Sikap Terhadap
Syaitan
Drs. H. Ahmad Yani
Syaitan merupakan salah satu dari makhluk
Allah Swt yang pada dasarnya dicipta untuk mengabdi kepada Allah Swt
sebagaimana manusia dicipta juga untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini karena
syaitan berasal dari golongan jin yang sama-sama dicipta untuk mengabdi kepada
Allah Swt sebagaimana firman-Nya: “Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia kecuali
supaya mengabdi kepadaku” (QS 51:56).
Adapun syaitan atau iblis berasal dari golongan jin
disebutkan dalam firman Allah: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para
malaikat: “seujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis, dia
adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu
mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku,
sedang mereka adalah musuhmu?. Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti
(Allah) bagi orang-orang yang zalim (QS 18:50 ).
Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt mengemukakan sikap-sikap
yang ditunjukkan oleh manusia terhadap syaitan dan menunjukkan kepada kita
bagaimana seharusnya kita bersikap kepadanya agar dapat mewujudkan kehidupan
yang baik di dunia ini sehingga membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
1. SEBAGAI SAUDARA
Dalam bersikap kepada syaitan, ada manusia yang
menjadikannya seperti saudara sehingga ia memiliki sifat-sifat yang sama
sebagaimana yang dimiliki oleh syaitan, satu diantaranya adalah melakukan apa
yang disebut dengan tabdzir dalam penggunaan harta, yakni menggunakan atau
membelanjakan harta untuk sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Allah dan
Rasul-Nya, baik sedikit apalagi banyak. Dalam bahasa kita hal ini
diistilahkan dengan pemborosan, karena mengandung kesia-siaan. Orang yang
melakukan hal ini disebut dengan mubadzdzir. Harta yang kita miliki, sebanyak
apapun dia sangat banyak yang membutuhkannya baik untuk keluarga sendiri yang
memang sangat berhak maupun orang lain seperti orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan yang memerlukan pertolongan, Allah Swt berfirman: Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya (QS 17:26-27).
2. SEBAGAI PEMIMPIN DAN
PELINDUNG
Dalam kehidupan ini, manusia
membutuhkan pemimpin, namun manusia tidak boleh sembarangan memilih pemimpin,
karena hal itu bisa mengakibatkan persoalan yang sangat pelik. Namun yang amat
disayangkan adalah ada manusia yang menjadikan syaitan atau orang-orang yang
berwatak syaitan sebagai pemimpin sehingga kepemimpinan itu membawa akibat
negatif yang sangat besar, Allah Swt berfirman: Sesungguhnya syaitan itu tidak
ada kekuasaannya atas orang-orangn yang beriman dan bertawakkal kepada
Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang
mengambilnya menjadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya
dengan Allah (QS 16:100).
Kata sulthan (kekuasaan)
dalam ayat di atas berasal dari kata As Salith yang maksudnya adalah minyak
yang digunakan untuk menyalahan lampu/pelita yang menggunakan sumbu. Ini
berarti sulthan adalah keterangan atau bukti yang menjelaskan sesuatu dengan
terang dan mampu meyakinkan pihak lain, baik benar maupun salah. Syaitan memang
memiliki kemampuan untuk memperdaya manusia, namun yang bisa diperdaya oleh
syaitan hanyalah orang-orang yang lemah imannya, yang menjadikannya sebagai
pemimpin, sama seperti virus sebuah penyakit yang hanya akan menimpa orang-orang
yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
Penggunaan kata wali
(pelindung) terhadap syaitan juga disebutkan dalam firman Allah Swt yang
artinya: Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari
kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) . Dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya
kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal
di dalamnya (QS 2:257).
Ini berarti ada manusia yang
menjadikan syaitan sebagai pemimpin dan pelindung. Kata wali bermaksud sesuatu
yang langsung datang atau berada sesudah sesuatu yang lain, tidak ada perantara
diantara keduanya. Ketika Allah Swt atau syaitan yang dijadikan sebagai wali
oleh manusia, itu artinya manusia memiliki hubungan yang sangat dekat sehingga
langsung ditolong, dibantu dan dilindungi. Ketika Allah Swt yang dijadikan
sebagai wali (pemimpin dan pelindung), maka Allah Swt akan mengeluarkan manusia
dari kegelapan dan kesesatan kepada cahaya yang , yakni petunjuk hidup yang
benar, namun ketika manusia menjadikan syaitan sebagai wali, maka syaitan akan
mengeluarkan manusia dari jalan hidup yang benar (cahaya) kepada kegelapan atau
kesesatan yang banyak.
