
Al-Hizb Al-Jumhuri adalah sebuah partai politik di Sudan yang didirikan oleh Mahmud Muhammad Thaha. Ia menyerukan pembentukan Negara Federal Demokratik Sosialis Sudan yang menerapkan sistem pemerintahan berdasarkan undang-undang kemanusiaan. Prinsip-prinsipnya merupakan campuran dari berbagai pemikiran dan filsafat ditambah dengan sesuatu yang tak jelas dan absurd. Maksudnya, pertama untuk menyembunyikan beberapa kebenaran dan kedua untuk menarik perhatian kalangan intelektual.
Sejarah Berdiri dan Tokoh-tokohnya
Partai ini didirikan oleh Ir. Mahmud Muhammad Thaha (1911 M). Ia adalah lulusan Universitas Khartum pada masa penjajahan Inggris 1936 M, waktu itu nama universitas masih Akademi Khartum Monumental.
Al-Hizb al-Jumhuri muncul di arena politik pada masa penjajahan Inggris di Sudan. Sejak didirikannya tahun 1945, partai ini diketuai oleh Ir. Mahmud hingga wafat. Pada masa penjajahan Inggris ia pernah dijebloskan ke dalam penjara. Setelah itu, ia mengurung diri beberapa tahun lamanya. Kemudian ia tampil dengan pemikiran-pemikiran politiknya yang menyerukan perlunya diwujudkan suasana saling pengertian dengan Israel; ia juga mengeluarkan pemikiran-pemikiran keagamaan yang bercampur dengan pendapat pribadinya. Pendapat-pendapatnya tentang agama tidak pernah terucapkan oleh ulama-ulama atau imam-imam manapun. Ia memiliki kemampuan yang luar biasa dalam berdebat dan bersilat lidah. Menjelang akhir hayatnya ia masih sempat masuk penjara. Tetapi kemudian ia dibebaskan.
Setelah keluar dari penjara ia terus memimpin aksi kekerasan menentang diterapkannya hukum Islam di Sudan dan mendorong orang-orang Kristen supaya menentang pemerintah atas penerapan hukum tersebut. Karena itu ia dan empat orang pendukungnya dijatuhi hukuman mati dengan tuduhan zindiq dan menentang syari'at Islam.
Sebelum waktu eksekusi tiba, ia diberi kesempatan 3 hari untuk bertaubat, tetapi ia tidak mau. Jumat pagi, 27 Rabi'ul al-Tsani 1405 H/18 janusri 1985 ia dihukum gantung di depan 4 orang pengikutnya :
1. Tajuddin Abdu al-Razaq (35 tahun), seorang buruh di salah satu pabrik tenun.
2. Khalid Bakir Hamzah (22 tahun), mahasiswa Universitas Kairo cabang Khartum.
3. Muhammad Shalih Basyir (36 tahun), pegawai pada perusahaan Al-Jazirah.
4. Abdu al-Lathif Umar (51 tahun), wartawan surat kabar Al-Shihafah.
Keempat orang tersebut menyatakan taubat, dua hari setelah pelaksanaan hukuman terhadap Mahmud. Dengan demikian, mereka selamat dari kematian di tiang gantungan.
Pemikiran dan Doktrin-doktrinnya
Al-Hizb Al-Jumhuri memiliki pemikiran ide dan keyakinan aneh dan sangat jauh dari Islam, sebagaimana telah digariskan oleh pemimpin mereka; tujuan yang hendak dicapai ialah sebagai berikut:
1. Membentuk pribadi-pribadi bebas yang berfikir sekehendaknya, berkata sekehendak pikirannya dan bekerja sesuai dengan yang dikatakannya.
2. Membentuk sebuah masyarakat 'shalih', yaitu masyarakat yang tegak di atas prinsip persamaan ekonomi, politik dan sosial. Persamaan ekonomi dimulai dari sosialisme dan terus berkembang menuju komunisme. Persamaan politik dimulai dari demokrasi perwakilan langsung dan berakhir pada kebebasan pribadi secara mutlak di mana setiap pribadi memiliki aturan sendiri-sendiri. Sedangkan persamaan sosial mewujud dalam penghapusan diskriminasi kasta, ras, keturunan, warna kulit dan kepercayaan.
