Mengasah Empati Mengikis Ego Diri
Uwais al qarni, seorang tabi'in yang mulia, dan
keshalihannya telah diisyaratkan oleh rasullah saw, seorang ahli ibadah, namun
juga sangat perhatin terhadap nasib saudaranya. Saat tak ada lagi sesuatupun
yang dimilikinya, sementara masih ada orang yang hidup menderita, beliau
berdo'a, ''ya allah saya memohon udzur kepada-mu hari ini, lantaran tidak mampu
memberi makan orang kelaparan, dan tak mampu membri pakaian kepadaorang yang
tak punya pakaian. Tak ada lagi pakaian. Tak ada lagi makanan di rumahku selain
apa yang telah berada di dalam perutku, dan aku tidak memiliki apa –apa lagi
selain apa yang telah menempel pada ditubuhku beliau hanyalah sehelai baju yang
telah usang.
Begitulah, tanggung jawab yang dirasakan oleh uwais
sebagai seorang muslim. Tidak hanya cukup bersombong, ''yang penting aku tidak
merugikan orang lain, tidak mengganggu, atau mencelakainya.'' Tidak cukup hanya
itu. Tapi manfaat apa yang bisaia berikan kepada saudaranya muslim yang
membutuhkan. Islam menganjurkan umatnya memiliki perhatian terhadap nasib
saudaranya.
Dengan akhlak seperti ini, dakwah mudah diterima,
ikatan ukhuwah semakin erat, dan kekuatan menjadi kokoh.
Berbeda dengan sikap ananiyah
(induvidualis/egois), masa bodoh, tak menjaga perasaan orang lain dan hahya
mementingkan diri sendiri. Dia ingin diperhatikan, namun enggan membre
perhatian. Sifat ananiyah, kalaupun tidak secara langsung menimpakan gangguan
kepada orang lain, namun berpotensi menumbuhkan bibit kedengkian. Dari
kedengkian akan muncul kebencian, lalu perpecahan. Ujung ujungnya, kelemahan
kaum muslimin dan penguasaan musuh terhadap mereka. Karena, itu islam mengasung
umatnya untuk berlaku empeti, sekaliggus memberi perhatian kepada saudaranya
muslim, dari hal kecil hingga perkara yang besar dan mendesak. Nabi saw
mengasingkan keimanan seseorang yang tidak peduli terhadap nasib yang dialami
oleh saudaranya. Beliau saw bersabda,
ما آمن مَنْ بات شبعاناً وجارُهُ حائع إلى جنبه و هو
يعلم به
''tidak sempurna iman sesorang kepadaku
yang bermalam dalam kondisi kenyang, sementara tetangganya kelaparan di sisinya
dan ia mengetahuinya.''(Hr. at thabrani dan al bazaar)
Salam, Bukan Basa Basi
Bentuk perhatian pertama
terhadap sesama muslim adalah dengan menyebarkan salam. Anjuran nabi saw,
''sebarkanlah salam diantara kalian'' adalah kalimat yang memiliki kandungan
makna yang dalam, cakupan yang luas, dan mengandung konsekuensi yang tidak sederhana.
Bukan sekedar basa basi yang tidak berarti apa apa. Unkapan itu mengandung
perhatian bahwa dia betul betul suka jika saudarnya dalam keadaan selamat dan
tulus berharap dan untuk itu. Ini menurut dirinya menjaga darah, harta dan
kehormatan saudaranya.
Sufyan bin uyainah ra menafsirkan makana salam, ''orang yang
menyapa''assalammu'alaikum'' berarti dia mengatakan, ''engkau selamat dari
gangguanku dan aku selamat dari gangguanmu, begitu juga dengan jawaban,'' maka
tidak sepantasnya jika kedua pihak yang saling menucapkan salam tersebut
menggunjing dibelakangnya dengan sesuatu yang tidak layak, baik berupa ghibag
maupun selainnya.
Apalagi jika pertemuan
antara dua orang muslim diawali dengan salam dan disertai dengan jabat tangan,
niscaya dosa keduanya dihapus sebelum keduanya berpisah,sebagaimana yang
disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih.
Tahaadu Tahaabbu
Di samping do'a keselamatan yang sekaligus berupa
ikrar untuk tidak saling mengganggu, saling memberikan hadiah adlah bukti
adanya perhatian, juga sarana menjalin kasih sayang sesama muslim. Karenaitu
nabi saw, memberikan motivasi, tahaadu tahaabbu...'' hendaknya kalian
memberikan hadiah satu sama lain. Niscaya kalian akan salin mencintai.
Janganlah kita mengganggap pemberian, meski sedekit. Karena masalah yang
didapat bukan saja dari sisi materi, tetapi secara maknawi lebih berarti.
Nabi saw, berpesan kepada kaum wanita,
يا نساء المسلمات، لاتحقرن جارة لجارتها ولو فرسن شاة
''wahai wanita wanita muslimah, jangan sekali kali seorang
mengganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada tetangganya walaupun hanya
dengan sepotong kaki kambing.''(hr. bukhari dan muslim)
Bahkan, jika kita memasak suatau masakan yang
berkuah, memperbanyak kuah lebih baik, agar manfaat bisa dirasakan oleh banyak
orang. Seperti pesan nabi saw yang ditunjukan kepada abu dzar algihifari.