3. SEBAGAI KAWAN
Dalam kehidupan ini, manusia
tidak bisa hidup sendirian, ia membutuhkan kawan ang dapat menghibur dikala
duka, yang dapat membantu dikala susah dan menemaninya dikala sepi, bahkan
memecahkan persoalan saat menghadapi masalah. Karena itu, manusia seharusnya
menjadikan orang-orang yang baik dan shaleh sebagai kawan, karenanya Allah Swt
berpesan kepada setiap mu’min untuk selalu berkawan kepada orang-orang yang
shiddik (benar), Allah berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar (QS 9:119).
Karena itu amat disayangkan
bila manusia menjadikan syaitan atau orang-orang yang berwatak syaitan sebagai
kawan dekatnya, akibatnya merebaklah berbagai kejahatan yang disebarluaskan
oleh syaitan, karena syaitan dan pengikut-pengikutnya hanya akan membuat
manusia menempuh jalan hidup yang sesat hingga berujung ke neraka, Allah Swt
berfirman: Diantara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu
pengetahuan dan mengikuti setiap syaitan yang sangat jahat, yang telah
ditetapkan terhadap syaitan itu, bahwa barangsiapa yang berkawan dengan dia,
tentu dia akan menyesatkannya dan membawanya ke azab neraka (QS 22:4)
4. SEBAGAI MUSUH
Sikap terbaik yang harus
ditunjukkan oleh manusia terhadap syaitan adalah menganggap dan menjadikannya
sebagai musuh yang harus diperangi dan diwaspadai setiap saat. Syaitan harus
diperlakukan sebagai musuh karena sepak terjangnya dalam kehidupan kita menjadi
kendala besar bagi kita untuk bisa menjadi muslim yang sejati, Allah Swt
berfirman: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS 2:208)
Di samping itu, seruan Allah
Swt untuk memperlakukan syaitan sebagai musuh tidak hanya ditujukan kepada
orang-orang yang beriman, tapi juga kepada seluruh umat manusia, karena ada
kebutuhan-kebutuhan manusia yang harus dipenuhinya dan ia tidak boleh
menghalalkan segala cara dalam upaya mencapainya, Hal ini karena, meskipun
manusia tidak beriman kepada Allah Swt atau tidak menjadi muslim, dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya, tetap saja mereka yang tidak beriman kepada
Allah-pun tidak membenarkan upaya yang menghalalkan segala cara, Allah Swt berfirman:
Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan
itu musuh yang nyata bagimu (QS 2:168).
Keharusan manusia menjadikan
syaitan sebagai musuh juga karena dalam kehidupan bersama, manusia sangat
mendambakan kedamaian hidup, sedangkan syaitan selalu menanamkan perselisihan,
permusuhan ke dalam jiwa manusia hingga akhirnya terjadi peperangan; tidak
hanya dengan kata-kata tapi juga perang secara fisik dengan korban harta dan
jiwa yang sedemikian banyak serta membawa dampak kejiwaan yang negatif, dan ini
sebenarnya tidak dikehendaki oleh manusia, Allah Swt berfirman: Dan katakanlah
kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik
(benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi manusia (QS 17:53).
Manakala kita siap
menjadikan syaitan sebagai musuh, maka setiap kita harus waspada 24 jam setiap
harinya, memiliki kesiapan untuk “berperang” dengannya dalam arti tidak ada
kompromi dengan syaitan, memiliki daya tahan yang kuat untuk menghalau godaan
syaitan dan memohon perlindungan kepada Allah Swt dari gangguan-gangguan
syaitan, bila ini yang kita lakukan, maka kita bisa menjadi orang yang bertaqwa
dengan sebenar-benarnya taqwa
0 comments:
Post a Comment