Definisi Zakat Fithri
Zakat fithri
yaitu shadaqah yang dikeluarkan pada akhir Ramadhan, pada malam hari Raya dan
pagi harinya. Disebut dengan zakat
fithri karena ia disyariatkan ketika bulan ( Ramadhan ) telah sempurna dan pada
saat umat Islam yang melaksanakan shaum sudah berbuka dari shaum Ramadhan.[1]
Al-’Allamah
Ibnu Manzhur menyebutkan, arti zakat secara bahasa adalah thaharah (kesucian),
pertumbuhan, barokah dan pertumbuhan. Dari kata bersinonim hal yang dikeluarkan
dan pekerjaannya.[2]
Menurut Imam An-Nawawi rahimahullah, zakat fithrah dan shadaqah
fithrah merupakan satu lafazh terlahir, bukan bahasa arab asli, bukan pula kata
pinjaman dari bahasa lainnya, akan tetapi merupakan istilah fuqaha’.
Seolah-olah dari kata خِلْقَةٌ (ciptaan), yaitu zakat untuk ciptaan (زَكَاةُ الْخِلْقَةِ) .Penulis Al-Hawy juga mengatakan itu.[3]
Adapun secara syara’, Abdurrahman Al-Jazary berkata : “Zakat adalah
penetapan hak milik tertentu untuk orang yang berhak dengan syarat-syarat yang
telah ada.” [4]
Dan para ulama’
madzhab Hanbali menambahkan : “...dan dalam waktu tertentu.” [5]
Dinamakan
zakat fitrah karena dengannya mewajibkan berbuka dari puasa ramadhan (tidak
berpuasa lagi). Adapun penamaan lain dari zakat fitrah adalah:zakat ramadhan,
zakat shaum, shadaqah fitri, shadaqah shaum, zakat al-badan, dan shadaqah
ar-ru’us.
Disyariatkannya Zakat Fithri
Zakat fithri
disyariatkan dan diwajibkan ketika shaum Ramadhan, yakni ketika bulan sya’ban
tahun ke-2 Hijriah.
Diwajibkan oleh Allah Ta’ala pada bulan
ramadhan 2 hari sebelum dilaksanakannya shalat ‘Ied (hari raya ‘Iedul
fitri).sebab zakat fithri disandarkan kepada Ramadhan dan berbuka dari shaum.
Di samping itu, tidak pernah disebutkan bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam
dan para sahabat bershaum Ramadhan tanpa mengeluarkan zakat fithri.
Hukum Zakat Fithri
Hukum menunaikan zakat fitrah adalah
wajib bagi seluruh kaum muslimin yang mampu membayarnya pada saat itu, hal ini
telah disepakati oleh Jumhur Ulama’ berdasarkan dalil-dalil yang sohih
diantaranya adalah firman Alloh Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat at taubah : 60
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ
اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيم .
Artinya :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk
(memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Biajaksana. (QS. 9:60).
Juga hadits yang datang dari sahabat Abdullah
bin’Umar ra, beliau berkata :
عن عبد الله عمر رضى الله عنهما أن رسول الله صلّى
الله عليه و سلّم فرض زكاة الفطرمن رمضان صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل حر
او عبد ذكر او انثى من المسلمين (الجماعه ).
Artinya :
Dari Abdullah Bin Umar Radhiyallahu 'anhuma bahwa Rosulullah Sallahu 'Alaihi wa
Sallam mewajibkan zakat fithrah setelah ramadlan satu sho’ dari tamar atau satu
sho’ dari gandum terhadap kaum muslimin yang merdeka atau budak, laki-laki atau
perempuan ( HR. Al Jama’ah )
Dalam lafadz lain disebutkan :
عن ابن عمر رضي الله عنه قال:فرض رسول الله صلّى الله عليه و سلّم زكاة الفطر صاعا
من تمر أو صاعا من شعير على العبد و الحرّ و الذّكر و الأنثى و الصّغير و الكبير
من المسلمين و أمر بها أن تؤدّى قبل خروج النّاس إلى الصّلاة )رواه البخارى و مسلم (
Artinya:”Dari Ibnu Umar
Radliyallahuanhuma ia berkata:Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam telah
mewajibkan untuk menunaikan zakat fitrah dengan 1 sha’ kurma kering, atau 1
sha’ tepung gandum bagi setiap hamba sahaya, orang merdeka, kaum laki-laki,
kaum perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin, dan beliau juga
memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang pergi mengerjakan
shalat(‘Iedul Fitri)”( HR Bukhori Muslim ). Juga
satu hadits lagi dari Ibnu Umar, beliau mengatakan :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَلَى الْحُـرِّ وَ الْعَبْـدِ وَ الذَّكَرِ وَ
الأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَ الْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ, وَأَمَرَ بِهَا
أَنْ تُؤَدَّى قَبْـلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ ( متفق عليه )
“Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri bagi orang merdeka dan
hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum
muslimin. Beliau memerintahkan agar ( zakat fithri tersebut ) ditunaikan sebelum
orang-orang melakukan shalat ‘id ( hari Raya ).”( Muttafaqun’alaih ).
Dalam hadits lain disebutkan :
Adapun dalil yang menunjukkan wajibnya zakat fithrah adalah hadits
yang diriwayatkan olrh Al-Hafizh ‘Abdur-Razzaq dengan sanad yang shahih, dari
‘Abd bin Tsa’labah radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata : Sehari atau dua hari
sebelum ‘Idul Fithri, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
berkhuthbah seraya bersabda :
أَدُّوا صَاعًا مِنْ بِرٍّ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ
أَوْ شَعِيْرٍ عَنْ كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ، صَغِيْرٍ أَوْ كَبِيْرٍ
“Tunaikanlah
zakat (fithrah) satu sha’ (empat mud)[6] gandum,
atau kurma kering, atau tepung, atas setiap yang merdeka atau budak, baik kecil
atau besar.”
