Home » » Ciri-Ciri ‘Ibaadur Rahmaan

Ciri-Ciri ‘Ibaadur Rahmaan


Ciri-Ciri ‘Ibaadur Rahmaan
Prof. DR. Chotibul Umam

Melalui mimbar yang mulia ini, kita sbaiknya bersyukur kepada Allah Swt yang telah menciptakan kita sebagai hamba-Nya yang beriman. Allah Swt. menciptakan manusia sangat beragam; ada yang beriman dan ada yang tak; ada yang disayangi-Nya dan ada yang tidak, bahkan ada yang Tuhan tidak sudi melihatnya di hari kiamat nanti. Dalam kesempatan ini kita ingin mengetahui petunjuk Allah Swt tentang ciri-ciri hamba-Nya yang benar-benar beriman dan diberi gelar ‘ibaadurrahmaan, hamba Allah Yang Maha Pengasih Penyayang karena ketaatan dan ketinggian akhlaknya, yang patut menjadi contoh teladan bagi manusia sebagai hamba Allah. Ciri-ciri ‘ibaadurrahmaan ini dijelaskan oleh Allah Swt. di dalam Al-Qur’an surah Al-Furqan ayat 63 sampai akhir surah. Ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan menjadi sembilan sifat yang bila dipunyai oleh seorang Muslim pastilah dia mendapat ridha Allah di dunia dan akhirat dan akan ditempatkan-Nya di tempat yang tinggi dan mulia di dalam surga Jannatunna’iim.
Pertama, apabila mereka berjalan di muka bumi, terlihat dari sikapnya itu sifat kesederhanaan, jauh dari sifat sombong, langkahnya tetap teratur tidak dibuat-buat karena ingin menarik perhatian orang.

Kedua, apabila ada orang yang mengucapkan kata-kata yang tidak pantas atau tidak senonoh kepada mereka, dan mereka tidak membalasa kata-kata itu, melainkan menjawabnya dengan ucapan yang baik yang mengandung nasehat dan harapan semoga dia mendapat hidayah dari Allah. Demikianlah sikap Rasulullah Saw bila diserang dan dihina dengan kata-kata yang kasar, beliau tetap berlapang dada dan menyantuninya. Perhatikan firman Allah dalam Surah Al-Furqan ayat 63:
Wa ‘ibaadurrahmaani lladziina yamsyuuna ‘alal ardhi haunan wa idzaa khaathabahumul jaahiluuna qaaluu salaaman.
Ketiga, apabila malam telah sunyi sepi, manusia telah dibuaikan tidur nyenyak, mereka mengerjakan shalat tahajjud. Mereka tinggalkan kesenangan dan kenyamanan tidur, mereka resapkan dengan sepenuh jiwa dan raga, bagaimana nikmat dan tenteramnya di kala bermunajat dengan Tuhan. Mereka lakukan shalat seperti yang dilakukan Rasulullah Saw., karena dengan shalat malam ini jiwa mereka menjadi suci dan bersih, iman mereka bertambah kepada Tuhan. Dan saat itulah mereka memohon dan berdoa dengan penuh khusyu’ dan tawadhu’ untuk diampuni dosanya dan dilimpahi rahmat dan keridhaan-Nya. Perhatikan ayat 64 selanjutnya:

Wa lladziina yabiituuna li rabbihim sujjadan wa qiyaaman.

Dan dalam surah As-Sajdah ayat 16 Allah Swt berfirman:

Tatajaafaa junuubuhm ‘anil madhaaji’ yad’uuna rabbahum khawfan wa thma’an wa mimmaa razaqnaahum yunfiquun.
Keempat, mereka selalu mengingat hari akhirat, hari perhitungan, di mana semua manusia akan mempertanggunjwabkan perbutannya. Yang baik diberi ganjaran berlipat ganda dan yang jahat diberi balasan yang setimpal. Di saat munajat itu tergambarlah dalam pikiran mereka, bagaimana ganasnya api neraka yang selalu menanti para hamba Allah yang durhaka. Di kala itu meneteslah air mata mereka dan mereka memohon dengan sungguh-sungguh agar dibebaskan dari siksaan api neraka yang ganas itu. Hal itu dikemukakan Allah dalam Surah Al-Furqan ayat 65-66:

Wa lladziina yaquuluuna rabbanshrif ‘annaa ‘adzaaba jahannama inna ‘adzaabahaa kaana gharaaman. Innahaa saa`ats mustaqarran wa muqaaman.

