Pen). Yaitu manakala diberi catatan amalnya di padang pengadilan Allah, dari
arah tangan kirinya. Ketika itulah dia benar-benar menyesal. Dia mengatakan
penuh penyesalan:
"Andaikata
saja saya tidak usah diberi catatan amal ini dan tidak usah tahu apa hisab
(perhitungan) terhadap saya (tentu itu lebih baik bagi saya), dan andaikata
saja saya mati terus dan tidak usah hidup kembali."
Ibnu
Katsir selanjutnya menukil pernyataan imam adh-Dhahhak, Muhammad bin Ka'ab,
ar-Rabi' dan as-Sudi, bahwa yang dimaksud dengan ungkapan orang-orang sengsara
yang dikemukakan oleh Allah tentang harapan mereka akan kematian itu adalah
kematian yang tidak ada lagi kehidupan sesudahnya.
Ibnu
Katsir juga menukil perkataan imam Qatadah bahwa artinya: Mereka berharap
kematian (tidak hidup lagi -pen) dan tidak ada sesuatupun yang lebih mereka
bend melainkan dunia.
Tentang
firman Allah Ta'ala
Peganglah dia
lalu belenggulah tangan ke lehernya, kemudian gelandanglah ia ke dalam api
neraka (Jahim) yang menyala-nyala. (al-Haqqah: 30-31)
Imam
Ibnu Katsir dalam tafsirnya tersebut menjelaskan ayat ini bahwa:
Allah memerintah
kan kepada Malaikat Zabaniyah untuk menggelan dang dengan paksa pesakitan
(orang yang sengsara/tidak beriman) ini dari padang Mahsyar seraya meletakkan
belenggu pada lehernya kemudian mendorong dan melemparkan nya kedalam neraka
jahannam.
Selanjutnya
mengenai firman Allah :
Kemudian
masukkanlah dia ke dalam rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. (al-Haqqah:
32).
Ibnu
Katsir menukil perkataan Ka'ab al Ahbar bahwa tiap-tiap untaian mata rantai
tersebut besarnya seperti besi di dunia.
Sementara
al-Aufi mengemukakan riwayat dari Ibnu Abbas dan Ibnu Juraij (tentang yang
dimaksud 70 hasta) adalah hastanya malaikat. 2
Sedangkan arti (faslukuuhu):
Ibnu Katsir mengemukakan perkataan Ibnu Juraij bahwa Ibnu Abbas berkata:
Besi rantai itu dimasukkan dari arah
pantatnya, lalu keluar melalui mulutnya, kemudian para pesakitan ini ditata
dalam besi rantai tersebut seperti belalang yang ditusuk berjajar dengan kayu
ketika di panggang api.
Syeikh al-Allamah Abdur Rahman
bin Nashir as Sa'di 3
tentang ayat tersebut, menerangkan bahwa:
Mata rantai itu berasal dari neraka Jahim
yang panasnya mencapai puncak panas. Kemudian arti (Faslukuuhu) adalah:
Susunlah para pesakitan (orang-orang tidak
beriman) ini ke rantai tersebut dengan cara; rantai tersebut dimasukkan melalui
duburnya hingga keluar dari mulutnya kemudian gantunglah padanya. Maka orang
sengsara ini terus menerus disiksa dengan siksaan yang sedemikian mengerikan
ini.
Betapa dahsyat siksaan terhadap
dirinya itu. Betapa
menyesalnya dia dengan penghinaan yang sedemikian rupa ini. Sesungguhnya sebab
yang menjadikannya sampai pada kedudukan demikian ialah karena:
Sesungguhnya dia
dahulu (di dunia) tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. (al-Haqqah:
33)
Ia
kafir kepada Rabbnya, menentang Rasul-Nya dan menolak kebenaran yang dibawa
oleh Rasul-Nya tersebut. 4
Ia tidak menunaikan apa yang
menjadi hak Allah, tidak taat kepada-Nya dan tidak beribadah kepada-Nya 5
Catatan Kaki
Tafsir Ibnu Katsir IV/535, surat al-Haqqah
Dinukil oleh Ibnu Katsir
IV/535.
Beliau adalah seorang
tokoh ulama dari Saudi
Arabia yang wafat pada tahun 1376 H.
Taisir al-Karim
ar-Rahman
juz II.
Tafsir Ibnu Katsir IV/536.
0 comments:
Post a Comment