Diwajibkan menunaikan zakat fitrah bagi seluruh kaum muslimin baik
anak kecil maupun orang dewasa, laki-laki maupun perempuan, orang yang merdeka
maupun hamba sahaya yang mampu menunaikannya pada saat itu, dan ini merupakan
kesepakatan Jumhur Ulama’.
Zakat ini wajib dibayarkan
terhadap diri sendiri dan terhadap orang-orang yang menjadi tanggungannya.
Seperti isteri dan keluarga, apabila mereka tidak mampu melaksanakannya
sendiri. Akan tetapi apabila mereka mampu melaksanakannya sendiri, itu lebih
baik, karena mereka sendirilah yang dimaksud dalam kewajiban tersebut.
Adapun anak kecil yang belum
memiliki harta maka dibebankan pada bapaknya, sedangkan istri dibebankan pada
suaminya, dan budak dibebankan pada tuan(majikan)nya , namun jika istri melakukan
perbuatan nusyuz(durhaka pada suaminya) sehingga menyebabkan suaminya tidak
memberikan nafkah padanya maka tidak ada kewajiban suaminya untuk membayarkan
zakat fitrahnya, karena zakat fitrah itu harus ditunaikan bagi seorang muslim
untuk dirinya sendiri ataupun orang-orang yang ia nafkahi(seperti : istri, anak
dan budak).
Sedangkan bayi yang berada di dalam kandungan Ibunya maka tidak
diwajibkan untuk menunaikan zakat fitrah, namun kebanyakan Ahli Ilmu
menghukuminya sunnah untuk ditunaikan , karena hal itu dilakukan oleh Shahabat
Utsman bin ‘Affan Radliyallahuanhu.
Zakat fithri tidak diwajibkan
kecuali terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari keperluannya ketika hari
malam hari Raya dan pagi harinya. Jika ia tidak memiliki kelebihan kecuali kurang
dari satu sha’ maka hendaknya ia dengan kelebihan itu ( yang jumlahnya kurang
dari satu sha’ ) membayar fithrinya. Hal itu berdasarkan firman Allah ta’ala :
فَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا
وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ
فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
artinya
: Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta
taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” ( At-Taghabun :16 ).
Menurut pendapat Abi
Hanifah, bahwa zakat fitrah wajib bagi wanita yang punya suami maupun tidak.
Adapun menurut pendapat imam Tiga, Al Laits, serta Ishaq, Sesungguhnya seorang
suami wajib mengeluarkan zakat fitrah bagi seorang istrinya. Karena ia termasuk
orang yang menjadi tanggungan untuk menafkahinya. Mereka juga sepakat bahwa
seorang muslim tidak boleh mengeluarkan zakat bagi istri yang kafir, meskipun
dalam urusan nafkah masih menjadi kewajibanya.
Adapun untuk anak kecil,
menurut pendapat jumhur, jika anak tersebut memiliki harta, wajib dikeluarkan
darinya dan yang mengeluarkan adalah walinya. Tetapi jika ia tidak memiliki
harta sendiri, maka kewajiban zakatnya dibebankan atas orang yang menanggung
nafkahnya.4
Adapun berkanaan dengan janin, menurut jumhur fuqoha', Zakat fitrah
tidak wajib atasnya.
Sedangkan imam Ibnu Hazm berpendapat:" Jika janin telah genap
(dalam perut ibunya) seratus dua puluh hari sebelum menyingsingnya fajar hari raya,
wajib dikeluarkan zakat fitrah atasnya.
Ibnu Hazm berhujjah, Bahwa Rasululloh saw telah memerintahkan untuk
mengeluarkan zakat atas anak kecil dan
dewasa. Sedangkan janin termasuk dari anak kecil. Maka setiap hukum yang
diberlakukan atas anak kecil berlaku juga terhadap janin. Ibnu Hazm
meriwayatkan dari Utsman bin Affan bahwasanya ia mengeluarkan zakat fitrah atas
anak kecil, dewasa, dan janin dalam kandungan.
Yang benar bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Hazm tidaklah memilliki
dalil yang kuat atas wajibnya mengeluarkan zakat fitrah atas janin. Dan salah
jika dikatakan bahwa kalimat anak kecil (shoghir) dalam hadits mencakup janin
yang ada dalam kandungan. Dan apa yang diriwayatkan oleh Utsman ra dan yang
lainnya tidaklah menunjukkan adanya istihbab
dalam mengeluarkanya. Barang siapa yang melakukanya itu baik baginya.
Imam Syaukani menyebutkan bahwa Ibnu Mundir telah menukil sebuah ijma'
atas tidak wajibnya mengeluarkan zakat kepada janin. Sedang Imam Ahmad
mengistihbabkan bukan mewajibkanya.1
Pemilik Harta Zakat Fithrah
Madzhab Hanbali mengatakan, “Zakat fithrah
wajib atas orang yang mempunyai kelebihan makanan pokoknya dan untuk
keluarganya di hari ‘Ied dan malamnya selain yang dia miliki yang itu merupakan
kebutuhannya, seperti tempat tinggal, pembantu, kendaraan, pakaian
sederhananya, dan buku-buku pengetahuan.” [7]
Imam An-Nawawi menjelaskan : “Tentang
kecukupan ( اليسار ) adalah orang yang
punya kelebihan bahan makanan pokok hari itu untuk dirinya dan keluarganya dan
orang-orang yang harus ditanggungnya pada malam hari’Iedul-Fithri.[8]
Syarat-Syarat Mustahiq Zakat
1. Fakir kecuali Amil, Ibnu
sabil, pengarang, pejuang fisabilillah meskipun mereka termasuk orang yang
kaya. Begitu juga zakat halal bagi tholibul ilmi as syar'iyyah, dikarenakan
menuntut ilmu syar'i adalah fardlu kifayah, ditakutkan karena dengan cenderung
untuk bekerja akhirnya ia meninggalkan kewajiban menuntut ilmu tersebut.