Tujuan hadiah bukan sekedar manfaat materi yang dirasakan, namun juga
pengaruhnya secara maknawi, meski tidak seberapa, hadiah akan menumbuhkan cinta
dan persaudaraan. Al hafidz ibnu hajar as qholani rhm, dalam fathul baari menyebutkan hadits
asiyah ummul mukminin ra yang diriwayatkan oleh at thabari.
يا نساء المؤمنين، تهادوا ولو فرسن شاة، فانه ينبت المودة ويذهب الضغائن
''wahai istri istri orangorang yang beriman, hedaknya kalian saling
memberikan hadiah, hanya sepotong dengan kaki kambing, karena hal itu akan
menumbuhkan rasa cinta dan menghilangkan kedengkian.''(hr. at thabrani)
Ada pula riwayat yang menakjubkan perihal
antusiasnya para sahabat dalam memberikan hadiah. Al waqidi meriwayatkan sebuah
atsar dari Abdullah bin umar rhma, ''salah seoranr dari sahabat rasullah saw
menghadiahkan sepeotong kepala kambing kepada seseorang. Orang itupun berkata,
''saudaraku sipulan lebih berhaq menerima ini, ia sangat membutuhkannya,
kemudian kepala kambing itu dihadiahkan kepada orang yang dimaksud,. Setelah
menerima pemberian itu sampai kepada orang yang dimaksud ia juga mengatakan,
''berikan ini kepada saudaraku si fulan karena ia lebih berhaq menerimannya''.
Selanjutnya si fulaan itupun mengahadiahkannya kepada yang lain dan demeikian
seterusnya hingga kepala kambing itu sempat diterima oleh tujuh keluarga dan
akhirnya kembali orang pertama yang memberikannya.
Membantu Kesulitan Saudarnya
Hadiah diberikan kepada saudaranya, meskipun itu
berupa sesuatu yang tidak terlalu dibutuhkan. Lalu, bagaimana jika ternyata ada
saudaranya muslim yang terdesak kebutuhan, atau sedang mendapatkan kesulitan?
Tentu anjuran islam untuk menolong makin kuat ditekankan. Nabi saw menjanjikan
siapapun yang mengentaskan penderitaan saudaranya, akan terhindar dari
kesulitan yang paling besar,
مَنْ كَانَ فِى
حَاجَةِ أَخِيهِ فَإِنَّ اللَّهَ فِى حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ
كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
''barang siapa yang mencukupi kebutuhan saudarnya, niscaya allah
akan memenuhi kebutuhannya, dan barang siapa yang melepaskan satu kesusahan
yang dialami oleh seorang muslim, maka allah akan meng-hindarkannya dari satu
kesusahan di hari kiamat.''(rh.muslim)
Membantu bisa dalam bentuk memberi, bisa pula
meminjami. Bahkan dalam bebrapa hal, memberikan pijaman lebih utama daripada
memberi. Ibnu Majah dalam kitab as shadaqah meriwayatkan sebuah hadits,
'' pada malam isra',aku melihat diatas pintu jannah tertulis pahala sedekah
sebanyak sepuluh, sedangkan memberikan pinjaman diberi pahala delapan belas.
Maka aku bertanya kepada jibril, ''keapa memberi pinjaman lebih utama daripada
bersedekah? ''jibril menjawab, ''karena orang yang meminta sesuatu, bisa jadi
telah memilikinya, namun orang yang meminjam, tidaklah ia meminjam karena
kecuali karena sangat membutuhkan.''(hr.ibnu Majah)
Tentu saja hadiah itu menjadi motivasi kita untuk
memberi kemudahan pinjaman bagi orang yang berhutang, bukan mendorong kita
gampang berhutang. Masing masing harus saling menjaga dan pengertian. Jika tidak,
saling curiga, saling benci dan perpecahan tinggal menunggu waktu. Bayangkan
jika yang satu mudah memberi pinjaman, lalu dimanfaatkan oleh orang yang
gampang berhutang. Atau sebaliknya, ada orang yang sangat membutuhkan, namun
yang memiliki harta menaruh curiga, atau pura pura tidak tahu, tentu jalinan
ukhuwah tak akan berthan lama.
Untuk itulah, di samping memberikan motivasi bagi
yang mendapat rezeki untuk memberikan pinjaman, syariat juga menancam orang
yang menyalahgunakan kepercayaan dan kelonggaran saudaranya. Nabi saw bersabda,
''barang siapa yang meminjam harta orang lain dengan maksud
mengembalikannya, maka allah akan membantunya untuk dapat mengembalikannya, dan
barang siapa yang meminjamnya dengan maksud mengambilnya, maka allah akan menjadikan
harta itu ludes karenanya.''(hr. al bukhari)
Ini dalil hendaknya dipegang oleh peminjam,
sedangkan sebelumnya, adalah dalil untuk orang yang memiliki kelonggaran. Jika
masing masimg terbalik dalam menggunakan dalil, niscaya ukhuwah akan terancam
pecah. Nas'alullahal'afiyah.
0 comments:
Post a Comment