3. Memerangi rasa takut. "Rasa takut yang menjadi biang keladi setiap kerusakan moral dan kejelekan perilaku ialah takut kepada Tuhan. Jiwa kesatria seseorang tidak akan sempurna selama ia masih dijangkiti rasa takut. Jiwa kewanitaan seorang wanita tidak akan sempurna selama ia masih dijangkiti rasa takut, apapun bentuk dan tingkatannya. Sebab kesempurnaan hanya dapat dicapai dengan terlepasnya seseorang dari rasa takut." (Risalatu Al-Shalah, hlm. 62)
Agama, menurut keyakinan mereka, tumbuh dari rasa takut. Mahmud berkata:
"Ketika manusia petama menemukan dirinya dalam lingkungan alam yang diciptakan Allah, makhluk ini dikurung oleh musuh dan lawan-lawannya dari berbagai penjuru, lalu ditempuh beberapa jalan pemikiran dan amal untuk memelihara kehidupannya. Dengan akal dan kalbunya, Allah memberinya petunjuk untuk membagi kekutan yang mengelilinginya itu menjadi kawan dan lawan. Lawan ini ada yang menjadi musuh yang memberi potensi dan kemampuannya, ada pula yang menjadi lawan yang berpotensi luar biasa dan melemahkan kekuatannya; dan musuh-musuhnya yang membuat dia berpotensi dan kuat adalah binatang buas dan semacamnya serta manusia yang menjadi lawannya.
Maka manusia sengaja melakukan saling serang di dalam urusan mereka. Adapun kawan-kawan besar dan musuh-musuh, telah mendapatkan caranya mencari muka dan mejilat kepada mereka dengan mendekatkan qurban-qurban dan melahirkan ketundukan dan berpura-pura. Dalam menghadapi sahabat-sahabatnya, manusia membela diri dengan harap, sedangkan menghadapi musuh-musuhnya ia membela diri dengan rasa takut. Sejak itulah munculnya tanda-tanda pengabdian dan agama." (Risalah Al-Shalah, hlm. 31)
Cara mencapai tujuannya ialah melalui aktivitas pembentukan pemerintahan Sudan dengan sistem Republik Federal Demokrasi Sosialis. Jika sasaran itu terwujud, maka mereka akan memerintah berdasarkan konstitusi kemanusiaan: setidak-tidaknya berlakunya undang-undang dasar yang intinya menghapus mandat dari laki-laki dan wanita, sebagaimana mereka katakan.
Pemimpin mereka sering mengatakan, "Di dalam Al-Qur'an tidak terdapat konstitusi, malah Al-Qur'an menekankan bahwa syari'at Islam pada hakikatnya berdiri di atas mandat (wasiat). Karena umat ini lalai, maka Nabi sebagai mandataris sampai kepada laki-laki. Karena itu peran laki-laki, sepanjang kelalaian mereka, sebagai mandataris terhadap kaum wanita. Kini telah tiba saatnya untuk menghapus mandat tersebut dari kaum laki-laki dan wanita setelah manusia sampai kepada 'Risalah Kedua' yang di bawa pemimpin partai ini. Nabi Muhammad SAW menerima risalah Allah melalui Jibril. Suasana itu (proses penerimaan risalah melalui wahyu) disebut suasana "Penangkapan Syafa'at," sebab tiupanya dari luar dan perasaan takut tetap menyelimutinya."
Sedangkan dakwah Al-Hizb al-Jumhuri, yang dianggap diperoleh langsung dari Allah atas hasil perjuangannya sendiri dan tanpa perantara, adalah proses pengenalan ikatan di mana dorongan berada di dalam, bukan karena takut.
Agama, menurut pandangan Al-Hizb al-Jumhuri, karatan dan kotor; semuanya terjadi dikarenakan depresi berat yang menahun sejak munculnya umat manusia sampai sekarang ini. Agama tegak di atas landasaan praduga dan berbagai asumsi, khurafat dan kebathilan yang mengeruhkan pengenalan kita tentang Allah dan hakikat sesuatu, serta segala kewajiban yang harus dilakukan untuk diri sendiri, Allah dan jama'ah.
Dikatakannya, tingkatan syari'at yang fundamental sama dengan tingkatan 'risalah Islam kedua', yaitu risalah yang telah disebarkan dan dipropagandakan oleh pemimpin partai ini, sampai ia menghabiskan umurnya demi risalah yang dibawanya.
Dia menganggap bahwa Muhammad SAW sebagai satu-satunya manusia yang ditengah umatnya memiliki syari'at sendiri berdasarkan pokok-pokok ajaran Islam. Sementara syari'at ummatnya berdasarkan 'furu'.