2. Muslim, Tidak boleh memberikan zakat kepada orang kafir
(tidak ada khilaf antar fuqoha'
dalamhal ini)
3. Bukan merupakan
tanggungan nafaqoh bagi muzakki. Yaitu kaum kerabat, istri, seperti orang tua
(Keatas), anak (kebawah) hal ini diKarenakan
menafkahi mereka adalah wajib hukumnya. Boleh memberikan zakat kepada
kerabatnya yang lain seperti saudara laki-laki maupun saudara perempuan, paman,
bibi, dan lain sebagainya. Sesuai dengan hadits Nabi saw:"
لحديث الطبراني عن سلمان بن عامر : الصّدقةُ على
المسلمين صدقةٌ وهي لذي ا لرحْمِ اثنتان, صدقةٌ و صِلَّةٌ.(الطبراني). بل اِنَّ
القرابةَ اَحقُّ بِزكاَةِ المُزَكِّي قال مالكُ, أَفضلُ مَنْ وضعتَ فيهِ زَكاتكَ
قَرَابَتَكَ الَّذِي لاَ تَعولُ (الفقه الاسلامي 2\885,886)
hadits At-thobrony, dari Salman bin
Amir:" Sebuah Shodaqoh atas muslim adalah shodaqoh dan jika ia diberikan
kepada dhawi rohim dapat dua perkara yaitu shodaqoh dan menyambung tali
persaudaraan.
Bahkan kerabat itu lebih berhak atas zakat.
Imam malik berkata:"Lebih utama jika kamu memberikan zakatmu kepada
kerabatmu yang bukan merupakan tanggunganmu.4
4. Tidak dari Bani Hasyim
5. Baligh, berakal, merdeka. 5
Jenis Dan Ukuran Zakat Fitrah
Adapun jenis makanan yang boleh
dipergunakan untuk membayar zakat fithri ialah makanan pokok, seperti kurma,,
gandum, beras, kismis, keju kering atau lainnya yang termasuk makanan pokok
manusia.
Ukuran zakat fitrah yang telah ditentukan
oleh Rasululloh saw adalah satu sho' atau sebanding dengan empat mud. Dan yang
dikeluarkan adalah jenis makanan yang digunakan di negeri tersebut. Baik itu
gandum, Kurma, beras, zabib, dan lain sebagainya. Malikiyah menambahkan lebih
baik lagi kalau jenis yang dikeluarkan
berupa bahan makanan yang terbaik dinegeri tersebut.4
Sebagaimana perkataan Abu Said ra:
عن اَبي سعيد الخذري رضي الله عنه قَالَ كُنَّا
نُخرجُ زكاةَ الفطرِ صاعًا مِن طعامٍ أَو صاعًا مِن شعيرٍ أو صاعًا مِن تمَرٍ أو
صاعًا مِن أقطٍ أَوْ صاعًا مِنْ زَبيبٍ (متفق عليه)
"Kami (ketika bersama Rasululloh saw.) mengeluarkan zakat
fitrah dari setiap individu baik anak kecil, Besar, hamba sahaya, merdeka,
mengeluarkan satu sho' dari makanan pokok atau satu sho' dari susu yang
kering,atau satu sho' dari gandum, atau satu sho' dari kurma atau satu sho'
dari zabib. 5
Ibnu
Umar radhiyallah ‘anhu berkata, bahwa :
عن ابن عمر رضي الله عنه قال:فرض رسول الله صلّى الله عليه و سلّم زكاة الفطر صاعا
من تمر أو صاعا من شعير على العبد و الحرّ و الذّكر و الأنثى و الصّغير و الكبير
من المسلمين و أمر بها أن تؤدّى قبل خروج النّاس إلى الصّلاة )رواه البخارى و مسلم (
Dari
Ibnu Umar berkata “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat
fithri bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak
dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar ( zakat fithri
tersebut ) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat ‘id ( hari Raya ).”
(
Muttafaqun’alaih ).
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri
di bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum, dan gandum dan itu semua
disyaratkan dengan zakat berupa makanan pokok penduduk negeri, hal ini
sebagaimana dikatakan Abu Sa’id Al Khudri radhiyallah ‘anhu : “Kami membayar
zakat fithri saat hari raya pada masa Rasululah satu sha’ makanan, dan makanan
pokok kami adalah gandum, kismis, keju kering dan kurma.”
( HR.Al-Bukhari
).
Ukuran Satu Sho'
Dari keterangan dalil-dalil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
yang wajib dizakati hanya 1 sha’ baik berupa gandum atau selainnya(dari makanan
yang mengenyangkan), hal ini merupakan Madzhab Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, dan
seluruh Jumhur Ulama’. Sedangkan pendapat Imam Abu Hanifah membolehkan dengan
½ sha’ gandum.
Satu sho sama dengan empat mud. Menurut
hanafiyah, satu mud sama dengan 1,032 liter atau 815,39 gram. satu sho' sama
dengan 4,128 liter atau 3261,5 gram. 2 Adapun menurut Imam syafi'i, Ahmad, Malik,
satu mud sama dengan 0,687 liter atau 543 gram. satu sho' sama dengan
2,748 liter atau 2176 gram3
Kadar zakat fitrah itu 1 sha’ kurma
kering, tepung gandum, kismis, keju dan makanan lainnya.
Diperbolehkan pula menunaikan zakat fitrah dengan sesuatu yang
menjadi kemampuan suatu negeri, seperti:1 sha’ beras dan lain-lain. Adapun
maksud sha’ di sini adalah sha’ menurut Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam yaitu 4
kali dua telapak tangan laki-laki dewasa yang betul-betul dianggap adil.
