Home » » Zakat fitri

Zakat fitri


Zakat fitri merupakan salah satu syariat yang telah ditetapkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Berkata Ibnu Umar radhiyallahu anhuma : أَنَّ رَسُولَ اللهِ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى الـنَّـاسِ رواه البخاري ومسل “Rasulullah mewajibkan zakat fitri pada bulan Ramadhan kepada manusia (HR. Bukhari dan Muslim)

(Al Fikrah Tahun 3 Edisi 11) Zakat fitri merupakan salah satu syariat yang telah ditetapkan oleh Allah ta’ala dan Rasul-Nya. Berkata Ibnu Umar radhiyallahu anhuma : أَنَّ رَسُولَ اللهِ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى الـنَّـاسِ رواه البخاري ومسلم “Rasulullah mewajibkan zakat fitri pada bulan Ramadhan kepada manusia (HR. Bukhari dan Muslim) Dan tuntunan Rasulullah tentang masalah ini sangatlah sempurna baik dari segi hukum, waktu, ukuran, batasan, siapa yang harus mengeluarkan dan siapa yang berhak menerimanya serta hikmah disyariatkannya. Definisi Zakat fitri disandarkan pada kata Al Fitri "اَلْفِطْر"ِ (berbuka) karena dia diwajibkan pada saat dibolehkannya berbuka dari puasa Ramadhan dan dia merupakan sedekah bagi badan dan jiwa. Yang wajib mengeluarkan zakat fitri Zakat fitri diwajibkan bagi setiap muslim dewasa maupun anak-anak, laki-laki, perempuan, merdeka atau hamba sahaya, hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma: أَنَّ رَسُولَ اللهِ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَــبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوْ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ رواه البخاري ومسلم “Rasulullah telah mewajibkan zakat fitri di bulan Ramadhan atas seluruh kaum muslimin baik ia adalah orang yang merdeka, hamba sahaya, laki-laki, perempuan, anak kecil atau orang dewasa”(HR. Bukhari dan Muslim) Sebagian ahli fiqih berpendapat bahwa kewajiban zakat juga ditujukan kepada janin yang masih ada di dalam rahim ibunya, namun tidak ada riwayat yang shahih dari Rasulullah yang menjelaskan tentang hal tersebut, lagi pula janin tidak bisa dikategorikan sebagai anak kecil baik menurut adat masyarakat maupun istilah syari’at –wallahu a’lam-. Ukuran dan jenis makanan untuk zakat fitri Ukuran zakat fitri dari makanan yang mesti dikeluarkan adalah satu sha’ yang nilainya sama dengan empat mud atau sebanding dengan 2,42 Kg atau kurang lebih 3,5 liter dari beras, gandum, kurma, keju kering, atau lainnya dari jenis makanan pokok, dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata: كُــنَّـا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَــعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ رواه البخاري و مسلم “Kami mengeluarkan zakat satu sha’ dari makanan, gandum, korma, susu kering atau anggur kering” (HR. Bukhari dan Muslim) Adapun anggapan sebagian orang bahwa pembayaran zakat fitri bisa dengan uang sebagai ganti dari harga makanan adalah pendapat keliru dan tidak dikenal oleh As Salaf Ash Shalih, karena seandainya cara ini dibolehkan maka pasti Rasulullah telah menyampaikan dan mengajarkannya kepada para shahabat-shahabat beliau , serta sudah dinukil oleh ulama kita, karena pada zaman tersebut telah ada mata uang yaitu dinar dan dirham, akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh Nabi , bahkan di dalam kitab Kifayatul Akhyar, Imam Taqiyuddin رحمه الله berkata: “Tidak sah membayar zakat fitri dengan nilai nominal (uang) dan para ‘ulama tidak berbeda pendapat tentangnya” (Lihat Kifayatul Akhyar hal. 185) Waktu pembayaran zakat fitri Waktu wajib membayar zakat fitri ialah sejak terbenamnya matahari pada malam hari raya ‘Idul Fitri, sampai sebelum kaum muslimin pergi untuk shalat Ied, Hal ini berdasarkan hadits Umar : أَنَّ رَسُولَ اللهِ أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُــؤَدَّى قَــبْلَ خُرُوجِ الــنَّــاسِ إِلَى الصَّلاَةِ رواه البخاري و مسلم ”Adalah Rasulullah memerintahkan zakat fitri agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar ke lapangan untuk melakukan sholat ‘Ied” (HR. Bukhari dan Muslim) Jadi barang siapa yang meninggal dunia sebelum terbenamnya matahari maka ia tidak perlu dibayarkan zakatnya namun jika meninggal setelah terbenamnya matahari maka ia wajib dibayarkan zakatnya, demikian pula seandainya seseorang dilahirkan sebelum terbenamnya matahari maka ia wajib dibayarkan zakatnya, namun jika dilahirkan setelah terbenamnya matahari ia tidak perlu dibayarkan zakatnya. Namun dibolehkan juga untuk membayar zakat fitri satu atau dua hari sebelum ‘Ied, hal ini sebagaimana yang dikatakan Nafi’ رحمه الله: ))فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُعْطِي عَنْ الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ حَتَّى إِنْ كَانَ لِيُعْطِي عَنْ بَنِيَّ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَــنْـهُـمَا يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْــبَـلُونَهَا وَكَانُوا يُعْطُونَ قَـبْلَ الْفِطْرِ بِيَـوْمٍ أَوْ يـَـوْمَــيْنِ )) رواه البخاري “Adalah Ibnu ‘Umar رضي الله عنهما membayarkan zakat fitri untuk anak-anak dan orang dewasa, dan adalah beliau membayarkan zakat fitri anak-anakku, dan beliau رضي الله عنهما memberikan kepada yang berhak menerimanya. Dan mereka membayar zakat fitri itu sehari atau dua hari sebelum ‘Ied” (R. Bukhari) Golongan yang berhak menerima zakat fitri dan tempat mengeluarkannya Zakat fitri tidak boleh dikeluarkan kecuali kepada orang yang berhak menerimanya, mereka adalah dari golongan fakir miskin, berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhyallahu ‘anhuma : فَرَضَ رَسُولُ اللهِ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّـغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ رواه أبو داود وابن ماجه والدارقطني والحاكم “Rasulullah mewajibkan zakat fitri sebagai pembersih (diri) bagi yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perbuatan kotor serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Daruquthni dan Hakim) Berkata Ibnu Qayyim Al Jauziah رحمه الله: “ِAdapun diantara petunjuk dari Rasulullah , adalah mengkhususkan sedekah ini (zakat fitri) untuk orang-orang miskin saja dan beliau tidaklah membaginya kepada golongan yang delapan, tidak pernah memerintahkannya dan tidak seorang pun dari kalangan shahabat melakukannya serta tidak pula orang-orang yang datang setelah mereka. Bahkan ini merupakan salah satu dari dua pendapat madzhab kami bahwa zakat fitri tidak boleh disalurkan kecuali kepada orang-orang miskin saja dan inilah pendapat yang rajih (kuat) dari pendapat yang mewajibkan pembagiannya kepada golongan yang delapan tersebut” (Lihat Zaadul Ma’ad 2:21) Pendapat ini pula yang juga dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, lihat Majmu’ Fatawa (25:71-78), Adapun delapan golongan yaitu fakir, miskin, amil (pengurus zakat), muallaf, budak yang ingin merdeka, orang berhutang, mujahid di medan perang dan musafir yang butuh bekal sebagaimana tercantum di dalam surat At Taubah ayat 60 adalah untuk zakat harta (maal) atau shadaqah sunnah bukan zakat fitri. Adapun tempat mengeluarkannya yaitu di daerah atau negeri dimana zakat itu dipungut dan dikumpulkan, kecuali apabila kebutuhan orang-orang di sana telah tercukupi dan tidak diketahui lagi yang berhak menerimanya, maka boleh disalurkan ke daerah atau negeri lain. Namun perlu di ingat bahwa pembagian zakat tidak mesti disamaratakan dari satu orang miskin dengan miskin lainnya, amil boleh memberikan zakat lebih banyak kepada orang yang lebih membutuhkannya, di sisi lain juga seseorang yang hendak mengeluarkan zakatnya, boleh langsung mendatangi orang miskin yang dikehendakinya tanpa perlu mengamanahkannya kepada amil. Kesahan-kesalahan seputar zakat fitri 1. Sebagian amil menetapkan zakat yang mesti dikeluarkan terlalu berlebih-lebihan, misalnya setiap orang harus mengeluarkan 4 kg beras atau lebih 2. Zakat justru disalurkan kepada yang tidak berhak menerimanya misalnya untuk remaja dan pengurus masjid dengan berdalih bahwa mereka termasuk golongan fisabilillah atau bahkan disimpan sebagai dana pembangunan masjid, wal’iyadzu billah. 3. Sebagian zakat yang telah dikumpulkan tidak disalurkan kecuali setelah sholat ‘Ied. Perkara-perkara tersebut tidak pernah dicontohkan oleh nabi Muhammad bahkan termasuk ajaran baru yang tidak dikenal oleh syariat. Rasulullah bersabda : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَـيْسَ عَلَـيْهِ أَمْرُنَا فَهُــوَ رَدٌّ رواه مسلم “Barang siapa melakukan amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim) Hikmah disyariatkannya zakat fitri Allah mewajibkan zakat fitri sebagai penyucian diri bagi orang-orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perbuatan kotor serta sebagai makanan untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin, paling tidak ketika pada saat hari raya berdasarkan hadits Ibnu Abbas sebelumnya. Disamping itu terkandung di dalamnya juga sifat yang mulia yaitu kedermawanan dan kecintaan untuk selalu membantu sesama muslim dan sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa terhadap apa yang terjadi dalam berpuasa, baik berupa keku-rangan, kekeliruan maupun perbuatan dosa yang dikerjakannya selama berpuasa. Salam dan shalawat semoga senantiasa tercurahkan atas nabi Muhammad , kerabat dan shahabatnya serta kaum muslimin hingga datangnya hari kiamat. -Abu Muhammad- Maraji’: Shifatus Shaumi An Nabiyyi , Syaikh Salim Al Hilali


Diterbitkan Oleh : Al Masjidiy Jurnal News Network

Al Masjidiy Murupakan kumpulan dari tulisan-tulisan yang ada dalam beberapa buletin dan artikel ilmiah, soalnya admin pernah menjadi pemred beberapa buletin di Kota Metro Lampung dan Kota Bekasi. Saat ini admin Fokus pada pengembangan media online. Admin juga menerima tulisan dari pembaca melalui email: almasjidiy@gmail.com

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Terima Kasih Telah Membaca Artikel Ini ::

0 comments:

Post a Comment

Opini Terbaru