Adab Bertamu (3/3)
Melanjutkan penjelasan dari adab-adab
dalam bertamu yang sesuai dengan tuntunan Rasululloh dan para sahabatnya. Pada
bagian terakhir ini, akan dibahas tentang, menyempaikan salam kepada shohibul
bait bila telah berjumpa, bila disuruh pulang, hendaknya pulang, tidak
masuk bila yang mengizinkan wanita, menundukkan pandangan, mendo'akan shohibul
bait dan tidak menceritakan aibnya kepada orang lain.
Bila
shohibul bait menyuruh tamu agar pulang, maka hendaknya pulang dan tidak boleh
memaksa atau menawar karena izin masuk rumah bukan perdagangan sehingga harus
ditawar. Dan hendaknya tamu tidak sakit hati.
Mengapa?
Karena shohibul bait punya hak. Sedangkan hak itu dari Alloh, sebagaimana ayat
di atas menerangkan,
Dan jika dikatakan kepadamu
"kembalilah", maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu. (QS.
An-Nur: 28).
Menyampaikan
salam kepada shohibul bait yang muslim adalah perintah Alloh sebagaimana
yang tercantum pada ayat di atas, dan berdasarkan hadits dari Abu Hurairoh
bahwasanya ia berkata,
Rasulullah bersabda, "Hak orang
muslim kepada muslim yang lain ada enam perkara." Beliau ditanya "Apa
itu wahai Rasululloh?" Beliau menjawab, "Jika kamu menjumpainya,
hendaknya engkau menyampaikan salam kepadanya." 18
Tetapi
apabila penghuninya orang ahli kitab seperti Yahudi dan Nasrani, maka kita
dilarang mendahului salam. Dari Abu Hurairoh ia berkata, Rasululloh bersabda,
Janganlah kamu memulai bersalam kepada
orang Yahudi dan Nasrani ... 19
Jika shohibul
bait yang menyampaikan salam, padahal dia itu bukan orang Islam, maka
jawabannya dengan "alaikum" atau "alaik"
saja. Dari Ibnu Umar sesungguhnya Rasululloh bersabda,
Apabila orang Yahudi bersalam kepadamu,
sebenarnya salah satu di antara mereka berkata, "Assaamu 'alaika"
(matilah kamu), maka jawablah dengan jawaban, "alaik." 20
Seorang
tamu pria hendaknya tidak masuk rumah apabila yang mempersilahkan masuk adalah
seorang wanita. Kecuali wanita tersebut telah diizinkan oleh suaminya atau
mahromnya. Amr berkata,
Rasululloh melarang kami meminta izin
untuk menemui wanita tanpa mendapat izin suaminya. 21
Dari
Amr bin Al-Ash dia berkata,
Sesungguhnya Rasululloh melarang kami
masuk di rumah wanita yang tidak ada mahromnya. 22
Kaum
pria apabila melihat wanita yang bukan mahromnya wajib menundukkan
pandangannya, karena ayat berikutnya (ayat 30) menerangkan:
Katakanlah kepada kaum laki-laki beriman,
hendaklah mereka menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga farjinya. Yang
demikian itu lebih bersih untuk mereka. Sesungguhnya Alloh itu Maha waspada
dengan apa yang mereka kerjakan. (QS. An-Nur: 30).
Bahkan
Rasululloh menerangkan bahwa wajibnya minta izin sebelum masuk rumah orang lain
untuk menghindari pandangan yang haram. Dari Sahl bin
Sa'id Al-Anshori, dia berkata, Rasululloh bersabda,
Imam
Bukhari berkata, Sa'id bin Abil Hasan berkata kepada Hasan,
Sesungguhnya wanita asing itu membuka dada
dan kepalanya. Jika kamu melihatnya, hendaknya kau palingkan pandanganmu. 24
Rasululloh
menyeru umatnya bila bertamu, lalu mendapatkan jamuan makan dan minum, atau
serupa dengan itu, hendaknya mendo'akan shohibul bait dengan do'a,
sebagaimana yang dituntunkan oleh beliau.
Dari
Hisyam bin Yusuf, dia berkata,
Saya mendengar Abdulloh bin Bisyr
menceritakan bahwa ayahnya pernah membuat makanan untuk Nabi, lalu dia
mengundangnya, lalu beliau mendatangi undangannya. Maka tatkala selesai makan,
beliau berdo'a,
Ya Alloh, ampunilah dosanya dan rohmatilah
dia dan berkahilah rizki yang engkau berikan kepadanya. 25
Ketika
tamu masuk di rumah saudaranya sesama muslim, kadangkala menjumpai hal-hal yang
kurang berkenan di hatinya, atau melihat aib dan kekurangan. Jika ia menjumpai
hal itu, hendaknya tidak membicarakannya kepada orang lain kecuali bila
bertujuan untuk meminta nasihat.
Dari Anas bin Malik, dia berkata,
Rasululloh
membisikkan sesuatu rahasia kepadaku, maka tiada aku beritahu seorangpun
sesudah itu. Ummu Sulaim pun pernah menanyakan hal itu kepadaku tetapi aku
tidak memberitahukannya. 26
Juga
hadits dari Abu Hurairoh, dia berkata,
Sesungguhnya Rasululloh bersabda,
"Tahukah kamu apa ghibah itu?" Mereka menjawab, "Alloh dan
Rasul-Nya yang lebih tahu." Lalu beliau bersabda, "Ghibah adalah
engkau menyebutkan saudaramu (kepada orang lain) dengan sesuatu yang ia
benci."
Lalu dikatakan kepadanya, "Wahai
Rasululloh, bagaimana pendapatmu bila aib yang kuceritakan itu memang
benar?" Beliau menjawab, "Jika apa yang kamu ceritakan itu benar,
berarti kemu meng-ghibah-nya. Jika tidak, berarti engkau berbuat dusta." 27
Wallohu
A'lam.
Catatan
Kaki
HR. Muslim (dalam) Kitabus Salam.
HR. Muslim (dalam) Kitabus Salam.
HR. Bukhari.
HR. Ahmad. Hadits ini shohih.
HR. Ahmad. Hadits ini shohih.
HR. Muslim (dalam) Kitabus Salam.
Lihat Shohih Bukhori pada Kitabul
Isti'dzan.
HR. Muslim dan Ahmad. Sedangkan lafadz-nya oleh
Imam Muslim.
HR. Bukhori (dalam) Kitabul Isti'dzan.
HR. Muslim.
0 comments:
Post a Comment