Hanyasanya yang paling utama untuk dizakati adalah makanan yang
mengenyangkan, sebab makna yang dzahir(jelas) dari hadits Abu Sa’id al-Khudry
Radliyallahuanhu adalah
عن أبى سعيد الخدريّ رضي الله عنه قال:كنّا نعطيها فى زمن النّبيّ صلّى الله عليه و سلّم
صاعا من طعام أو صاعا من تمر أو صاعا من شعير أو صاعا من أفط أو صاعا من زبيب فلمّا
جآء معاوية و جآءت السمرآء قال:أرى مدّا من
هذه يعدل مدّين قال أبو سعيد:أمّا أنا
فلا أزال أخرجه كما كنت أخرجه على عهد رسول الله صلّى الله عليه و سلّم (رواه البخارى(
Artinya,”Dari Abu Sa’id
al-Khudry Radliyallahuanhu ia berkata:Kami menunaikan zakat fitrah pada zaman
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam dengan 1 sha’dari makanan, atau kurma
kering, atau tepung gandum, atau susu kering(keju), atau anggur kering(kismis),
maka ketika Mu’awiyah Radliyallahuanhu datang dengan membawa gandum(dari
Syam). ia berkata,”saya
berpendapat bahwa jika dengan ini(gandum
dari Syam) sebanyak 1 sha’ maka alangkah adil jika untuk yang selainnya adalah
2 sha”, maka Abu Sa’id Radliyallahuanhu berkata:”saya tidak akan menghapus cara
pengeluarannya sebagaimana kami mengeluarkan(menunaikan)nya di zaman Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasallam”. (HR. al-Bukhary)
Karena itu tidak sah jika yang
dibagikan adalah makanan hewan, karena Nabi mewajibkan zakat fithri itu sebagai
pemberi makan untuk manusia bukan untuk hewan.
Membayar
Zakat Fithri dengan uang
Yang wajib dikeluarkan
adalah makanan pokok. Adapun selain makanan pokok seperti uang atau dikiaskan
dengan yang lain ini tidak diperkenankan. kecuali kalau memang terpaksa sekali.
Karena yang demikian tidak pernah ditetapkan oleh Rasululloh saw. bahkan tidak
pernah dilakukan oleh para sahabat. 6
Zakat fithri tidak boleh diganti
dengan nilai nominalnya. Karena hal itu menyalahi apa yang diperintahkan oleh
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Padahal Rasulullah shalallahu alaihi
wasallam bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا
فَهُوَ رَدٌّ ( روه مسلم )
”Barangsiapa melakukan amalan yang tidak kami perintahkan maka
amalan itu tidak diterima.” )HR. Muslim )
Disamping itu, membayar harga
zakat fithri itu menyalahi praktek amalan para sahabat. Karena mereka membayar
zakat fithri dengan satu sha’ makanan, tidak dengan yang lain. Di
samping itu, pada zaman Nabi juga telah ada nilai tukar ( uang ). Seandainya
membayar zakat fithri dengan uang diperbolehkan, tentu beliau telah
memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi hal itu
tidak dilakukan oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam.
Adapun
diperbolehkannya menunaikan zakat dengan uang ,pendapat yang membolehkan zakat
fithri ini dibayarkan dengan nilai tukar ( uang ) hanyalah madzhab Hanafi,
tetapi pendapat tersebut lemah karena dalil yang dipergunakan tidak kuat.
Menurut pendapat Asy Syafi’I disebutkan, “Tidak sah membayar zakat fithri
dengan nilai nominal ( uang ), dan para ulama tidak berbeda pendapat
tentangnya.” Adapun ukuran zakat fithri itu adalah satu sha’ –nya Nabi
shalallahu alaihi wasallam, atau beratnya kira-kira 2,4 kg.[9]
Dan dibolehkan
juga menunaikan zakat melebihi kadar yang telah ditentukan yaitu 1 sha’, tanpa
memberitahukan dahulu kepada orang yang menerimanya (faqir dan miskin).
Menurut hanafiyah, boleh
mengeluarkan zakat dalam bentuk uang, dirham, dinar. karena Kewajiban yang
dibebankan pada hakekatnya adalah mengkayakan orang miskin dan fakir.
Sebagaiman sabda Rasululloh saw.
قال رسول الله صلّىالله عليه وسلم :أغنوهُم عنِ
السّوالِ في هذا اليومِ
"Kayakanlah mereka dari
meminta-mita pada hari ini"
Sedangkan
mengkayakan mereka dapat tercapai dengan uang, bahkan lebih sempurna, dan mudah
digunakan.
