Adab
Bertamu (2/3)
Setelah menyimak dan mengetahui ayat 27 -
29 dari surat
An-Nur, maka langsung saja dibahas adab-adab bertamu yang sesuai dengan
tuntunan sunnah Rasululloh dan para sahabat beliau. Di antara yang akan dibahas
di sini adalah, tidak mengintai ke dalam bilik, tidak masuk rumah walaupun
terbuka pintunya, jumlah maksimal dalam meminta izin, tidak menghadap ke arah
pintu masuk dan hendaknya menyebut nama yang jelas.
Setelah
menelaah tafsir ayat tersebut di atas secara umum, dapat kami simpulkan bahwa
ayat di atas memiliki dua pokok pembahasan yang sangat penting untuk
mendapatkan penjelasan yang luas dari sunnah Rosululloh, yaitu adab bertamu dan
menerima tamu.
Apabila
kita ingin bertamu, hendaknya kita beradab dengan adab Islami, agar kita
beruntung di dunia dan di akhirat. Beruntung di dunia karena kita tidak ingin
meninggalkan kesan yang jelek dan tidak ingin meresahkan shohibul bait
menurut pandangan Islam.
Beruntung
di akhirat karena orang yang mengamalkan sunnah Rosululloh dengan ikhlas akan
meraih pahala dari Alloh. Di antara adab bertamu yang harus diperhatikan
adalah:
Ketika
tamu sampai di halaman rumah, tidak diizinkan mengintip melalui jendela atau
bilik, walaupun tujuannya ingin mengetahui penghuninya ada atau tidak,
mengingat ancamannya yang sangat keras. Sebagaimana yang diterangkan hadits di
bawah ini:
Dari
Abu Hurairoh ia berkata, Abul Qasim shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Andaikan ada orang melihatmu di rumah
tanpa izin, lalu engkau melemparnya dengan batu kecil lalu kamu cungkil
matanya, maka tidak ada dosa bagimu. 6
Dari
Anas bin Malik,
sesungguhnya ada seorang laki-laki
mengintip sebagian kamar Nabi, lalu Nabi berdiri menuju kepadanya dengan
membawa anak panah yang lebar atau beberapa anak panah yang lebar, dan
seakan-akan aku melihat beliau menanti peluang untuk menusuk orang itu. 7
Hadits
ini menunjukkan ancaman yang keras untuk orang yang mengintip dan melihat orang
yang berada di rumahnya tanpa memperoleh izin sebelumnya.
Rumah
yang terbuka pintunya belum tentu ada penghuninya. Sekalipun ada penghuninya,
tamu dilarang masuk, karena persyaratan boleh masuk rumah orang lain harus
mendapatkan izin, sebagaimana ayat diatas yang menjelaskan,
Jika kamu tidak menemui siapapun di
dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapatkan izin.
Tamu
yang hendak masuk di rumah orang lain jika telah meminta izin tiga kali, tidak
ada yang menjawab atau tidak diizinkan, hendaknya pergi.
Dari Abu Sa'id Al-Khudri ia berkata,
Abu Musa telah
meminta izin tiga kali kepada Umar untuk memasuki rumahnya, tetapi tidak ada
yang menjawab, lalu dia pergi, maka sahabat Umar menemuinya dan bertanya,
"Mengapa kamu kembali?" Dia menjawab, "Saya mendengar Rasululloh
bersabda,
Barangsiapa
meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan, maka hendaklah kembali. 8
Adapun
hikmah pemberitahuan minta izin hanya diberikan maksimal tiga kali, karena
salam pertama agar mendengarnya, sedangkan yang kedua untuk menentukan sikap,
yang ketiga untuk mengizinkan atau menolak.
Selanjutnya
jika tidak diizinkan, janganlah berdiri di depan pintu, tetapi hendaknya segera
pergi, karena shohibul bait-lah yang mempunyai urusan. Dan
karena Alloh memberi udzur kepada shohibul bait untuk menolak tamu. 9
Meminta izin ada beberapa cara, antara lain:
- Dengan
mengetuk pintu atau menekan bel. Dari Jabir bin Abdillah bahwasanya ia
berkata,
- Dengan memperlihatkan dirinya kepada
penghuni rumah, dipersilahkan masuk apa tidak, sebagaimana yang
diterangkan oleh imam Baihaqi. 11
- Dengan mengucapkan salam maksimal tiga
kali (bila shohibul bait seorang muslim). 12
- Dengan memberi isyarat, seperti dengan
dehem. Sedangkan yang lebih utama adalah dengan bertasbih (yaitu -membaca-
subhanalloh), agar shohibul bait mengerti bahwa tamu yang datang
itu muslim. 13
- Dengan mengucapkan salam lalu berkata,
"Bolehkah aku (sebutkan nama) masuk rumah?" Hal ini pernah
dilakukan oleh sahabat Umar ketika datang ke rumah Rasululloh dia berkata,
"Hai Rasululloh, assalaamu 'alaikum, bolehkan Umar masuk?" 14
Sedangkan tanda diperbolehkan masuk,
apabila telah dibukakan pintu dan terdengar suara atau ada isyarat diizinkan
masuk. Dalilnya dari Ibnu Mas'ud ia berkata, Rasululloh berkata kepadaku,
Tanda diizinkan engkau masuk bila tirai
telah diangkat, dan engkau dibolehkan mendengarkan suatu yang kurahasiakan
kecuali bila aku melarangmu. 15
Ketika
tamu tiba di depan rumah, hendaknya tidak menghadap ke arah pintu. Tetapi
hendaknya dia berdiri di sebelah pintu, baik di kanan maupun di sebelah kiri. Hal
ini sebagaimana amalan Rasululloh.
Dari Abdulloh bin Bisyer ia berkata,
Adalah
Rasululloh apabila mendatangi pintu suatu kaum, beliau tidak menghadapkan wajahnya
ke depan pintu, tetapi berada di sebelah kanan atau kirinya dan mengucapkan
"Assalamu 'alaikum ... assalamu 'alaikum ..." 16
Ketika
tuan rumah menanyakan nama, tamu tidak boleh menjawab dengan jawaban
"saya" atau jawaban yang tidak jelas. Karena tujuan shohibul bait
bertanya adalah ingin tahu siapa tamu itu dan untuk menentukan sikap apakah
boleh masuk atau tidak.
Dari Jabir bin Abdulloh bahwasanya dia berkata,
Saya datang
kepada Rasululloh untuk membayar hutang ayahku. Lalu aku mengetuk pintu
rumahnya. Lalu beliau bertanya, "Siapa itu?" Lalu aku menjawab,
"Saya." Nabi berkata, "Saya? ... Saya? ... seakan-akan beliau
tidak menyukainya. 17
Catatan Kaki
HR. Bukhari (dalam) Kitabul
Isti'dzan.
HR. Bukhari (dalam) Kitabul
Isti'dzan.
HR. Ahmad.
Hadits ini shohih.
Keterangan ini dituturkan oleh Qotadah. Lihat Tafsir
Ibnu Katsir: 3/282.
HR. Bukhari.
Lihat Kitab Syu'abul Iman: 6/436.
Lihat Fathul Bari :
11/94.
Lihat kitab Nawadirul Ushul Fii Ahaadits Ar Rasul:
3/90.
HR. Abu Dawud.
HR. Muslim.
HR. Abu Dawud.
Hadits ini shohih.
HR. Bukhori.
Dikutip dari majalah Al-Furqon 2/I/1423H hal
14 - 15.
0 comments:
Post a Comment