Kelima, apabila menafkahkan harta, mereka tidak terlalu boros dan tidak pula terlalu kikir, tetapi tetap memelihara keseimbangan antara kedua sifat yang buruk itu. Sifat boros akan membawa kepada kemusnahan harta dan kerusakan masyarakat, karena seorang yang boros akan menghambur-haburkan kekayaannya dengan jalan yang merusak seperti judi, main perempuan dan minuman keras. Demikian juga sifat kikir segan mengeluarkan harta untuk dirinya, apalagi untuk masyarakat. Di sini ayat 67 Surah Al-Furqan Allah berfirman:
Wa lladziina idzaa anfaquu lam ysurifuu wa lam yaqturuu wa kaana bayna dzaalika qawaaman.

Keenam, mereka tidak menyembah selain Allah, tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Mereka benar-benar menganut tauhid yang murni. Bila beribadah, maka ibadahnya itu semata-mata karena Allah. Bila berbuat kebajikan, maka perbuatannya karena Allah, maka benar-benar langsung kehadirat Allah Swt. Lihat kembali surah Al-Furqan ayat 68-69:

Wa lladziina laa yad’uuna ma’a llaahi ilaahan aakhara wa laa yaqtuluuna nnafsa llatii harrama llaahu illaa bil haqqi wa laa yaznuuna wa man yaf’al dzaalika yalqa atsaaman. Yudhaa’af lahuul ‘adzaabu yawmal qiyaamati wa yakhlud fiihi muhaanan.

Ketujuh, mereka tidak mau dan tidak pernah melakukan sumpah palsu dan apabila mereka lewat di hadapan orang-orang yang suka omong kosong dan ucapan yang tak berguna, mereka pasti tidak mau bergabung. Hal ini juga ditegasskan oleh Allah dalam surah Al-Furqan ayat 72:
Wa lladziina laa yasyhaduuna zzuura wa idzaa marru bil laghwi marruu kiraaman.

Kedelapan, mereka dapat menanggapi peringatan yang diberikan Allah bila mereka mendengar peringatan itu. Hati mereka selalu terbuka untuk menerima nasihat dan pelajaran, pikiran mereka pun selalu merenungkan ayat-ayat Allah untuk dipahami dan diamalkan, sehingga bertambah keimanan dan keyakinan mereka, bahwa ajaran Allah benar-benar tinggi nilai dan mutunya, ajaran yang benar dan tak dapat ditambah. Di sini juga Allah berfirman dalam ayat 73:
Wa lladziina idzaa dzukkiruu bi aayaati rabbihim lam yakhirruu ‘alayhaa shumman wa ‘umyaanan.

Kesembilan, mereka selalu munajat dan memohon kepada Tuhan agar diberi anugerah keturunan yang baik-baik sehingga isteri dan anak-anak itu benar-benar menyenangkan hati dan perasaannya karena keluarganya sendiri terdiri dari orang-orang yang saleh dan bertakwa kepada Tuhan. Dengan demikian, akan bertambah banyaklah di muka bumi ini hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Di samping itu, mereka juga mengharapkan agar anak cucunya menjadi pemimpin yang dapat mengajak orang untuk bertakwa di muka bumi ini. Bukan pemimpin sekedar untuk mencari kedudukan dan pangkat. Dalam firman Allah surah Al-Furqan ayat 74:

Wa lladziina yaquuluuna rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a’yunin waj’alnaa lil muttaqiina imaaman.
Itulah ciri-ciri atau sifat-sifat hamba-hamba Allah yang patut diberi predikat ibaadurrahmaan, hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih Penyayang. Orang-orang yang telah mencapai predikat ibaadurrahmaan ini akan diridhai oleh Allah dan ditempatkan di akhirat nanti pada tempat yang paling mulia di sisi-Nya, surga dengan segala kenikmatannya, dihormati dan dimuliakan oleh para malaikat dan diberi karunia dan rahmat Allah yang tiada putus-putusnya. Semoga uraian ini bermanfaat bagi kita sekalian, terutama untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita, Amin. [mu]


Diterbitkan Oleh : Al Masjidiy Jurnal News Network

Al Masjidiy Murupakan kumpulan dari tulisan-tulisan yang ada dalam beberapa buletin dan artikel ilmiah, soalnya admin pernah menjadi pemred beberapa buletin di Kota Metro Lampung dan Kota Bekasi. Saat ini admin Fokus pada pengembangan media online. Admin juga menerima tulisan dari pembaca melalui email: almasjidiy@gmail.com

Join Me On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Terima Kasih Telah Membaca Artikel Ini ::

0 comments:

Post a Comment

Opini Terbaru