ولا يُجْزئ عند الجمهور إِخراجُ القيمةِ عن هَذه
الاصنافِ. فَمَن أَعطىَ القِيمَةَ لَمْ تُجزِئْهُ, لِقولِ ابن عمرَ: فَرضَ رسولُ
اللهِ صلى اللهُ عليه وسلّم صدقةَ الفطرِ صاعًا مِن تمرٍ وصاعًا مِن شعيٍر. فإِذَا
عَدَلَ عَن ذَالكَ فَقد تَركَ المَفْرُوضِ
Sedangkan Jumhur berpendapat
:"Tidak diperkenankan mengeluarkan
uang sebagai ganti dari jenis-jenis makanan pokok. Barang siapa yang membayar
zakat dengan uang maka tidak mendapatkan
jaza'. Sebagaimana perkataan Ibnu Umar ra:" Jika menyelisihi dari jenis
yang telah ditentukan (makanan pokok), maka ia telah meninggalkan kewajiban. 1
Dalam Al Majmu' fi Syarh al
Muhadldlab Disebutkan :
قال المصنف رحمه الله : ولايجوزُ اَخذُ القيمةِ في
شيئٍ مِنَ الزَّكاةِ لإِنَّ الحقَّ للهِ تعالَى وقَد علَّقَهُ على مَا نَصَّ
عَليهِ فَلاَ يجوزُ نقلُ ذالكَ الى غيرِهِ كَالأُضْحِيَّةِ لما عَلَّقَهَا عَلَى
الانْعَامِ لَمْ يَجُزْ نقلُهاَ اِلى غيِرهَا
Imam An Nawawi berkata:" Tidak
diperbolehkan mengambil zakat dari bentuk nominal, Karena ini adalah haq
Alloh swt yang telah ditentukan dalam
nash. Maka tidak diperkenankan mengganti dengan yang lain, sebagaimana hewan sembelihan
dalam Udh hiyyah yang telah ditetapkan harus dari binatang ternak, tidak boleh
diganti dengan selain dari binatang tersebut.2
Waktu
Membayar Zakat Fithri
Waktu membayar zakat fithri ialah ketika matahari terbenam di hari
akhir pada bulan ramadhan atau malam hari Raya. Maka barangsiapa memiliki
kewajiban untuk membayarnya pada waktu itu, ia wajib melaksanakannya.
Dengan demikian, bila seseorang meninggal sebelum tenggelamnya
matahari sekalipun beberapa menit, maka tidak wajib baginya membayar zakat
fithri. Tetapi jika meninggal setelah tenggelamnya matahari, maka wajiblah
dikeluarkan zakat fithrinya. Dan jika seseorang lahir setelah tenggelam
matahari, sekalipun beberapa menit, maka dia tidak wajib dibayarkan zakat
fithrinya, dan jika sebelumnya maka wajib dibayarkan zakat fithrinya. Dan jika
seseorang masuk Islam sebelum tenggelamnya matahari, maka ia wajib mengeluarkan
zakat fithri, tetapi jika sesudahnya maka tidak wajib atasnya. Jadi pada
waktu-waktu tersebut diperbolehkan untuk membayar zakat fithri yaitu sehari
atau dua hari sebelum ‘id. Di dalam Kitab Shahih Al-Bukhari, dari Nafi’, ia
berkata :
كَانَ اِبْنُ عُمَرَ يُعْطِي عَنِ الصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ
حَتَّى إِنْ كَانَ يُعْطِى عَنْ بَنِيَّ وَكَانَ يُعْطِيْهَا الَّذِيْنَ
يَقْبَلُوْنَهَا وَ كَانُوْا يُعْطُوْنَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ
يَوْمَيْنِ.
“Adalah
Ibnu ‘Umar membayarkan zakat fithri untuk anak-anak dan orang dewasa, dan jika
beliau membayarkan zakat fithri anakku, beliau berikan kepada yang berhak
menerimanya. Dan mereka membayar zakat fithri itu sehari atau dua hari sebelum
‘id.”[10]
Dari keterangan diatas menjelaskan diperbolehkannya menunaikan zakat
fitroh 2 hari sebelum shalat ‘Iedul Fitri dan tidak diperbolehkan dari batasan
yang telah ditentukan itu, hal ini sesuai dengan perkataan Ibnu Umar
Radliyallahuanhuma.
Adapun waktu yang disunnahkan dan
diutamakan untuk menunaikannya yaitu pada waktu shubuh sebelum dilaksanakannya
shalat ‘Iedul Fitri Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar radhiyallah ‘anhu :
عن ابن عمر رضي الله عنه قال: ......... و أمر بها أن تؤدى قبل خروج النّاس إلى الصّلاة )رواه البخارى و مسلم(
Artinya:”Dari Ibnu Umar Radliyallahuanhuma
ia berkata: ……dan beliau juga memerintahkan untuk menunaikannya sebelum
orang-orang pergi mengerjakan shalat(‘Iedul Fitri)”.[11]
Dalam lafadz lain disebutkan :
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَمَرَ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْـلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى
الصَّلاَة ِ( روه مسلم وغيره
Bahwasannya
Nabi memerintahkan membayar zakat fithri sebelum orang-orang pergi untuk shalat
‘id.” ( HR. Muslim dan lainnya ).
Demikian yang ditetapkan para ulama
khususnya madzhab Imam yang empat. Jika mengerjakannya setelah ditegakkannya
shalat ‘Iedul Fitri maka hukumnya menurut Imam Ahmad dan seluruh Jumhur Fuqaha’
adalah haram.[12]
Imam Hanafi berpendapat bahwa
bolehnya mendahulukan pelaksanaan zakat fitrah 1 atau 2 hari sebelum shalat ‘Iedul
Fitri.
Imam Syafi’i berpendapat bolehnya
pelaksanaan zakat fitrah itu sejak di hari pertama bulam ramadhan.
Imam Maliki berpendapat bahwa secara
mutlaq hukum mendahulukan pengeluarannya tidak boleh sama sekali sebagaimana
shalat sebelum tiba waktunya.
Imam Hambali berpendapat sebagaimana
pendapat Imam Hanafi, berdasarkan hadits
كانوا يعطون قبل الفطر بيوم أو بيومين (رواه البخارى)
Artinya:”bahwa (para Shahabat
Radliyallahuanhum)menunaikannya(zakat fitrah) sehari atau dua hari sebelum
dilaksanakannya shalat ‘Iedul Fitri”. (HR. al-Bukhary).[13]
Untuk lebih rincinya serta untuk
lebih mudahnya waktu pembayaran zakat fitri ini dapat dibagi dalam beberapa
bagian, yaitu :
1. Waktu yang dibolehkan
Yaitu mengeluarkanya
satu hari atau dua hari sebelum sholat 'ied (sebagaimana yang dilakukan oleh
sahabat Ibnu Umar ra. Menurut Imam As Syafi'i, Boleh mengeluarkan zakat fitrah
diawal bulan romadlon. Sedangkan Hanabilah berpendapat: Boleh mengeluarkan
zakat fitrah dua hari sebelum hari raya.