Al-Hizb Al-Jumhuri memandang komunisme berbeda dengan sosialisme, seakan-akan sosialisme merupakan tahap tertentu menuju komunisme. Pendiri partai ini telah menghayati komunisme sampai puncaknya, seperti disebutkan dalam bukunya Risalah Tsaniyah hlm. 147.
Wanita-wanita Al-Hizb Al-Jumhuri didorong supaya tampil mengusung jenazah. Jika kaum pria terpaksa shalat, maka seorang wanita Al-Hizb Al-Jumhuri harus adzan mengundang laki-laki.
Anggota partai ini tidak mengenal walimah dalam upacara perkawinan mereka. Tak ada pula qurban dalam 'Ied Al-Adhha. Ini jelas merupakan suatu penyelewengan terang-terangan dari Sunnah.
Di dalam buku Risalah Tsaniyah hlm. 164 - 165, pemimpin partai ini mengomentari dua kalimah syahadat, "Ketika memasuki pintu kesaksian dua kalimah syahadat (sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah), ia berjuang meningkatkan tradisi itu dengan tekun, sehingga dengan kesaksian tauhidnya itu, ia benar-benar meningkat sampai ke martabat lepas sama sekali dari syahadat. Ia tidak melihat kecuali yang bersaksi itu adalah yang dipersaksikannya. Ketika itu ia berdiri di ambang pintu dan berbicara sebagai perjuangan tanpa hijab. Katakanlah Allah, kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam ketenggelamannya."
Shalat menurut arti dekat ialah shalat menurut syari'at yang memiliki gerakan seperti yang dikenal sekarang ini. Shalat menurut arti jauh ialah berkomunikasi dengan Allah tanpa perantara, atau sebuah shalat murni.
Mereka berpendapat, taklif (bebas melakukan perintah syar'i) dalam satu tahap tertentu dapat gugur dari manusia karena untuk menyempurnakan kebaikannya. Dengan demikian pada saat itu manusia tidak wajib beribadah.
Pendiri partai ini berkata, "Pada hari itu seorang hamba tidak musayyar (dibentuk dan ditentukan, pen.) akan tetapi mukhayyar (bebas menentukan, pen.). Ia mentaati Allah sehingga Allah taat kepadanya sebagai penolakan terhadap perbuatannya. Karena itu, manusia hidup seperti hidupnya Allah, berkuasa seperti berkuasanya Allah, berkehendak seperti berkehendaknya Allah dan dialah (manusia itu) Allah.
Berkata pemimpin partai ini, "Jibril tertinggal oleh Nabi SAW, kemudian Nabi berjalan tanpa perantara karena hadirnya Syuhud Dzati, sebab kesaksian tentang dirinya sendiri itu tidak dapat terlaksana kalau melalui perantara. Nabi yang sekaligus berkedudukan Jibril itu terbang bersama kami ke Shidrat Al-Muntaha: yah, kita semua.
Seterusnya diujung jagad raya tersebut Nabi berdiri seperti Jibril berdiri. Sehingga terjadilah pertemuan antara seorang hamba yang suci dengan Allah tanpa perantara. Karena itu setiap hamba yang suci dari ummat Islam mendatang akan mengambil syari'atnya, puasanya, zakatnya dan syahadatnya untuk dirinya sendiri.
Zakat, hijab dan poligami, mereka pandang sebagai ajaran yang bukan dari Islam.
Mereka mempunyai pandangan tentang insan kamil yang akan menghisap manusia menggantikan Allah pada hari Kiamat; karena Kiamat menurut mereka adalah ruang dan waktu, sedangkan Allah SWT maha suci dari ruang dan waktu.
Pemahaman Al-Hizb Al-Jumhuri tentang sunnah yang bersifat falsafi menyebutkan, "Diantara karangan manusia ialah bahwa sunnah Nabi itu meliputi ucapan, keputusan dan amal perbuatannya. Pemahaman seperti itu salah, sebab ucapan dan peruatan Nabi itu bukan sunnah tetapi syari'ah. Sunnah adalah perbuatan Nabi yang khusus untuk dirinya sendiri."
Tokoh partai ini memandang , "Sesuatu yang halus lahir dari sesuatu yang kental. Berdasarkan rumusan ini, maka Injil telah keluar dari Taurat sebagaimana ummat Islam juga akan keluar dari orang-orang yang beriman. Begitu pula risalah Ahmadiyah (maksudnya: Al-Hizb Al-Jumhuri) keluar dari sahabat."