Seperti yang diriwayatkan oleh imam Bukhori:
وكان ابن عمر رضي الله عنهما يُعطِيهَا الّذين
يَقبَلونهَا. وكَانُوا يُعطون قَبلَ الفطرِ بِيومٍ أو يَومَينِ (البخاري)
Bahwasanya Ibnu Umar ra. mengasihkanya kepada orang yang menerimanya.
Dan mereka mendapatkannya sehari atau dua hari sebelum hari raya fitri. 1
2. Waktu yang afdol dan utama
Waktu yang afdol dan
utama yaitu mengeluarkanzakat fitri dimulai dari terbitnya fajar hari 'ied
sampai dengan sebelum dimulainya sholat 'ied. Sebagaiman perintah dari
Rasululloh saw :
عن ابن عمر قال أَمرَ رسولُ اللهِ صلى اللهُ عليهِ
وسلم بِزكاةِ الفطرِ أنْ تُؤدَّى قَبلَ خُروجِ النَّاسِ الى الصَّلاةِ (زاد المعاد
لابن القيم ص2 \ 20)
" Dari Ibnu Umar ra. berkata:" Rasulullah saw.
memerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum keluarnya manusia untuk
sholat ied ." 2 Begitu juga sebagaimana perrkataan Ibnu
Abbas yang termaktub diatas.
3. Waktu mengqodlo'
Yaitu mengeluarkan zakat setelah
sholat 'ied, Hukum zakat syah dan
mendapat pahala tetapi makruh.
Kalau seseorang mengakhirkan waktu pelaksanaan zakat fitrah
sedangkan ia sadar atas perbuatannya itu maka ia berdosa dan harus bertaubat
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala serta mengqadha’(tetap
mengganti/menunaikan)nya, karena ia merupakan amalan yang tidak bisa
bebas(kewajibannya) walaupun waktu untuk melaksanakannya telah habis, namun
jika perbuatannya itu dikarenakan lupa maka ia tidak berdosa dan tetap harus
mengqadha’nya. Sabda
Rasulullah saw: "
...فمن ادَّاها قَبلَ الصَّلاةِ فهي زكاةٌ
مقبولةٌ ومَن أدَّاها بَعدالصلاةِ فهي صدقةٌ من الصّدقاتِ (ابن ماجه وابو داود)
Secara dlohir hadits ini menyatakan bahwa
orang yang mengeluarklan zakatnya setelah hari raya maka ia sama dengan tidak
mengeluarkan zakat. Jumhur berpendapat:" mengeluarkan zakat sebelum sholat
'ied adalah perbuatan mustahab. Mereka juga menyatakan bahwa zakat yang
dikeluarkan setelah sholat 'ied itu syah dan berpahala sampai akhir hari raya
karena tujuan yang dicapai dari dikeluarkannya zakat adalah mengkayakan orang
fakir dan miskin dari berkeliling dan meminta-minta pada hari itu. sebagaiman
Sabda Rasululloh saw yang termaktub diatas.
Adapun mengakhirkan-akhirkan sampai akhirnya hari raya, Ibnu Ruslan
berkata:"haram hukumnya menurut kesepakatan para ulama mengakhirkan waktu
pembayaran zakat fitri" Dikarenakan kewajiban zakat sama dengan kewajiban
sholat. Barang siapa yang mengakhirkan dari waktu yang ditentukan maka
berdosalah ia. Al mansur billah
menerangkan bahwa waktu mengeluarkan zakat fitrah adalah sampai hari ketiga
dari bulan Syawal 3
Sedangkan Hanabilah berpendapat akhir dari pembayaran zakat fitrah adalah
terbenamnya matahari di hari 'ied itu 4
Dan yang perlu dititiktekankan lagi adalah bahwa tidak diperbolehkan
bagi seseorang muslim mengakhirkan pembayaran zakat fithri itu setelah shalat
‘id. Jika diakhirkan setelah shalat ‘id dengan tanpa udzur syar’i, maka ia
tidak terhitung sebagai zakat fithri, akan tetapi dinilai sebagi sedekah biasa.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas Radliyallahuanhuma :
من أداها قبل الصّلاة فهي زكاة مقبولة و من أداها بعد
الصّلاة فهي صدقة من الصّدقات
Artinya:”(Rasulullah Shalallahu
Alaihi Wasallam bersabda):barangsiapa yang menunaikannya sebelum
dilaksanakannya shalat(‘Ied Fitri) maka itu merupakan zakat yang diterima(Allah
Subhanahu wa Ta'ala) dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka ia seperti
shadaqah dari shadaqah yang biasa”.
Jika
Ada Udzur Syar’i Untuk Membayar Pada Waktunya
Orang
yang mengakhirkan pembayaran zakat fithrinya disebabkan adanya udzur syar’i
adalah tidak mengapa. Seperti seseorang yang baru mendengar kabar tentang hari
Raya secara tiba-tiba, sehingga dia tidak sempat membayar zakat fithri itu
sebelum shalat ‘id, atau seseorang yang berharap kepada orang lain yang
membayarkannya, kemudian orang tersebut lupa, maka tidak apa-apa kalau dia
membayarnya setelah ‘id. Karena hal itu termasuk udzur syar’i.[14]
Inti
Dari Kewajiban Zakat Fithri
Yang wajib adalah, zakat fithri
itu harus sampai ke tangan orang-orang yang berhak menerimanya pada waktunya
sebelum shalat ‘id. Bila seseorang berniat membayar zakat untuk seseorang,
tetapi dia tidak bertemu orang yang dimaksud atau wakilnya maka ia harus
menyerahkannya kepada orang lain yang berhak menerimanya, dan tidak boleh
mengakhirkannya dari waktu yang semestinya.
Tempat
Membayar Zakat Fitri
Hendaknya zakat fithri itu
diserahkan kepada fakir miskin di sekitar tempat ia berada pada waktu dia
mendapati hari raya itu, baik itu tempat tinggalnya atau tempat lain di wilayah
kaum muslimin.
Jika seseorang tinggal di suatu
wilayah yang tidak ada orang yang berhak menerimanya, maka dia boleh mewakilkan
pembayaran zakat fithri tersebut kepada orang lain untuk ia laksanakan di
tempat yang terdapat orang-orang yang
berhak menerimanya.[15]
Yang
Berhak Menerima Zakat Fithri
Orang-orang yang berhak menerima
zakat fithri ialah delapan golongan sebagaimana yang berhak menerima zakat mal
( harta benda ), karena zakat ini masuk dalam keumuman ayat yang disebutkan
dalam dalam al-Qur’an surat
At-Taubah ayat 60 sebagai Mustahiq Zakat (penerima zakat) yaitu :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْن
والعَامِلِيَن عَلَيْهَا وَالمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُم وَفي الرِّقَابِ وَالغَارِمِيَن
وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابنِ السَّبِيلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ
حَكِيْمٌ (التوبة :)
"Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan)
budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana".
Hanyasanya
yang lebih berhak menerimanya adalah orang fakir dan miskin demikian yang telah
dilakukan oleh Rasululloh Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya.
Rasululloh saw bersabda:
قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم :أغنُوهُم عن
السؤالِ فى هذَا اليومِ فَلاَ تُدفَع لِغيرِ الفُقَرَاءِ إِلاَّ عِندَ انعدَامِهِم
أوْ خِفَّةِ فَقرِهِم أوْ اشْتِدَادِ حَاجَةِ غيِرهم مِن ذَوِي السِّهَامِ
"Kayakanlah mereka dari meminta-minta pada hari ini. jangan
dikeluarkan kepada selain mereka kecuali kalau tidak ada sama sekali, atau
ringannya kefakiran mereka atau beratnya kebutuhan selain fakir miskin itu dari
golongan yang mendapatkan bagian zakat.2
Dan hendaknya tidak ada basa-basi
dalam masalah zakat fithri. Yakni yang semestinya didahulukan untuk menerimanya
haruslah orang yang diketahui paling membutuhkan, sehingga tidak mendahulukan
ta’mir masjid, ustadz/guru ngaji, sesepuh/pengurus kampung, apalagi dimasukkan
ke dalam kas masjid atau sejenisnya.
Zakat fithri itu dibayarkan kepada beberapa orang fakir atau kepada
satu orang miskin saja, karena Nabi shalallahu alaihi wasallam hanya menentukan
jumlah yang dibayarkan saja dan tidak menentukan jumlah yang boleh diterima
seseorang.
Diperbolehkan bagi orang fakir,
jika mendapat zakat fithri dari seseorang untuk membayarkannya sebagai zakat
bagi dirinya atau untuk salah satu anggota keluarganya apabila ia sendiri telah
menakarnya kembali atau diberitahu oleh orang yang membayar zakat fithri itu bahwa
takarannya sudah sempurna dan dia yakin dengan pemberitahuan itu.[16]
Adapun pendapat Jumhur ulama
mensyaratkan atas wajibnya mengeluarkan zakat atas orang fakir Jika ia memiliki
makanan yang lebih untuk digunakan olehnya dan orang-orang yang menjadi tanggunganya
selama hari raya. Punya kelebihan dalam tempat tinggal, harta, dan keperluan
sehari-harinya. Jika ada orang memiliki sebuah rumah yang hanya digunakan untuk
bertempat tinggal, atau untuk disewakan dalam rangka mencari nafkah, atau memiliki hewan tunggangan yang digunakan
untuk mengangkut atau dimanfaatkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pokoknya,
atau memiliki barang dagangan tetapi jika dikeluarkan hartanya untuk membayar
zakat tidak memenuhi kebutuhanya
sehari-hari atau akan habis untungnya,
maka ia tidak ada kewajiban untuk membayar zakat. Atau jika ia memiliki
beberapa kitab untuk dibaca, maka ia tidak usah menjualnya kemudian digunakan
untuk membayar zakat fitrah. Orang perempuan yang memiliki perhiasan untuk
dipakai, ia tidak usah menjualnya dalam rangka untuk membayar zakat. Tetapi
jika ia ada kelebihan dari kebutuhan pokok,
boleh menjualnya untuk menbayar
zakat fitrah, dan kalau ini dilakukan pada hakikatnya tidak ada kerugian yang
mendasar terhadap kehidupanya.3
Zakat ini juga diberikan oleh orang yang faqir dari kaum muslimin di
negeri yang mengeluarkan zakat tersebut, dan juga diperbolehkan dipindahkan ke
negeri yang lain yang lebih membutuhkan namun tidak boleh digunakan untuk
membangun masjid atau jalan umum.
Hikmah
Zakat Fithri
Diantara
hikmah zakat fithri ialah :
a. Bagi
pribadi dan individu muslim
- Menyucikan jiwa orang yang shoim
dari perbuatan laghwun dan kotor. Bagi orang yang melaksanakan shiyam,
zakat berfungsi sebagai pembersih dari laghwun dan rofats .Hal
ini disebabkan karena as sho’im (orang yang puasa ) tidak terlepas dari
melakukan kedua hal tersebut. Padahal shoum yang sempurna adalah bukan
hanya syahwat perut dan kemaluan yang puasa namun lisan, pendengaran,
penglihatan, tangan dan kakinya juga ikut melakukan puasa yaitu dengan
menjauhi apa yang dilarang Allah dan RosulNya baik itu berupa perkatan
atau perbuatan. Dengan demikian sangat sedikit yang selamat dari hal
tersebut sehingga datanglah syari’at zakat di akhir ramadlan
sebagai pembersih dari kotoran yang menempel ketika melaksanakan shiyam
atau sebagai penutup dari kekurangan
sebagaimana mandi yang dapat membersihkan badan dari kotoran
yang melekat padanya. sesunggunya kebaikan itu menghapuskan kejelekan.