Mahmud Taha memandang, "Al-Qur'an adalah sebuah musik kelas tinggi. Kitab ini mengajarkan kepada anda tentang segala sesuatu. Tetapi tidak mengajarkan sesuatu kepada anda dengan sendirinya. Al-Qur'an telah membangkitkan potensi perasaan dan mempertajam segala jaringan inderawi. Kemudian kitab ini memisahkan anda dari alam material agar anda mengenalnya dengan cara anda sendiri: itulah Al-Qur'an."
Secara terang-terangan, penganut ajaran Al-Hizb Al-Jumhuri menyatakan, "Al-Qur'an adalah sebuah syair yang konsisten; yang dibuang Al-Qur'an hanyalah ketidakjujuran dan ketidakkonsistenan." Karena itu mereka berkata, "Apa yang dibuang Allah dari Al-Qur'an bukanlah karena kesyairan kitab itu, akan tetapi karena kerancuan syair dalam ketidakkonsistenan dan ketidakjujurannya." Kemudian berkata lebih lanjut, "Jika anda meneliti rahasia Al-Qur'an, maka anda akan yakin bahwa ia adalah syair."
Partai ini mempunyai pemamahaman tersendiri tentang syirik dan tauhid. Syirik, menurut mereka adalah tekanan yang menyebabkan jiwa manusia terbagi menjadi akal sadar dan akal bathin: kedua unsur ini saling bertentangan.
Pandangan mereka tentang tauhid menyatakan, "Pemikiran tidak akan benar dan lurus kecuali bila bertemunya dua unsur yang saling bertentangan tadi; akal sadar dan akal bathin dalam satu titik. Itulah tauhid."
Tentang Islam mereka berkata, "Islam dalam pokok-pokok ajarannya (ushul) mencakup undang-undang manusia, tetapi dalam furu' (cabang), ajarannya masih melekat sebagian tanda-tanda hukum rimba. Mereka berpegang pada ayat Makiyah dan ayat-ayat Madaniyah yang berjiwa Makiyah. Mereka sebut dengan ayat-ayat pokok."
Risalah Nabi adalah risalah pertama; dalam risalah itu, Nabi SAW berpijak kepada syari'at yang pokok (ushul), dan ummatnya (ummat Islam) berpijak pada yang furu', sedangkan risalah yang kedua adalah risalah Al-Hizb Al-Jumhuri yang dibawa oleh Mahmud Thaha. Risalah ini berdiri sendiri berdasarkan ushul.
Mereka berkeyakinan bahwa sahabat adalah mereka yang berada di sekeliling Nabi SAW, sedangkan para pengikut yang meyakini seruan Al-Hizb Al-Jumhuri disebut Ikhwan (saudara). Mereka bersandar pada sebuah hadits riwayat Ibnu Majah dalam kitab Al-Zuhud dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda, "Kami sungguh sangat senang melihat ikhwan (saudara) kami. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah SAW, bukankah kami ini saudara-saudaramu?" Rasulullah SAW menjawab, "Kalian adalah sahabat-sahabatku dan saudara-saudaraku ialah yang datang kemudian setelahku, dan aku mendahului kalian ke telaga."
Perkawinan ala Al-Hizb Al-Jumhuri tercermin dalam bukunya yang berjudul Tathwiru Syari'ah Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah (Pengembangan Hukum Perdata), hlm. 68. Dalam buku tersebut dikatakan, "Manusia sempurna ialah orang yang pertama menerima kejelasan-kejelasan cahaya Dzat Maha Qadim (Dzat Ketuhanan); dengan demikian ia adalah suami Dzat tersebut."
Lebih lanjut dikatakan, "Manusia sempurna pada hakikatnya merupakan pasangan Tuhan, sebab pada dasarnya ia berada pada maqam 'ubudiyyah. Maqam 'ubudiyyah adalah maqam (kedudukan) yang pasif (dipengaruhi). Suatu saat maqam maqam rububiyyah akan menempati maqam perbuatan. Oleh karena Tuhan adalah subjek, sedangkan hamba (manusia) adalah obyek. Kemudian dari manusia sempurna itu diturunkan isterinya. Maka kedudukan isterinya sama dengan kedudukannya terhadap Dzat ketuhanan. Sebab ia (isteri) itu yang dipengaruhi, sementara ia adalah subjeknya. Inilah hakikat tingkat hubungan seks antara laki-laki dan perempuan."
Selanjutnya dikatakan, "Ketika keturunan lahir, sebenarnya itu merupakan hasil hubungan seksual antara kami dam perempuan-perempuan kami. Ini merupakan buah hubungan antara Dzat Yang Maha Qadim dengan pasangannya, yaitu insan kamil (melalui ilmu laduni). Maka daya pengaruh 'ubudiyyah terhadap rububiyyah dapat menghilangkan selubung yang dilupakan jiwa yang menjadi asal-usul kita, yaitu jiwa Tuhan. Ketika terjadi pertemuan antara pasangan tersebut, yakni Dzat Ilahiyyah dan insan kamil (anggota Al-Hizb Al-Jumhuri, laki-laki dan wanitanya) maka terpecahlah ilmu laduni di dalam sebuah luapan air yang membanjiri hamba shalih dari berbagai penjuru. Dari ilmu laduni ini, terpencarlah laki-laki dan perempuan.
Disebutkan pula, "Dari kondisi hubungan antara Dzat Ilahiyyah dengan insan kamil mendatangkan kondisi antara laki-laki dengan perempuan, yaitu dipengaruhinya wanita dengan laki-laki. Itulah hubungan seksual menurut kami."
Juga dikatakan, "Terpengaruhnya perempuan oleh laki-laki, yang menurut pandangan kami disebut hubungan seksual, secara langsung mendatangkan pendalaman terhadap kehidupan, penjauhan dan penyambungannya dengan Tuhan tanpa hijab. Inilah yang dimaksud puncak kelezatan."
Dalam buku tersebut juga dikatakan, "Tuhan tidak memiliki gambar yang dapat kita buat dan tidak memiliki batas akhir yang dapat kita tuju. Akan tetapi, ketentuannya Ia harus terus-menerus membentuk dirinya dengan memperbaharui kehidupan pemikiran dan perasaan-Nya di setiap detik; kearah itulah ibadah ditujukan."
Lebih lanjut dikatakan, "Pengertian kawin menurut mereka ialah sebuah persekutuan antara pasangan yang bersekutu dan setraraf di dalam hak dan kewajibannya yang sedang tidak berada dalam mandat (wishayah) laki-laki atau sebaliknya. Mereka berdua sama-sama berhak memasuki perkawinan dengan keorisinalan jiwa mereka berdua dan dengan kemutlakan daya ikhtiar mereka berdua. Mereka juga mempunyai hak yang sama untuk keluar dari pasangannya."
Dalam buku tersebut juga dinyatakan, "Dalam perkawinan tidak ada mahar (mas kawin) dan wali. Sedangkan thalak merupakan salah satu hak wanita (isteri), sebagaimana juga hak suami.
Akar Pemikiran dan Sifat Idiologinya
Pemikiran partai ini merupakan sintesis yang kacau dan membingungkan dari berbagai agama; pemikirannya mengambil dari bermacam-macam aliran, baik modern maupun klasik. Sebagian pemikirannya diadopsi dari pemikiran Freud dan Darwin.
Pemikiran pendirinya bersandar kepada pemikiran-pemikiran Muhyiddin bin Arabi di dalam bukunya Fushush Al-Hikam (Mutiara Hikmah).
Beberapa kritikus berkeyakinan bahwa mereka adalah sebuah gerakan tasawuf kebatinan. Hal ini terbukti dengan adanya upacara pembakaran kemenyan, menari di jalan dengan diiringi musik merangsang dalam halaqah-halaqah dzikir anggota partai.
Dalam menentukan batas-batas ide, bersandar kepada pemikiran Sosialis-Marxis, Ide Negara Mendatang inilah yang selalu menjadi bahan propaganda mereka.
Dalam menerbitkan buku-bukunya, partai ini banyak mengutip ayat-ayat Al-Qur'an dan Al-Hadits untuk mendukung seruannya. Tetapi justeru sebenarnya merupakan bentuk kemurtadan.
Penyebaran dan Kawasan Pengaruhnya
Partai ini tumbuh dan berkembang di Sudan; pendukungnya telah mencapai ribuan; tetapi kini semakin merosot terutama setelah pemimpin mereka dihukum mati. Para pengikutnya terdapat kaum intelektual yang fikiran-fikirannya sama sekali nol dari wawasan Islam. Diharapkan partai ini benar-benar akan hancur akibat semakin hebatnya kebangkitan Islam di Sudan.
Sumber: Gerakan Keagamaan dan Pemikiran; Akar Idiologis dan Penyebarannya, WAMY
0 comments:
Post a Comment