- Menanam sikap rela berkorban dan
suka membantu orang lain.
- Menghilangkan sifat bakhil dan
loba pemilik kekayaan
- Menghindarkan pemupukan harta
perorangan yang dikumpulkan atas penderitaan orang lain.
- Sebagai penyempurna pelaksanaan
ibadah shaum, karena terkadang ada saja kekurangan dalam pelaksanaan
ibadah shaum itu, atau melakukan perbuatan yang sia-sia dan dosa.
- Sebagai ungkapan rasa syukur
terhadap nikmat Allah berupa kemampuan melaksanakan ibadah shaum secara
sempurna, shalat tarawih, juga amal-amal shalih lain di bulan Ramadhan.
Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma berkata:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: زَكَاةَ الْفِطْرِ
طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ
فَمَنْ أدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا
بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ ( أخرجه أَبوداود وابن ماجه
وصحّحه الحاكم)
"Bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah
mewajibkan zakat fithrah sebagai penyucian jiwa orang yang shaum dari penyakit
laghwun, rofats, dan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang fakir serta
miskin."
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah serta
dishohihkan oleh al Hakim. Adapun lengkapnya adalah: Barang siapa yang
mengeluarkan sebelum sholat ied maka itu diterima dan barang siapa yang
mengeluarkan setelah sholat ied maka itu adalah sedekah.1
Dalam lafadz lain Yang hampir sama juga dari Ibnu ‘Abbas,
beliau berkata :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْـوِ وَالرَّفَثِ
وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ, فَمَنْ أَدَاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ
مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أَدَاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ
الصَّدَقَاتِ. ( رواه أبـو داود وابن ماجه و المارقطني و الحاكم وصححه )
"Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fithri
itu sebagai penyuci bagi orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan ucapan
yang kotor dan sebagai pemberi makan untuk orang yang miskin, barangsiapa
mengeluarkannya setelah shalat ( ‘id ) maka ia adalah shadaqah biasa.” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ad Daruquthni, Al Hakim, dan
dishahihkannya ).
b. Bagi
mujtama’ muslim
1. Zakat fithrah bagi mujtama’muslim berfungsi sebagai penebar rasa
kasih sayang dan rasa gembira disetiap penjuru masyarakat terkhusus bagi
fuqoro’ wal masaakin. Hal ini disebabkan hari raya ‘ied adalah hari yang penuh
dengan kegembiran, maka luapan perasaan ini sudah seyogyanya bisa dirasakan juga
oleh kaum muslimin seluruhnya. Di
sinilah Islam dengan syari’at yang sangat concern terhadap mashlahah kehidupan
mensyari’akan adanya zakat guna memenuhi hajah dan mengingatkan atas pahitnya
dan betapa sulitnya kehidupan mereka. Sehingga akan muncul perasaan mahabbah
waa rahmah dan juga imeg bahwa masyarakat tidaklah menterlantarkan ataupun
melupakan mereka pada hari dimana kaum muslimin sedang merayakan hari yang
penuh kesenangan.
2. Membina dan mempererat tali persudaraan sesama umat islam
3. Berbuat baik terhadap orang-orang fakir serta mencegah mereka agar
jangan sampai meminta-minta pada hari Raya, sehingga mereka bisa ikut merasakan
kegembiraan sebagaimana orang-orang kaya. Dengan demikian maka hari Raya itu
betul-betul menjadi milik semua orang.
4. Memenuhi kebutuhan fakir miskin agar tidak meminta-minta pada hari
raya, sebagaimana sabda Rasululloh saw bersabda:
5.
قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم
:أغنوهُمْ عنِ السؤالِ فِى هذ اليَومِ (البيهقي)
6. Artinya, " Kayakanlah mereka (fakir miskin) dari meminta-minta
pada hari ini2
7.
Mencegah jurang pemisah antara
si miskin dan si kaya yang dapat menimbulkan masalah dan kejahatan sosial 3
والله
أعلم
[1] Lihat :Al Mukhtar, Ahkam wa
Adab lil Hadits fi Syahri Ramadhan, Fatawa Az-Zakah, Syaikh Al-Jibrin, Kifayatul Akhyar.
[10] Fathul Baary bisyarh Shahiihil Bukhaary, Imam Ibnu Hajar
al-Asqalany
[11] Shahiih Muslim bisyarhin Nawawy, Imam an-Nawawy
[12] Fathul Baary bisyarh Shahiihil Bukhaary bab zakat, Imam Ibnu Hajar
al-Asqalany
[13] Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid juz II, Imam al-Qurthuby
[14] Lihat :Al Mukhtar, Ahkam wa Adab lil
Hadits fi Syahri Ramadhan, Fatawa Az-Zakah, Syaikh Al-Jibrin, Kifayatul Akhyar.
[15] Lihat : Al Mukhtar, Ahkam wa Adab lil
Hadits fi Syahri Ramadhan, Fatawa Az-Zakah, Syaikh Al-Jibrin, Kifayatul
Akhyar.
[16] Al Mukhtar, Ahkam wa Adab lil Hadits fi
Syahri Ramadhan, Fatawa Az-Zakah, Syaikh Al-Jibrin, Kifayatul Akhyar.
1 Zad al ma'ad hal2/21,Sunan Abi Dawud hadits no. 1609 hal, 2/111, Sunan Ibnu Majah Hadits no. 1827 hal, 1/585
0 comments:
Post a Comment